Hukum Menggantungkan Talak/Cerai pada Jumlah Nafkah

Ilustrasi perceraian. Dok FREEPIK

Assalamualaikum. Wr. Wb.

Kiai Alam dan Ikhbar.com, perkenalkan,
nama saya Suryani, dari Semarang, Jawa Tengah.

Kiai, saya mau bertanya. Apakah boleh menargetkan jumlah nafkah secara spesifik kepada calon suami sebagai syarat pernikahan (Misalnya, dengan menyebut Rp10 juta per bulan)? Jika diperbolehkan, apa konskuensi yang diterima apabila akhirnya hal itu tidak bisa dipenuhi atau bisa dipenuhi tetapi masih kurang dari jumlah yang dispakati? Terima kasih.

Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Baca: Sighat Taklik Penting demi Lindungi Hak Istri

Jawaban:

Ibu Suryani di Semarang, Jawa Tengah, terima kasih atas pertanyaannya.

Secara umum, kata “nikah” dalam Bahasa Arab dan konteks syariah memiliki dua arti yang relevan. Secara etimologi, kata tersebut berasal dari bahasa Arab yang mengacu pada makna “berkumpul” atau “bersetubuh.”

Imam Zakariya Al-Anshari dalam Fathul Wahab mengatakan:

النكاح هُوَ لُغَةً الضَّمُّ وَالْوَطْءُ وَشَرْعًا عَقْدٌ يَتَضَمَّنُ إبَاحَةَ وَطْءٍ بِلَفْظِ إنْكَاحٍ أَوْ نَحْوِهِ

“Nikah secara bahasa bermakna ‘berkumpul’ atau ‘bersetubuh’, dan secara syariat berarti akad atau transaksi yang menyimpan makna kebolehan bersetubuh dengan menggunakan lafaz nikah atau sejenisnya.”

Jadi, dalam konteks syariah, “nikah” adalah sebuah akad yang memungkinkan sepasang suami dan istri untuk hidup bersama dan menjalani hubungan intim sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan hukum Islam. Akad ini sering kali melibatkan kesepakatan antara kedua belah pihak dan diumumkan dengan penggunaan kata “nikah” atau istilah yang serupa. Hal ini juga memungkinkan pasangan tersebut untuk hidup bersama secara sah dalam agama Islam.

Menentukan jumlah nafkah tertentu sebagai syarat pernikahan hukumnya boleh. Dengan syarat, perjanjian tersebut dibuat secara suka rela dan disepakati oleh kedua pihak, yaitu calon suami dan calon istri.

Penting untuk dipahami bahwa dalam hukum Islam perjanjian semacam itu bersifat tidak mengikat. Artinya, jika seorang calon istri mengajukan permintaan atau syarat tersebut sebelum dilaksanakannya pernikahan, seperti, “Berikan aku nafkah sebesar Rp10 juta per bulan, jika tidak, kita bercerai,” maka hal itu tidak bisa berdampak pada talak (perceraian) ketika sang suami tidak dapat memenuhinya. Pasalnya, perjanjian itu dilakukan dan disepakati sebelum adanya ikatan pernikahan.

Baca: Anak atau Orang Tua/Wali, Siapa Berhak Putuskan Lamaran Pernikahan?

Namun, hal itu berbeda apabila perjanjian tersebut dibuat setelah akad nikah, maka talak dapat diberlakukan ketika syarat tersebut tidak dipenuhi. Jadi, perjanjian semacam itu berpotensi mengakibatkan perceraian jika tidak dipatuhi setelah pernikahan terjadi.

Penjawab: Dr. KH Ahmad Alamuddin Yasin, Pakar Hukum Keluarga Islam, Pengasuh Pondok Darussalam Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat.

Bagi pembaca Ikhbar.com yang memiliki pertanyaan seputar fikih ibadah maupun muamalah, hukum waris Islam, keuangan dan ekonomi syariah, tata kelola zakat, dan sejenisnya, bisa dilayangkan melalui email redaksi@ikhbar.com dengan judul “Konsultasi.”
Setiap as’ilah atau pertanyaan yang masuk, akan dibedah melalui tim maupun tokoh-tokoh yang cakap di bidangnya dengan sumber-sumber rujukan valid dalam literatur keislaman.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.