Oleh: Agung Prasetyo (Mahasiswa STAI Syubbanul Wathon Magelang)
MANUSIA sering kali dikecewakan oleh ekspektasinya. Hal tersebut tidak lepas dari usaha yang dilakukannya tidak membuahkan hasil yang sesuai dengan harapannya. Kita sering mendengar bahwa ada orang mengalami depresi karena gagal menjadi anggota dewan, putus cinta, dll. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang memilih jalan untuk mengakhiri hidup karena rasa kekecewaan yang timbul ini.
Pada umumnya, kekecewaan datang dari kebergantungan harapan manusia yang disandarkan kepada manusia, termasuk pada kekuatan diri sendiri dan melalaikan rasa bergantung kepada dzat yang seharusnya menjadi tempat bergantung yaitu Allah SWT. Sering kali manusia memiliki keinginan dan merasa bisa memenuhi keinginannya sendiri lantaran dia memiliki kemampuan mendapatkannya. Namun, saat harapan tersebut tidak terkabul, maka dia kecewa.
Syekh Ibnu Atha’illah As-Sakandari dalam kitab Al-Hikam, memberikan solusi untuk mencegah kekecewaan tesebut. Dalam hikmah yang pertama, Syekh Ibnu Atha’illah As-Sakandary berkata;
مِنْ عَلاَ مَةِ اْلاِعْـتِــمَادِ عَلَى الْعَمَلِ، نُقْصَانُ الرَّجَاءِ عِنْدَ وُجُـودِ الزّ َلَلِ
“Sebagian dari tanda bergantungnya seseorang terhadap amalnya adalah kurangnya Pengharapan dari Rahmat Allah SWT ketika terjadi kesalahan”.
Ketika manusia bergantung pada amalnya (kemampuannya), kemudian mengalami ketergelinciran/kesalahan maka dia merasa putus asa. Sebagaimana orang yang berambisi menjadi pejabat kemudian gagal, padahal berbagai cara telah ditempuh bahkan dengan biaya yang tidak sedikit, maka dia akan kecewa jika dia menyandarkan harapannya pada amal usahanya.
Kasus lainnya yang nyata terjadi pada masa sekarang adalah banyaknya remaja yang kecewa karena ditolak oleh seseorang yang diidamkannya. Padahal dia telah berkorban banyak hal seperti mengeluarkan biaya untuk membelikan hadiah, meluangkan waktu untuk menemani kemanapun kekasihnya butuh, siap siaga di depan layar ponsel untuk menunggu pesan dari seseorang yang didambakannya supaya membalas pesan dengan cepat sehingga si dia tidak kecewa merupakan salah satu upaya yang ditempuh agar kekasihnya bahagia. Namun, orang yang diharapkan malah memilih orang lain sebagai pasangan hidupnya. Maka dia kecewa, bahkan terkadang ada yang nekat bunuh diri.
Kekecewaan seperti yang disebutkan tersebut seharusnya tidak terjadi jika kita tidak menyandarkan harapan kita kepada amal kita dikarenakan pada dasarnya Islam menyuruh kita supaya beramal dan berusaha, tapi hakikat syari’at melarang kita menyandarkan diri pada amal usaha kita, melainkan kita harus menyandarkan diri kepada rahmat dan karunia Allah Swt.
Seorang tokoh stoikisme, Epictetus berkata, “Ada hal-hal yang berada dalam kendali kita, ada hal-hal yang tidak berada dalam kendali kita.” Amal usaha adalah hal yang dapat kita lakukan (dapat kita kendalikan), sementara hasil adalah hal yang berada di luar kendali kita. Bergantung kepada hal yang diluar kendali kita adalah sesuatu yang tidak rasional.
Syekh Ibnu Atha’illah mengingatkan, “kegigihan himmah (semangat) tidak akan bisa menembus tirai takdir.”
Kami mengundang para pembaca yang budiman untuk menyumbangkan buah pikirannya melalui kanal ‘Risalah’. Kirimkan tulisan terbaik Anda melalui email redaksi@ikhbar.com