Ikhbar.com: Islamophobia alias ketakutan, kebencian, dan prasangka buruk terhadap penganut agama Islam masih menjadi isu utama di dunia Barat, termasuk di Jerman.
Ketua Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Jerman, Ustazah Nur Yuchanna menceritakan, sebagai minoritas, penduduk Muslim di Jerman masih kerap mendapatkan perlakuan yang kurang nyaman oleh sekelompok oknum warga lokal.
“Tentu tidak semua. Tapi, masih sering terjadi ketika saya atau teman-teman yang pergi keluar dengan mengenakan jilbab mendapatkan tanggapan sinis, bahkan diiringi semacam menggerutu. Meskipun itu tidak dilakukan secara terang-terangan apalagi fisik, karena itu juga termasuk pelanggaran hukum,” kata Yoan, sapaan akrabnya, dalam program Hiwar Ikhbar bertema “Membincang Ramadan di Jerman” bersama Ikhbar.com, Jumat, 14 April 2023.
Ustazah Yoan juga menceritakan tidak adanya kumandang azan di Jerman. “Meskipun belakangan ada satu masjid di Berlin dan satu kota lain yang boleh mengumandangkan azan, meskipun dibatasi hanya satu kali dalam sehari,” ungkapnya.
Secara umum, lanjut dia, masyarakat Jerman melihat Islam secara seragam. Maka, ketika ada peristiwa global yang mengatasnamakan Islam, hal itu bisa jadi penguat pandangan mereka terhadap Muslim secara keseluruhan.
“Oleh karena itu, ketika ada peristiwa ISIS (Negara Islam Irak dan Syam) pada 2013-2014, PCI NU di sini langsung mendeklarasikan bahwa kami tidak seperti itu, dan itu langsung diterima pemerintah,” katanya.
Selain itu, PCI NU Jerman, kata Ustazah Yoan, juga pada akhirnya mendapatkan apresiasi karena selalu mendakwahkan Islam secara santun, ramah, dan terbuka.
“Di setiap hari-hari besar mereka (nonmuslim) kami selalu ikut mengucapkan selamat, kemudian kami juga terbuka ketika diwawancarai dan lain-lain,” kata Ustazah Yoan.
“Jadi, imej Islam Ramah bagi pendatang dari Indonesia sudah terbentuk. Apalagi secara resmi PCI NU ini terdaftar di Pemerintahan Jerman,” sambung dia.