Ikhbar.com: Aroma kayu bakar bercampur harumnya roti panggang yang baru matang memenuhi udara di salah satu sudut permukiman Gaza, Palestina. Perempuan bernama Inshirah Salem Al-Aqra (53), rupanya sedang sibuk bergelut di dapur daruratnya yang dipenuhi tungku dan oven berbahan tanah liat.
Tidak hanya untuk dirinya sendiri, Al-Aqra membuatkan oven tradisional itu untuk siapa saja yang memerlukannya di tengah kelangkaan bahan bakar dan pemadaman listrik yang tega dilakukan Pemerintah Israel.
“Percayalah, memasak dengan oven tanah liat ini akan menghasilkan roti yang lebih kaya rasa,” katanya, dikutip dari Al Jazeera, Sabtu, 25 November 2023.

Baca: Daftar Kelicikan Israel: Dari Kebohongan Jumlah Korban hingga Sewa Tentara Bayaran
Tidak ambil untung
Al-Aqra telah lama menjadi perajin oven dan tungku masak tradisional. Dia membuatnya dengan mencampurkan tanah liat, kotoran hewan, dan jerami. Oven itu dia bentuk sedemikian rupa dengan tangan lalu dijemur.
“Orang-orang dahulu biasa membuat mandi (ayam yang dimasak perlahan) di oven ini. Bisa juga untuk membuat roti,” kata ibu dengan 10 anak tersebut.

“Saat perang, semuanya menjadi sangat sulit. Orang-orang membutuhkan tenaga dan kreativitas lebih, bahkan hanya untuk sekadar menyeduh kopi atau teh,” tambahnya.
Menurut Al-Aqra, perang Israel-Hamas menghadirkan banyak kekejaman. Oleh karenanya, ia selalu berharap warga Gaza dikaruniai kesabaran dan tidak gampang menyerah.
Sekarang ini, Al-Aqra mengandalkan satu-satunya keahlian itu sebagai sumber pendapatan bagi keluarga. Ekonominya mendadak hancur setelah pasukan Israel membakar kapal milik sang suami pada bulan lalu.
Bagi yang masih memiliki uang, Al-Aqra membanderol oven garapannya yang berukuran lebar 50 cm seharga 80 shekel atau Rp332.666. Sedangkan untuk ukuran lebih besar, yakni lebar 90 cm dihargai 150 shekel (Rp623.749).
“Saya tidak ingin mengambil keuntungan dari orang lain, terutama pada saat-saat seperti ini,” katanya.
Menampung pengungsi perempuan
Selain itu, Al-Aqra juga telah menjadikan rumahnya sebagai tempat berlindung bagi pengungsi perempuan yang sebelumnya tinggal di gedung-gedung sekolah.
“Tapi, syukurnya, di antara mereka ada yang membawakan saya tepung. Sehingga saya membuatkan roti untuk mereka,” katanya.

“Kalau saya punya air bersih, saya isi jeriken mereka juga.”
Al-Aqra mengaku selalu berdoa agar perang yang telah menewaskan hampir 15.000 warga Palestina dan menghancurkan Jalur Gaza itu segera berakhir.
“Cukup,” katanya.
“Kami telah kehilangan banyak hal. Sudah cukup,” keluh dia.