Ikhbar.com: Siang dan malam tidak pernah konstan. Hidup di dekat kutub, menjadikan matahari bisa 24 jam bersinar tanpa terbenam. Lalu di lain musim, durasi malam dapat berubah menjadi jauh lebih panjang.
Begitulah sekilas gambaran Finlandia. Berpuasa Ramadan di salah satu negara kawasan Nordik ini, sudah barang tentu memiliki tantangan tersendiri.
Dewi Susan, mahasiswi doktoral program Wildlife Biology di University of Helsinki mengisahkan suka duka berpuasa hingga berlebaran di belahan bumi bagian utara tersebut. Bagi orang-orang yang lahir dan besar di negara dua musim seperti Indonesia, perjuangan menahan lapar dan dahaga saat berpuasa bukanlah perkara mudah.
“Pada musim panas, waktu siang akan sangat panjang. Hingga pada tanggal tertentu, matahari tidak terbenam sama sekali di sepanjang hari. Berbanding terbalik dengan musim dingin, waktu siang akan sangat pendek dan waktu malam akan lebih panjang,” ungkapnya, kepada Ikhbar.com, Kamis, 20 April 2023.
Meskipun tak sependek di saat musim dingin, namun, ia merasa beruntung karena hari-hari pertama Ramadan kemarin masih terhitung musim semi.
“Jadi, durasi berpuasanya antara 15 sampai 17,5 jam. Ketika sudah semakin mendekati musim panas, maka durasinya akan semakin lama. Seperti akhir Ramadan sekarang, waktu berpuasa sampai selama 17 jam 45 menit atau hampir 18 jam,” ungkap Dewi, sapaan akrabnya.
Sejarah Islam di Finlandia
Belum lagi, lanjut Dewi, Islam di Finlandia juga merupakan agama dengan pemeluk minoritas. Berdasarkan data statistik tahun 2022, jumlah penduduk Muslim hanya sekitar 0,4% dari keseluruhan jumlah penduduk di negara berpopulasi 5.553.000 jiwa tersebut.
“Jadi, gema Ramadan di sini tentu tidak dapat dirasakan semeriah di Indonesia. Kita akan lebih dapat merasakan suasananya jika medatangi masjid atau mengikuti kegiatan salat tarawih yang diadakan Ikatan Masyarakat Muslim Indonesia (IMMI) yang bekerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI),” katanya.
Diaspora Indonesia asal Kota Bogor itu melanjutkan, tidak ada makanan khas untuk dijadikan takjil atau berbuka puasa selama Ramadan. Kekhasan itu bisa muncul ketika sejumlah komunitas Muslim berbaur dengan latar belakang dan asal negara yang berbeda-beda.
“Pengalaman saya mengikuti kegiatan buka Bersama di salah satu masjid di Helsinki, pada saat itu yang hadir warga Muslim dari Indonesia, Somalia, Turki, Uighur, dan beberapa warga lokal Finlandia. Di sana kami menikmati hidangan iftar (buka puasa) yang kami bawa masing-masing. Sehingga sangan bervariasi berdasarkan kekhasan dari negara masing-masing,” jelasnya.
Dewi menyebut, Finlandia merupakan salah satu negara yang memberikan jaminan kebebasan beragama yang cukup baik. Namun, selama Ramadan, pemerintah setempat tidak menerbitkan atau mengeluarkan aturan khusus yang berbasis pada kebutuhan umat Muslim.
“Misalnya, jam kerja di Indonesia kan bisa berubah saat bulan Ramadan. Kalau waktu kerja di sini, tetap, mulai pukul 08.00 hingga jam 16.00. Akan tetapi, itu tetap waktu yang cukup memberikan keleluasaan bagi umat Muslim untuk mempersiapkan berbuka puasa. Sebab, azan magrib di sini pada tahun sekarang cukup malam, yaitu sekitar pukul 20.30,” paparnya.
Di Helsinki sendiri, sebut Dewi, terdapat sekitar 18 unit masjid. Masjid-masjid tersebut didirikan oleh komunitas-komunitas Muslim yang datang ke Finlandia. Masyarakat Muslim pertama yang datang adalah bangsa Tatar yang berasal dari Kekaisaran Rusia pada sekitar akhir tahun 1800 hingga awal tahun 1900-an. “Mereka datang pada masa Finlandia masih berada di bawah Kekaisaran Rusia. Mereka ada yang sebagai prajurit dan ada pula pedagang,” katanya.
Dalam catatan sejarah, Dewi mengatakan komunitas Muslim Tatar juga terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Republik Finlandia. “Mereka ikut membela dan memperjuangkan kemerdekaan Finlandia,” ucapnya.
Masyarakat Tatar kemudian membentuk komunitas Muslim pada tahun 1915 dan membangun masjid pertamanya pada 1940 di Jarvenpaa, atau di sekitar 40 kilometer sebelah utara Kota Helsinki. “Lantas, mereka membangun masjid di Helsinki pada tahun 1958,” tutur Dewi.
Mengobati kangen saat Lebaran
Sebagaimana Ramadan, Dewi juga menyebut tidak ada tradisi khusus dalam menyambut hari raya Idulfitri di Finlandia. Sebagai agama yang dibawa para pendatang, maka tradisi dalam menyambut Lebaran pun cenderung berbeda-beda berdasarkan asal negara mereka.
“Seperti halnya masyarakat Indonesia, kami akan menyambut dan merayakan Idulfitri dengan menghidangkan makanan khas Indonesia dan membuat kue-kue,” katanya.
“Yang membuat saya kangen dengan Indonesia, di sini tidak terdengarnya riuh rendah gema suara takbir yang bersahut-sahutan, apalagi takbir keliling yang selalu terdengar di kampung halaman saya setiap malam Lebaran,” sambung dia.
Demi mengobati rasa rindu dengan Tanah Air dan kampung halaman, Dewi biasa mendatangi kantor KBRI Finlandia di hari Lebaran. “Di sana, Duta Besar juga melakukan open house. Pada momentum tersebut, barulah para perantau asal Indonesia dapat berkumpul, bertakbir, dan berbagi rasa bersama saudara-saudara se-Tanah Air,” pungkasnya.