Ikhbar.com: Berdusta atau berbohong menjadi satu dari sejumlah perkara yang dinilai mampu menghilangkan pahala puasa. Dusta atau kidzbun adalah memberitakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kebenaran dan berbeda dengan kenyataan, baik secara lisan maupun dengan isyarat seperti menggelengkan atau menganggukan kepala.
Demikian disampaikan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Firdaus Buntet, Cirebon, Jawa Barat, Kiai Qomarul Huda. Berbohong, menurutnya, termasuk perusak nilai ibadah puasa seperti halnya bergunjing atau ghibah.
“Kalau melakukannya, puasanya bisa jadi tidak batal. Tetapi pahalanya hilang. Itulah yang disebut orang berpuasa tetapi hanya mendapatkan haus dan lapar,” kata Kiai Omang, sapaan akrabnya, Senin, 3 April 2023.
Kiai Omang merujuk hadis yang diriwayatkan Imam An-Nasai, bahwa Rasulullah Muhammad Saw bersabda:
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوْع وَالْعَطْش
“Betapa banyak orang yang berpuasa, namun, dia tidak mendapatkan sesuatu dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga.”
Menurut Kiai Omang, ada dua istilah lain dalam bahasa Arab seakar makna dengan kidzbun, yakni ifkun san buhtanun.
“Ifkun adalah suatu perkataan, pembicaraan, atau informasi yang disampaikan seseorang tidak sesuai dengan kebenarannya,” jelas Kiai Omang.
Sedangkan buhtan, lanjutnya, ialah informasi bohong tentang seseorang tanpa dasar kebenaran, kemudian berita itu disebarkan dengan maksud untuk menjelekkan orang lain.
“Disamping dapat menghapus pahala puasa Ramadan, berkata bohong juga merupakan salah satu dari tiga tanda orang munafik,” kata Kiai Omang.
Meskipun begitu, Kiai Omang mengatakan bahwa dalam Tanbihul Ghafilin disebutkan satu jenis dusta yang justru dibenarkan, bahkan diwajibkan secara syariat.
“Dusta diperbolehkan ketika seseorang dalam tiga keadaan atau kondisi, pertama, ketika dalam keadaan perang, kedua, ketika mendamaikan dua orang yang sedang berselisih atau menyelematkan jiwa orang yang sedang terancam, dan ketiga, demi kemaslahatan atau untuk memperbaiki akhlak istri,” jelas Kiai Omang.
Penjelasan Kiai Omang tersebut merujuk pada hadis berikut:
لاَ يَحِلُّ الكَذِبُ إِلاَّ فِي ثَلاَثٍ: يُحَدِّثُ الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ لِيُرْضِيَهَا وَالكَذِبُ فِي الحَرْبِ وَالكَذِبُ لِيُصْلِحَ بَيْنَ النَّاسِ
“Tidak halal berbohong kecuali dalam tiga keadaan, yaitu seorang suami berbicara kepada istrinya untuk menyenangkannya, berbohong dalam peperangan, dan berbohong untuk mendamaikan antara manusia (HR. At-Tirmidzi).