Ikhbar.com: Kementerian Kesehatan Palestina menyebut jumlah korban tewas akibat serangan udara Israel di Jalur Gaza mencapai 1.200 orang dan hampir 5.000 lainnya luka. Dari jumlah itu, sebanyak 60% korban cedera merupakan perempuan dan anak-anak.
Jurnalis senior New Delhi Television (NDTV), Jyotsna Mohan mengungkapkan keprihatinannya terhadap nasib perempuan di tengah konflik Israel-Palestina. Mohan melampiaskan keresahannya itu dalam tulisan bertajuk “Israel-Gaza conflict: Weaponising Women as Tools of War,” yang dimuat di Gulf News, Kamis, 12 Oktober 2023.
“Peperangan tidak akan melahirkan pemenang. Peperangan hanya mementaskan kekerasan, terutama bagi kaum perempuan,” tulisnya.
Baca: Potret Kezaliman di Penjara Israel, Tahan Anak-anak dan Perempuan tanpa Pengadilan
Pelecehan dan pemerkosaan
Penulis Stoned, Shamed, Depressed (2020) itu mengungkapkan, perempuan kerap menjadi korban yang paling menderita dalam zona konflik dan perang. Jika pun selamat, kaum perempuan akan terus merasa terteror oleh trauma dari setiap peristiwa yang telah ia alami selama kekacauan berlangsung.
Sebagaimana yang juga diberitakan BBC pada Senin, 9 Oktober 2023, Mohan mengutuk fakta adanya seorang perempuan Israel pengunjung Festival Musik Supernova yang kemudian dikacaukan kelompok Hamas, diculik, dilecehkan, dan ditemukan dalam kondisi telanjang. Tak kalah keji, lanjutnya, para ibu yang notabene seorang perempuan harus menyaksikan anaknya ditembak mati persis di depan mata mereka.
“Tidak ada satu pun perempuan, entah itu dari Palestina maupun Israel yang kuat ketika melihat anaknya ditembak di depannya secara langsung,” tulisnya.

Menurut Mohan, seluruh negara di dunia harus mengecam aksi kekerasan yang terus berlangsung dan memakan korban perempuan di kedua belah pihak.
“Di Jalur Gaza, pengepungan balasan Israel merupakan teror bagi 2,2 juta orang di dalamnya. Dunia harus tahu, bahwa setengah dari mereka adalah anak-anak dan perempuan,” ungkap dia.
Penutupan akses terhadap makanan, air, dan listrik di Gaza oleh Israel juga perlu menjadi catatan serius para pejuang hak asasi manusia di manapun berada.
Episode panjang
Mohan mengkritik negara-negara Barat dan menuding bahwa segenap penderitaan itu bersumber dari arogansi mereka. Konflik Israel-Palestina hari ini, menurutnya tidak terpisahkan dari rentetan konflik yang begitu panjang.
“Kemunafikan negara-negara Barat bermula ketika mereka memberikan tanah yang bukan milik mereka. Bagi yang belum tahu, penaklukan warga sipil Palestina sudah dimulai bahkan sebelum Hamas terbentuk,” tegasnya.
Dalam dua dekade terakhir, lanjut Mohan, setidaknya 2.000 anak Palestina tewas. Jumlah ini belum termasuk ratusan anak dan perempuan yang ditangkap dan dipenjarakan tanpa pengadilan yang jelas.
“Di zona perang, perempuan selalu dianggap menjadi sasaran empuk,” keluhnya.

Baca: Jalur Gaza dari Masa ke Masa
Tak cuma Israel-Palestina
Tidak hanya dalam konflik Israel-Palestina, menurut Mohan, abad 20 merupakan masa yang dipenuhi laporan tentang penderitaan, pelecehan hingga pemerkosaan yang selalu dialami kaum perempuan di zona perang.
“Mulai dari pembersihan etnis di Yugoslavia, kejahatan selama perang Bangladesh, hingga genosida di Rwanda. Pemerkosaan selalu menjadi bagian dari proses tersebut,” katanya.
Bahkan, kata Mohan, Amnesty International menyindir dengan begitu menohok melalui ungkapan bahwa tubuh perempuan adalah bagian dari medan pertempuran. Pemerkosaan dan pelecehan seksual bukan insiden atau ketidaksengajaan dalm perang, tetapi juga ada yang menjadikannya sebagai sapah satu strategi militer yang dilakukan secara sengaja dan sadar.
“Kami melihat bagaimana beberapa siswi yang diselamatkan usai diculik kelompok Boko Haram di Nigeria lebih memilih meninggalkan desa mereka karena malu,” tulis Mohan.
Di akhir tulisannya, Mohan menuntut agar hukum pidana internasional diimplementasikan secara ketat melalui perubahan yang sistemis.
“Sebab, laki-laki yang selamat dari perang akan dianggap sebagai pahlawan. Sedangkan perempuan akan tetap menjadi pesakitan, terlupakan, lalu diam-diam menghilang menuju matahari yang terbenam,” pungkasnya.