Oleh: Tsaqufah Aulya Afifah
(Mahasiswi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga Semarang)
Banyak masyarakat Indonesia bangga dengan penemuan-penemuan nenek moyang mereka. Seperti halnya dalam hal keagamaan mereka mewarisi candi, dalam hal alat musik mereka mewarisi karinding, dalam hal senjata mereka mewarisi keris, dalam hal kesehatan mereka mewarisi ramuan-ramuan tradisional.
Namun ketika sampai pada konteks kejiwaan (penyembuhan), kita semua dibuat bingung. Pasalnya belum ada temuan-temuan khusus mengenai penyembuhan mental itu sendiri. Mungkin karena secara tidak sadar, sejak zaman nenek moyang hingga sekarang, kita sering mengesampingkan psikologi di dalam kehidupan.
Banyak orang mengesampingkan psikologi karena malu terhadap lingkungan. Karena dalam budaya Indonesia, gangguan mental sering diidentikkan dengan Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ). Hal itulah yang akhirnya membuat mereka memilih untuk bungkam. Dampaknya pun tidak ada penemuan-penemuan praktis untuk mengatasi mental illness. Oleh karena itu, ditulisan kali ini kita akan membahas mengenai psikologi.
Pada umumnya, psikologi tidak melulu berkaitan tentang penyakit jiwa. Ilmu psikologi dapat membantu kita dalam memahami diri sendiri. Memahami apa tujuan hidup kita, memahami bagaimana mengatasi ketakutan dan fobia, dan membantu kita untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan lingkungan sekitar.
Islam berbeda dengan peradaban modern. Islam tidak membedakan antara pengetahuan sains dan agama, hal ini biasa disebut dengan istilah “Islamisasi sains.”
Al-Qur’an yang notabennya adalah kitab suci orang islam, di dalamnya tidak hanya membahas tentang keislaman saja, namun juga sains dan pengetahuan modern.
Dalam perspektif islam, psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang keunikan pola perilaku dan kepribadian manusia berdasarkan Qur’an dan Sunnah sebagai ungkapan pengalaman interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar, dan alam kerohanian, dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagaman agar sampai pada tujuan akhir kita, yaitu kembali ke surga.
Psikologi Islam mengkonsep rangkaian kepribadian manusia menjadi 3, yaitu qalb (hati), jism (jasmani) berhubungan dengan hawa nafsu, dan akal.
Al-Qur’an dalam hal ini membahasakan ketenangan jiwa dengan istilah, “An-Nafs Al-Muthmainnah”. Istilah ini diambil dari penggalan surat Al-Fajr ayat 27 yang berbunyi,
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
Artinya : “Wahai jiwa yang tenang”.
Dalam islam, dasar ketenangan jiwa dan pembentukan sebuah karakter adalah melalui qalb (hati). Karena didalam hati terdapat ruh yang mengatur perilaku kita terhadap sesama dan lingkungan. Hati adalah cerminan baik buruk seseorang.
Psikologi Islami mendorong manusia untuk melakukan peran aktual untuk memperbaiki tingkah laku atau akhlak dalam kehidupan manusia. Berbeda dengan mazhab psikologi lain, psikologi Islam tidak hanya membahas mengenai sifat, watak, dan karakter manusia, tetapi juga membahas tentang tugas-tugas yang diemban selama menjadi manusia.
“Tidak ada yang gratis di dunia ini.” Maka dari itu, selama kita hidup di tanah milik Allah, kita mempunyai tugas sebagai hamba dan sebagai khalifah. Hal ini termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah : 30 yang berbunyi,
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Allah pun tidak membiarkan kita mengemban tugas tanpa pedoman. Maka dari itu turunlah al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai tuntunan dalam mengemban 2 misi tersebut. Rangkaian itulah yang akan dibahas juga dalam psikologi islam.
Psikologi dan Islam, 2 term yang berbeda namun dirangkai menjadi satu kesatuan untuk mewujudkan pribadi yang sehat secara jasmani dan rohani, karena telah dikemukakan bahwa dalam konsep manusia menurut al-Quran menyatakan bahwa manusia bukan hanya terstruktur dari jasmani; tapi juga ruhani. Sinergi keduanya inilah yang membentuk nafsani. Dari ketiga sistem inilah terbentuk kepribadian individu manusia. Tujuan dikembangkannya psikologi Islam itu sendiri adalah untuk mempertahankan kesehatan mental dan keimanan dalam diri individu.
Dalam psikologi Islam lebih menitikberatkan pada dimensi spiritual dikarenakan dimensi ini merupakan sumber dari potensi, bakat, sifat dan kualitas diri manusia. Bahkan, dimensi ini merupakan satu dimensi yang tidak pernah tergoncang walaupun pemiliknya sedang sakit secara fisik maupun psikis.
Selanjutnya psikologi Islam merupakan wahana yang sangat efektif untuk memperkenalkan pengkajian psikologi dari dimensi yang berbeda, seperti teori-teori barat selama ini. Mereka sangat dangkal dimensi spritual yang seharusnya bersatu dalam dimensi psikologi dalam segala aktivitasnya.
Psikologi Islam seyogyanya menjadi ladang yang sangat subur bagi Psikolog Muslim untuk menghadirkan perspektif baru dalam kancah psikologi, serta diharapkan membawa angin segar yang dapat menyejukkan hati dan jiwa manusia yang membaca setiap tulisan yang diluncurkan, karena kajian tersebut memuat dua dimensi sekaligus yaitu dimensi jiwa dan dimensi spritual.