Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, tim redaksi Ikhbar.com. Saya Ahmad Jazuli, profesi PNS dari Magelang, Jawa Tengah.
Saya pernah mendengar sebuah penjelasan bahwa ketika Ramadan, semua bentuk amal ibadah dilipatgandakan pahalanya. Termasuk, saya juga pernah mendapat penjelasan bahwa makan sahur mengandung kesunahan, dan pahalanya akan berlipat sesuai banyaknya makanan yang disantap. Apakah itu benar? Terima kasih.
Jawaban
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Terima kasih atas pertanyannya, Pak Jazuli yang terhormat.
Benar, bahwa makan sahur merupakan perkara yang disunahkan saat menjalani ibadah puasa. Hal itu merujuk pada hadis Nabi Muhammad Saw:
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السُّحُورِ بَرَكَةً
“Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat berkah.” (HR Bukhari).
Makan sahur disunahkan karena alasan taqawi alias untuk menguatkan puasa. Tetapi, hal itu bukan berarti melegalkan bahwa sahur itu harus dalam porsi banyak.
Tentang ini, sekali waktu Imam Al Alqami ditanya muridnya, “Jika hikmah puasa adalah mengosongkan perut agar bisa menundukkan hawa nafsu, apakah sahur itu tidak justru bertentangan? Sebab, pekerjaan sahur adalah mengisi perut, bukan mengosongkan.”
Kemudian Al Alqami menjawab bahwa anjuran sahur itu bukan dengan memperbanyak makan, tetap sekadar untuk meraih kesunahan.
Jadi, makan sahur adalah sunah, tetapi tidak dengan memperbanyak dan memperenak makanannya. Karena itu justru akan bertentangan dengan visi-misi puasa.
Penjawab: Kiai Ghufroni Masyhuda, Tim Ahli Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat dan Anggota Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Cirebon.