Ikhbar.com: Bagi banyak orang, hari raya Idulfitri identik dengan baju baru. Meskipun tidak disunahkan secara persis, akan tetapi tradisi itu kemungkinan besar muncul dari penafsiran terhadap anjuran mengenakan pakaian terbaik saat Lebaran.
Salah satunya adalah hadis yang berbunyi:
عَنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ قَالَ: أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِى الْعِيدَيْنِ أَنْ نَلْبِسَ أَجْوَدَ مَا نَجِدُ
“Diriwayatkan dari Al-Hasan bin Ali Radiallahu anhu, ia berkata, ‘Rasulullah Muhammad Saw telah memerintahkan kami pada dua hari raya (Idulfitri dan Iduladha) agar memakai pakaian terbaik yang kami temukan,” (HR Al-Baihaqi dan Al-Hakim).
Kesunahan itu diperjelas Syekh Sa‘id bin Muhammad Ba‘asyin, dalam Busyral Karim:
والتطيب والتزين بما مر في الجمعة إلا أن هنا يسن له أن يلبس أحسن ثيابه ولو غير بياض وعند التساوي البياض أولى، وفارق الجمعة بأن المراد هنا إظهار النعم وهو بالأعلى أولى وفي الجمعة إظهار الكمال وهو البياض أعلى وإلا أنه يسن الغسل والتزين والتطيب للقاعد أي لمن لم يرد الخروج لصلاة العيد والخارج لها
“Seseorang dianjurkan memakai wewangian dan berhias sebagaimana keterangan telah lalu pada bab Jumat. Tetapi di sini seseorang dianjurkan mengenakan pakaian terbaiknya meskipun bukan warna putih. Tetapi ketika pakaian putih dan bukan berwarna putih sama baiknya, maka mengenakan pakaian putih lebih utama di hari Id. Hari Id berbeda dengan hari Jumat. Maksud hari Id adalah menampakkan nikmat Allah. Karenanya mengenakan pakaian terbaik itu lebih utama. Sedangkan tujuan hari Jumat adalah menampakkan kesempurnaan karena itu mengenakan pakaian putih itu yang terbaik. Tetapi orang yang duduk (tidak keluar rumah untuk salat Id) dan orang yang keluar menuju salat Id juga dianjurkan untuk mandi, berhias, dan mengenakan wewangian.”
Baca: Berlebaran dengan Anggun ala Samirah Begum
Hingga akhirnya, kebanyakan umat Islam pun merepresentasikan makna pakaian terbaik tersebut dengan mengenakan baju baru. Guna menambah nilai syukur dan keberkahan, Abi Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi atau Imam Nawawi dalam Al-Adzkar al-Muntakhabatu min Kalaami Sayyidi al-Abraar menekankan agar membaca doa berikut ketika hendak mengenakan pakaian baru:
اللَّهُمَّ لَكَ الحَمْدُ أنْتَ كَسَوْتِنِيهِ أسألُكَ خَيْرَهُ وَخَيْرَ ما صُنِعَ لَهُ وأعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ وَشَرّ ما صُنِعَ لَه
Allahumma lakal hamdu anta kasautiniihi as-aluka khairahu wa khaira maa shuni’a lahu wa a’uudzu bika min syarrihi wa syarri maa shuni’a lahu
“Ya Allah, hanya kepada-Mu lah segala puji. Engkaulah yang telah memberiku pakaian, aku mohon kepada-Mu kebaikannya (pakaian ini) dan kebaikan yang ada padanya dan aku berlindung dari keburukannya (pakaian ini) dan keburukan yang ada padanya.”
Doa ini, dinukil dari hadis yang diceritakan Abu Said Al-Khudri:
كان رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم إذا استجدّ ثوباً سمَّاه باسمه عمامة أو قميصاً أو رداء ثم يقول: ”اللَّهُمَّ لَكَ الحَمْدُ أنْتَ كَسَوْتِنِيهِ أسألُكَ خَيْرَهُ وَخَيْرَ ما صُنِعَض لَهُ وأعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ وَشَرّ ما صُنِعَ لَهُ”
“Ketika mengenakan pakaian baru, Rasulullah Muhammad Saw menyebutkan namanya, seperti gamis, serban, atau selendang, kemudian membaca doa, ‘Allahumma lakal hamdu anta kasautiniihi as-aluka khairahu wa khaira maa shuni’a lahu wa a’uudzu bika min syarrihi wa syarri maa shuni’a lahu.” (HR. At-Tirmidzi dan Nasa’i)