Ikhbar.com: Sejarah perjuangan Nabi Muhammad Saw dalam menyebarkan ajaran Islam seiring sejalan dengan kiprah, keberanian, dan kesetiaan para sahabat. Sahabat Nabi Saw adalah para murid, teman, sekaligus kekasih dengan keimanan yang begitu kuat, teruji, bahkan tidak ternilai.
Dalam QS. Al-Fath: 29, Allah Swt memuji para sahabat Nabi Saw melalui firman:
مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ مَعَهٗٓ اَشِدَّاۤءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاۤءُ بَيْنَهُمْ تَرٰىهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَّبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيْمَاهُمْ فِيْ وُجُوْهِهِمْ مِّنْ اَثَرِ السُّجُوْد
“Nabi Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengannya bersikap keras terhadap orang-orang kafir (yang bersikap memusuhi), tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud (bercahaya).”
Baca: Para Santri di Zaman Nabi
Para pemberani
Syamsuddin Abu Al-Khair Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abi Bakar bin Utsman bin Muhammad atau yang masyhur dengan nama Imam As-Sakhawi dalam Fathu al-Mughits bi Syarhi Alfiyati al-Hadits menyatakan bahwa jumlah keseluruhan sahabat Nabi Saw lebih dari 100.000 orang. Sedangkan menurut Abu Bakr Ahmad bin Ali bin Tsabit bin Ahmad bin Mahdi (Imam Al-Khatib Al-Baghdadi) dalam Al-jami’ li akhlaqi al-rawi wa adab al-sami menyebutkan bahwa jumlah mereka adalah 114.000 orang.
Dari banyaknya jumlah sahabat tersebut, ada 10 orang di antaranya yang ditetapkan sebagai penghuni surga. Rasulullah Saw bersabda melalui Sa’id bin Zain bin Amr bin Nufail:
عَشَرَةٌ مِنْ قُرَيْشٍ فِي الْجَنَّةٍ أَنَا فِي الْجَنَّةِ، وَأَبُو بَكْرٍ فِي الْجَنَّةِ، وَعُمَرُ فِي الْجَنَّةِ، وَعُثْمَانُ فِي الْجَنَّةِ، وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ، وَالزُّبَيْرُ فِي الْجَنَّةِ، وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الْجَنَّةِ، وَسَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ فِي الْجَنَّةِ ثُمَّ سَكَتَ سَعِيدٌ فَقَالُوا مَنِ الْعَاشِرُ؟ فَقَالَ سَعِيدٌ أَنَا
“Ada 10 orang dari kaum Quraisy yang akan berada di surga. Aku di surga, Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, Zubair di surga, Thalhah di surga, Abdurrahman bin Auf di surga, Sa’d bin Abi Waqash di surga.”
Lalu, dalam Musnad Al-Humaidi diterangkan, ketika para pendengarnya menanyakan sahabat kesepuluh, Sa’id pun menjawab, “Aku.” Sedangkan dalam riwayat Imam Ahmad bin Hanbal, sebagaimana dikutip dari Fadhail ash-Shahabah disebutkan bahwa sahabat yang kesepuluh itu adalah Abu Ubaidah bin Jarrah.
Dari 10 sahabat dengan jaminan surga itu, kemudian ada empat sahabat yang begitu dikenal dan diteladani umat Muslim di dunia. Mereka adalah para sosok yang pernah menduduki posisi sentral sebagai Al-Khulafa’ur Rasyidun dan Amirul Mukminin, yakni Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
Sementara di antara Al-Khulafa’ur Rasyidun, nama Abu Bakar dan Ali disebut sebagai tokoh dengan keberanian yang tiada tertandingi.
Abu Bakar dikenal kepahlawanannya ketika menemani Nabi hijrah ke Madinah, terutama ketika bersembunyi dari kejaran kaum kafir di Gua Tsur. Sedangkan Ali bin Abi Thalib adalah sosok yang dikenang sangat berani karena berkenan menggantikan posisi Rasululullah Saw di atas ranjangnya ketika kaum kafir mengepung rumah Nabi Saw.
Baca: Sengketa Khalifah Ali dan Warga Yahudi
Keberanian Sayidina Abu Bakar di mata Khalifah Ali
Syekh Ahmad Abdul Al-Thahthawi dalam 150 Qishahmin Hayati ‘Ali ibn Abi Thalib mengisahkan tentang kesakisan Khalifah Ali bin Abi Thalib atas keberanian mendiang Sayidina Abu Bakar As-Shiddiq.
Sekalu waktu ketika menjabat khalifah, Sayidina Ali berkhotbah di hadapan kaum Muslimin. Ali bertanya kepada hadirin, “Siapakah orang yang paling berani?” Lantas, para sahabat yang hadir pun kompak menjawab, “Engkau, wahai Amirul
Mukminin!”
Namun, mendengar jawaban itu, Sayidina Ali mengoreksinya.
“Yang benar-benar pantas dinilai menjadi sosok paling pemberani adalah sahabat Abu Bakar,” kata Sayidina Ali.
“Pada Perang Badar, kami mendirikan sebuah pondok untuk Nabi Saw. Kami bertanya, ‘Siapa yang akan menjaga Nabi Saw supaya tidak ada orang musyrik yang menyentuhnya?’ Demi Allah, tiada seorang pun yang maju ke depan, melainkan Abu Bakar sembari menghunuskan pedangnya,” sambung menantu Rasulullah Saw tersebut.
Selain itu, Sayidina Ali juga menceritakan bahwa suatu hari ada sekelompok penentang dari Quraisy yang mengancam dengan menarik-narik pakaian Rasulullah Saw seraya mengatakan, “Engkaukah orang yang menjadikan tuhan-tuhan itu hanya satu Tuhan?”
“Lalu, demi Allah, aku tidak melihat siapa pun datang untuk menolong beliau, selain Abu Bakar. Dia menghadapi orang-orang itu dan mendorong mereka dan berkata, ‘Celakalah kalian! Apakah kalian mau membunuh orang yang mengatakan, ‘Tuhanku adalah Allah, padahal telah datang bukti-bukti dari Tuhan kalian?!” Bahkan, kejadian itu pun sempat membuat satu jalinan rambut Abu Bakar terputus.
Masih dalam khotbah yang sama, Sayidina Ali kembali bertanya, “Aku meminta kepada kalian dengan nama Allah, siapakah dari dua orang ini yang lebih baik, apakah orang-orang mukmin di masa kekejaman Fir‘aun atau Abu Bakar?”
Mendengar pertanyaan itu, semua jemaah terdiam. Lalu Sayidina Ali berkata, “Demi Allah, Abu Bakar lebih baik daripada mukmin di masa Fir‘aun. Sebab, mereka adalah orang-orang yang menyembunyikan imannya, tetapi Abu Bakar menampakkannya dan mengorbankan harta berikut jiwa-raganya untuk Allah Swt.”