Ikhbar.com: Kasus penganiayaan berat yang dilakukan anak mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Mario Dandy Satrio (20) dan kawan-kawannya terhadap remaja bernama Christalino David Ozora (17) mengundang keprihatinan banyak pihak. Terlebih lagi, David sebagai korban tak juga pulih seperti sedia kala, bahkan diprediksi mengalami cacat permanen.
Pertanyaannya, selain harus mendapatkan hukuman setimpal, apakah beban tanggung jawab memberi atau mencari nafkah David maupun korban kasus sejenisnya boleh dilimpahkan kepada pelaku?
Pemerhati hukum keluarga Islam, KH Ahmad Alamuddin Yasin menyebut perbuatan zalim seseorang tidak mengakibatkan pada peralihan nafkah yang diterima maupun yang ditanggung korban selama di hari-hari biasa.
“Peralihan beban tanggung jawab nafkah tetap pada keluarganya, misalnya ayah. Akan tetapi, keluarga korban boleh menuntut pelaku untuk memberikan ganti rugi yang senilai,” kata Kang Alam, sapaan akrabnya, Rabu, 5 April 2023.
Baca: Belajar dari Kasus Mario, Emosional dan Arogan Datangkan Banyak Petaka
Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam Buntet, Cirebon, Jawa Barat tersebut, keluarga korban diperbolehkan menuntut penggantian biaya dari mulai pengobatan hingga kebutuhan hidup sehari-hari.
“Selain tentu, proses hukum harus tetap berlanjut. Tetapi pergantian itu jangan sampai didefinisikan sebagai peralihan nafkah,” kata dia.
Begitu pun, jika kasus tersebut menimpa pada korban yang merupakan tulang punggung sebuah keluarga, maka tuntutan ganti rugi bisa mencakup jumlah dan besaran tanggungan nafkah korban.
“Jika korban memiliki tanggungan nafkah kepada istri dan anak, misalnya, maka tuntutan ganti rugi kepada pelaku bisa juga menghitung besaran nafkah yang biasa mereka terima. Namun, beban tanggungan nafkah tetap dijalankan kepada keluarga terdekat, seperti istri, anak, saudara, ayah, atau pun mertua,” kata Kang Alam.
Menurut kandidat doktor hukum keluarga di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon tersebut, penanggungan nafkah oleh keluarga terdekat itu harus terus berlangsung sampai korban kembali pulih dan mampu mengambil alih kembali tanggung jawab nafkah yang ia miliki.
“Akan tetapi jika tak kunjung pulih, maka keluarga korban bisa kembali menuntut ganti rugi kepada pelaku kekerasan untuk memenuhi kebutuhan hidup tanggungan nafkah korban,” katanya.