Ikhbar.com: Idulfitri menghadirkan kegembiraan bagi semua orang, tak terkecuali, anak-anak. Keumuman dari mereka begitu girang karena melulu mendapatkan salam tempel di setiap bertemu atau berkunjung ke handai taulan.
Salam tempel adalah istilah yang cukup populer dalam tradisi Lebaran di Indonesia. Sebutan itu diambil dari sebuah kebiasaan bersalaman dengan orang yang berusia lebih tua, namun, di sanalah terselip amplop berisi uang jajan dari tangan orang yang disalami.
Di Indonesia, tradisi salam tempel Lebaran cukup terpengaruh dengan budaya masyarakat Tionghoa dengan rutinitas mereka membagikan angpau (hadiah uang) ketika hari besar Imlek. Lantas, bagaimana dengan sejarah salam tempel di dunia?
Sejak era kekhalifahan
Seorang warga Kairo, Mesir, Mariam Ashraf Mahmoud menceritakan, orang-orang di Negeri Piramida itu juga mengenal tradisi salam tempel. Mereka menyebutnya dengan ‘idiyah atau eidiyah.
“Misalnya, orang tua memberikan eidiyah ke anaknua, suami ke istrinya, kakek atau pun nenek ke cucunya,” kata Mariam, kepada Ikhbar.com, beberapa waktu lalu.
Menurut Mariam, eidiyah merupakan tradisi yang cukup tua ada di Mesir. Tidak hanya terbatas di lingkup keluarga, tetapi salam tempel itu bisa saja diberikan hingga kepada sahabat atau ke orang-orang yang dianggapnya berkesan.
Laman informasi dan advokasi uang tunai, Cash Matters menjelaskan, tradisi berbagi uang Lebaran pertama kali dipopulerkan era Kekhalifahan Fatimiyah di Afrika Utara pada abad pertengahan.
Saat itu, muncul tradisi membagikan uang, pakaian, atau permen kepada anak-anak muda dan masyarakat umum saat hari pertama perayaan Idulfitri.
Pada akhir era Kesultanan Utsmaniyah atau sekitar lima abad kemudian, kegiatan bagi-bagi pada hari Lebaran itu mengalami perubahan hanya dalam bentuk uang tunai dan diberikan untuk lingkup keluarga saja.
“Belakangan, tradisi itu pun kembali mengalami sedikit perubahan. Barang yang diberikan tidak cuma dalam bentuk uang, tetapi bisa juga berupa ponsel atau konsol gim,” tulis mereka.
Hukum salam tempel
Memberikan hadiah salam tempel saat Lebaran sudah menjadi tradisi yang mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Di dalam hukum Islam, sebuah kebiasaan atau yang biasa disebut ‘urf, dihukumi boleh dilakukan selama tidak memiliki unsur yang bertentangan dengan syariat.
Soal ini, Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di dalam Syarh Manzhumah al-Qawa’id al-Fiqhiyyah menyebutkan kaidah:
وَالعُرْفُ مَعْمُوْلٌ بِهِ إِذَا وَرَدْ حُكْمُ مِنَ الشَّرْعِ الشَّرِيْفِ لَمْ يُحَدْ
“Urf itu boleh dipergunakan jika terdapat hukum syariat yang tidak membatasi.”
Kaidah fikih lainnya menyatakan:
العَادَةُ مُحَكَّمَةٌ
“Adat itu bisa dijadikan sandaran hukum.”
Atau ada pula istilah:
المعْرُوْفُ عُرْفًا كَالمشْرُوْطِ شَرْطًا
“Kesepakatan tidak tertulis di masyarakat itu statusnya bagaikan kesepakatan tertulis di antara pelaku transaksi.”
Bisa juga dengan kaidah fikih:
المعْرُوْفُ بَيْن َالتُّجَّارِ كَالمشْرُوْطِ بَيْنَهُمْ
“Kesepakatan yang sudah makruf di tengah-tengah pelaku bisnis itu sama dengan kesepakatan yang tertulis yang dibuat pelaku transaksi.”
Di sisi lain, bersedekah di hari Lebaran merupakan sesuatu yang dianjurkan. Hal ini, sebagaimana yang juga dilakukan Nabi Muhammad Saw setiap usai mendirikan salat Id.
Rasulullah Saw bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ هَذَا يَوْمُ صَدَقَةٍ فَتَصَدَّقُوا
“Wahai sekalian manusia, sungguh hari ini (Idulfitri) adalah hari bersedekah, maka bersedekahlah kalian (HR. Ibnu Hibban).
Setelah mendengar sabda Nabi tersebut, para sahabat laki-laki menyerahkan barang-barang berharga yang mereka bawa kepada Bilal bin Rabah. Kemudian, Bilal pun menuju shaf perempuan lalu berkata, “Wahai kaum perempuan, sungguh hari ini adalah hari bersedekah, maka bersedekahlah.”
Para sahabat perempuan pun menanggalkan perhiasan mereka, seperti cincin dan gelang kaki mereka lalu menyerahkannya kepada Bilal lalu dikumpulkan untuk sedekah.
Salam tempel lebaran juga biasanya diberikan kepada keluarga dekat seperti paman kepada keponakan, sepupu, saudara, dan lain sebagainya. Menyalurkan sedekah kepada kerabat terdekat juga merupakan anjuran Islam. Allah Swt berfirman:
يَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ۗ قُلْ مَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ ۗ
“Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan (dan membutuhkan pertolongan)” (QS. Al-Baqarah: 215).
Rasulullah Saw juga bersabda:
خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ
“Sedekah terbaik adalah sedekah yang dikeluarkan dari uang yang tersisa (dari pengeluaran), dan mulailah dari orang yang kamu tanggung (keluarga). (HR. Bukhari)
Dalam kesempatan lain, Nabi Saw menjelaskan:
إِنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ
“Sesungguhnya sedekah kepada orang miskin pahalanya (bernilai) satu sedekah, sedangkan sedekah kepada kerabat pahalanya (bernilai) dua; pahala sedekah dan pahala menjalin hubungan kekerabatan (HR. Nasai)
Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab menyatakan, para ulama telah sepakat bahwa bersedekah kepada sanak famili lebih utama dibandingkan yang lain.
أَجْمَعَتْ الْأُمَّةُ عَلَى أَنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْأَقَارِبِ أَفْضَلُ مِنْ الْأَجَانِبِ وَالْأَحَادِيثُ فِي الْمَسْأَلَةِ كَثِيرَةٌ مَشْهُورَةٌ
“Ulama sepakat bahwa sedekah kepada sanak kerabat lebih utama daripada sedekah kepada orang lain. Hadits-hadits yang menyebutkan hal tersebut sangat banyak dan terkenal.”
Selain itu, Imam Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah mengatakan, “Bersedekah kepada keluarga dekat yang menjadi tanggung jawab nafkahnya, lebih utama dibandingkan bersedekah kepada orang lain.”