Teguran Keras Nabi kepada Para Pelaku Korupsi

Ilustrasi. Dok SHUTTERSTOCK

Ikhbar.com: Islam menjunjung tinggi kejujuran dan kemaslahatan umat. Oleh karena itu, Nabi Muhammad Saw akan sangat tegas saat menegur para sahabatnya yang berlaku bohong maupun lebih mendahulukan kepentingannya sendiri ketimbang orang banyak.

Rasulullah Muhammad Saw bersabda:

“Barang siapa yang telah aku angkat sebagai pekerja dalam satu jabatan kemudian aku beri gaji, maka sesuatu yang diterima di luar gajinya adalah ghulul (korupsi).” (HR. Abu Dawud).

Baca: Ayat-ayat Antikorupsi

Membagi sesuka hati

Dalam Al Minhaj: Syarah Shahih Muslim, Abu Zakaria Muhyuddin bin Syaraf An-Nawawi atau yang masyhur dengan nama Imam Nawawi menceritakan bahwa Nabi Muhammad Saw pernah menegur sejumlah sahabatnya karena berlaku curang dan melakukan penggelapan barang milik publik. Teguran itu disampaikan tidak harus menunggu adanya penyelewengan dengan jumlah yang besar. Sekecil apapun, Nabi tidak akan memberikan toleransi kepada para pelaku korupsi.

Suatu hari pada tahun 9 hijriah, Nabi Muhammad Saw menunjuk sejumlah sahabatnya untuk menjadi petugas pemungut zakat. Salah satunya adalah Abdullah bin Al Lutbiyyah yang diberi tugas untuk area Bani Sulaim.

Namun, ketika telah melaksanakan tugasnya dan melapor ke Nabi, Ibnu Al Lutbiyyah malah menganggap beberapa hasil pemungutan zakat itu sebagai hak dan bagian untuk dirinya sendiri.

Di hadapan Nabi, ia berkata, “Ini harta zakatmu (Nabi/Negara), dan yang ini adalah hadiah (yang diberikan kepada saya).”

Mendengar penjelasan Ibnu Al Lutbiyyah, Rasululullah bertanya sekaligus menyindirnya, “Jika kamu duduk saja di rumah bapak dan ibumu, apakah hadiah itu akan datang sendiri untuk kamu?”

Nabi sangat tidak menyukai pejabat yang mudah menerima hadiah. Belum sempat Ibnu Lutbiyyah berkilah, Rasulullah langsung memutar badan dan menaiki mimbar untuk berkhotbah.

Kepada jemaah, Rasulullah bersabda;

“Saya mengangkat seseorang di antaramu untuk melakukan tugas yang menjadi bagian dari apa yang telah dipercayakan Allah kepadaku. Lalu, orang tersebut datang dan berkata, ‘Ini hartamu dan ini adalah hadiah yang diberikan kepadaku’ Jika dia memang benar, maka apakah kalau dia duduk saja di rumah ayah dan ibunya hadiah itu juga datang padanya?”

Nabi Saw melanjutkan, “Demi Allah begitu seseorang mengambil sesuatu dari hadiah tanpa hak, maka nanti di hari berhenti ia akan bertemu Allah dengan membawa hadiah (yang diambilnya itu), lalu saya akan mengenali seseorang dari kamu ketika bertemu Allah itu ia memikul di atas pundaknya unta (yang dulu diambilnya) melengkik atau sapi melenguh atau kambing mengembik…”

Budak Mi’dam

Kisah lain tentang ketegasan Nabi Saw terhadap para koruptor juga terjadi setelah memenangkan Perang Khaibar. Usai pertempuran, Nabi Saw bersama rombongan hendak kembali dengan membawa sejumlah rampasan perang. Namun, ghanimah itu bukan berupa emas dan perak, melainkan hanya pakaian, barang-barang tak bergerak, serta seorang budak bernama Mid’am yang dihadiahkan Rafi’ah bin Zaid asal Bani Ad-Dubaib untuk Rasulullah Saw.

Setelah sampai di Wadi Al-Qura, Mid’am yang mengikuti dari belakang diminta menurunkan barang-barang. Tiba-tiba, sebuah panah yang entah dari mana asalnya mengenai tubuh budak tersebut sehingga mengakibatkannya tewas di tempat.

Para sahabat Nabi yang melihat peristiwa itu serentak mendoakan Mi’dam. Mereka berkata, “Semoga dia masuk surga.” Namun, saat mendengar itu, seketika Rasulullah Saw bersabda, “Tidak! Demi Tuhan yang diriku berada di tangan-Nya, sesungguhnya mantel yang diambilnya pada waktu Perang Khaibar dari rampasan perang yang belum dibagi, akan menyulut api neraka yang akan membakarnya.”

Begitu orang-orang mendengar pernyataan Rasulullah itu, seseorang laki-laki menghampiri Nabi Saw dengan mengembalikan beberapa utas tali dan mantel yang ternyata ditemukan di kantung Mi’dam. Nabi bersabda, “Seutas tali sepatu sekali pun akan menjadi api neraka; dua utas tali sepatu akan menjadi api neraka (seandainya tidak dikembalikan kepada yang berhak).”

Baca: Tafsir QS. Yasin Ayat 65: Sidang Koruptor di Akhirat

Enggan menyalatkan

Satu kisah sejenis juga terjadi ketika seorang sahabat dikabarkan meninggal, tetapi Rasulullah Saw tiba-tiba enggan untuk menyalatkannya. Nabi Saw bersabda:

“Silakan kalian salatkan orang (yang meninggal) itu.”

Para sahabat memaknai bahwa Nabi Saw ada sesuatu yang pernah dilakukan orang tersebut sehingga beliau tidak menyukainya. Namun, semua sahabat tetap bingung, mengapa Rasulullah Saw sampai tidak mau menyaalatkan orang yang gugur dalam barisan pasukan Muslim itu.

Oleh karena itu, para sahabat berinisiatif untuk memeriksa tas milik jenazah, lalu ditemukan semacam perhiasan manik-manik kecil kepunyaan orang Yahudi yang dia sembunyikan senilai dua dirham dan belum diserahkan kepada pasukan Muslim. Meskipun nilainya cukup kecil, tetapi Rasulullah dengan tegas tetap menghukumi orang yang terlibat kasus korupsi sebagai pelaku perbuatan keji.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.