Hati-hati! Medsos Disebut Bisa ‘Hack’ Otak Manusia

Ilustrasi salah satu platform media sosial, Twitter (sekarang X). Dok: Unsplash/Ravi Sharma.

Ikhbar.com: Penggunaan media sosial (medsos) secara berlebihan telah menjadi perhatian serius, terutama di kalangan remaja yang rata-rata menghabiskan hampir lima jam per hari di platform seperti TikTok dan Instagram.

Kesadaran akan sifat adiktif medsos mendorong banyak orang untuk mencari cara mengurangi ketergantungan, yang terlihat dari peningkatan 60 persen pencarian Google untuk istilah “detoks media sosial” dalam beberapa bulan terakhir.

Baca: 63 Persen Gen Z Habiskan Waktu di Medsos selama 2024

Para ahli mengungkapkan bahwa medsos hack (membajak) otak dengan cara serupa seperti obat-obatan. Setiap kali seseorang menerima like, komentar, atau melihat konten yang menghibur, otak melepaskan dopamin, yakni zat kimia yang menimbulkan rasa senang.

Namun, penggunaan yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan dopamin, membuat otak secara bertahap memproduksi lebih sedikit zat tersebut. Akibatnya, pengguna mungkin merasa kurang puas tanpa waktu online yang lebih lama.

Menghentikan siklus dopamin yang dipicu oleh media sosial dapat membantu otak mengatur ulang sistem imbalannya. Meski tidak ada metode yang universal, penelitian menunjukkan bahwa bahkan jeda singkat dapat memberikan dampak positif pada kesehatan mental.

Sebagai contoh, sebuah studi menemukan bahwa remaja putri yang berhenti menggunakan media sosial selama tiga hari melaporkan peningkatan rasa percaya diri, dan penurunan kecemasan terkait citra tubuh.

Namun, berhenti menggunakan media sosial bukan hal yang mudah. Gejala “penarikan,” seperti kecemasan atau keinginan kuat untuk kembali, sering muncul ketika otak menyesuaikan diri dengan kadar dopamin yang lebih rendah.

Meski sulit, melewati fase ini memungkinkan otak kembali ke pola normalnya. Dalam sebuah studi detoks selama dua minggu, peserta yang membatasi konsumsi media sosial hingga 30 menit per hari melaporkan peningkatan kepuasan hidup dan penurunan tingkat stres.

“Seiring berjalannya waktu, orang-orang menyadari bahwa detoksifikasi ternyata lebih mudah dari yang mereka duga,” ungkap pakar pengobatan kecanduan dan penulis Dopamine Nation: Finding Balance in the Age of Indulgence, Anna Lembke, dikutip dari National Geographic, pada Senin, 27 Januari 2025.

Baca: Pemerintah Minta Masukan Rencana Larangan Medsos untuk Anak

Setelah menjalani detoks, menetapkan batasan yang jelas sangat penting untuk mencegah kebiasaan berlebihan kembali terjadi.

Mengganti sumber dopamin instan dengan aktivitas yang memberikan kepuasan jangka panjang, seperti belajar memainkan alat musik atau memasak, dapat membantu menjaga keseimbangan otak. Para ahli juga merekomendasikan untuk menjadwalkan detoks media sosial secara berkala agar penggunaan tetap terkendali.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.