Ikhbar.com: Pakar Psikologi dan Perkembangan Anak Universitas Airlangga (Unair) Prof. Dr Nurul Hartini, SPsi, MKes Psikolog menilai bahwa Generasi Z memiliki tingkat kebahagiaan yang rendah. Mereka cenderung rentan mengalami gangguan kesehatan mental.
Ia mengungkapkan, salah satu penyebab Gen Z memiliki tingkat kebahagiaan yang rendah adalah penggunaan sosial media kurang tepat.
“Keberadaan media sosial (medsos) tak dapat dimungkiri memudahkan kehidupan para Gen Z. Namun, dalam penggunaannya, mereka harus mendapat perhatian khusus agar medsos menjadi platform tepat guna,” kata Prof. Nurul dikutip dari laman Unair pada Jumat, 3 Mei 2024.
Menurutnya, medsos layaknya pisau bermata dua. Yakni, bisa berdampak positif jika dapat menggunakannya dengan bijak, dan dapat berdampak negatif jika keliru dalam penggunaannya.
Baca: Jaga Kesehatan Mental, Nyai Rihab Said Aqil: Harus Peka Memilih Tradisi Idulfitri
“Fenomena tersebut tidak terjadi dengan rentang waktu yang singkat, namun terbentuk karena proses yang cukup panjang. Orang tua dan keluarga memiliki peranan besar membangun lingkungan yang positif sedari dini,” ujarnya.
Karena itu, ia mengimbau para orang tua untuk menerapkan pola asuh yang tepat dan sehat di tengah era digitalisasi. Salah satunya, dengan memberikan pengenalan dan pengawasan sedari dini yang tepat dalam penggunaan medsos.
Prof. Nurul menegaskan, anak-anak yang lepas dari kontrol orang tua akan rentan terpengaruh hal negatif di medsos.
“Anak yang rentan terpengaruh hal di medsos akan cenderung menjadi sensitif. Seperti halnya kasus anak yang mendapat ejekan dari kawan sebayanya melalui media sosial. Hal yang demikian akan menimbulkan trigger dalam diri anak,” jelasnya.
Ia mengatakan, faktor lain yang dapat mempengaruhi kesehatan mental para Gen Z, yakni sebagian besar mereka memiliki lebih dari satu akun di medsos.
“Hal tersebut terjadi karena sebagian besar mereka tidak ingin menampakkan jati diri aslinya di medsos,” katanya.
Prof. Nurul menilai, fenomena tersebut menunjukkan kepribadian yang kurang sehat. Ibaratnya, dalam medsos, para Gen Z harus memakai banyak topeng layaknya bermain peran. Jika fenomena tersebut berlangsung cukup lama, maka bisa mempengaruhi kesehatan mental para Gen Z.
“Tentunya, mereka akan mengalami kelelahan karena fenomena tersebut. Dari sini kita dapat lihat pendidikan dalam keluarga menjadi faktor protektif untuk para Gen Z terhadap pengaruh media sosial yang negatif,” ujarnya.
Kontrol Diri
Melihat fenomena ini, Prof. Nurul mengimbau para Gen Z untuk memiliki kontrol diri terhadap penggunaan medsos. Selain itu, ia mengingatkan para Gen Z untuk bisa mengatur dan membatasi waktu dalam menggunakan medsos.
Dengan batasan tersebut, kata dia, para Gen Z akan meminimalisir adanya dampak negatif dari medsos.
“Nah, kontrol diri ini dapat meliputi seberapa lama kita terpapar medsos. Misalnya, dalam waktu 1-2 jam dirasa sudah lelah dalam menggunakan medsos harus segera berhenti dan mencari distraksi lainnya,” paparnya.
Ia menegaskan, batasan-batasan menggunakan medsos ada patokan, yang mengetahui batasan waktu tersebut hanya diri sendiri. Dengan memiliki kontrol diri yang tepat, Gen Z dapat terhindar dari gangguan kesehatan mental.