Ikhbar.com: Presiden Ke-4 RI, KH Abdurrahman Wahid atau karib disapa Gus Dur menjadi sosok yang paling penting untuk diteladani di tengah identitas dan latar belakang masyarakat Indonesia yang beragam.
Demikian disampaikan Menteri Agama (Menag) Periode 2014-2019, Dr. KH Lukman Hakim Saifuddin saat menjadi pembicara kunci dalam Gus Dur Memorial Lecture, di Kompleks Kampus Transformatif ISIF Cirebon, Jawa Barat, Rabu, 20 September 2023, malam.
“Gus Dur bukan sosok kemarin sore. Telah puluhan tahun beliau selalu berada di tengah masyarakat, khususnya yang marginal atau dilemahkan, terpasung, tidak terpenuhi kebutuhannya, atau pun di tengah kelompok-kelompok minoritas,” kata Kiai Lukman.
Kekhasan Gus Dur
Menurut putra Menag Ke-9 RI, KH Prof. KH Saifuddin Zuhri itu, Gus Dur memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan tokoh selevel lainnya. Tidak hanya berpengetahuan dan memiliki wawasan yang luas, tetapi juga Gus Dur adalah sosok yang telah selesai dengan dirinya sendiri.
“Inilah yang khas, karena beliau telah selesai dengan dirinya sendiri. Ini yang sulit kita teladani,” ungkapnya.
Atas pencapaian itu, maka wajar jika Gus Dur tampak bisa bekerja serta memberikan pengabdian bagi masyarakat dan bangsa Indonesia secara lebih tulus.
“Beliau sudah tidak lagi punya interest atau pamrih. Bahkan, berdasarkan kisah dari putri-putrinya, beliau itu tidak pernah pegang uang,” kata Kiai Lukman.
“Ini yang kemudian menjadi modal besar munculnya keberanian pada diri beliau. Ketika kita masih memiliki banyak keinginan, banyak pertimbangan, Gus Dur tidak. Sehingga semua potensi, energi, dan waktu yang beliau miliki secara keseluruhan dipersembahkan bagi sesamanya, demi kemanusiaan,” sambungnya.

Baca: Doa Buya Husein yang Menyentuh Hati dalam Peringatan Haul Gus Dur
Kemampuan beragama
Dalam bidang agama, menurut Kiai Lukman, pengetahuan Gus Dur sudah barang tentu tidak bisa diragukan lagi. Gus Dur terlahir dari keluarga dan lingkungan dengan sistem keagamaan yang ketat. Oleh karenanya, Gus Dur mampu memahami Islam secara lebih mendalam.
“Gus Dur mengajarkan bahwa ajaran agama bisa dibedakan ke dalam dua klasifikasi. Pertama, ajaran agama sebagai inti, pokok, universal atau yang biasa disebut kalangan Islam dengan wilayah ushuliyah atau kulliyah. Pada wilayah ini, ajaran agama harus selalu diyakini sebagai kebenaran oleh siapa pun,” katanya.
Wilayah universal itu mencakup prinsip-prinsip memanusiakan manusia, membangun kemaslahatan bersama, menegakkan keadilan, persamaan di muka hukum, menjaga kelestarian lingkungan, saling berbagi, dan prinsip-prinsip kemanusiaan lainnya.
“Kemudian, kedua, ada juga ajaran agama yang kategori cabang, partikular, furu’iyah atau juz’iyah,” katanya.
Dalam kategori cabang ini, menurut Kiai Lukman, tidak semua manusia memiliki pemahaman dan cara pandang yang sama.
“Bahkan oleh sesama penganut agama yang sama, belum tentu diakui kebenarannya secara mutlak. Di level ini, pandangan orang bisa berbeda-beda. Di wilayah inilah dogma, doktrin, ketentuan ibadah, dan sejenisnya berada,” ujarnya.
Penulis Moderasi Beragama: Tanggapan atas Masalah Kesalahpahaman, Tuduhan, dan Tantangan yang Dihadapinya (2022) itu menegaskan, Gus Dur memiliki kemampuan yang kuat untuk memilah dan memisahkan antara yang pokok dan cabang dari ajaran agama tersebut.
“Terhadap yang cabang, Gus Dur dengan begitu bijak selalu mengajak kita untuk membangun kemampuan menghargai perbedaan. Gus Dur berpesan, jangan punya obsesi untuk menyeragamkan wilayah ini,” katanya.
“Tapi terhadap ajaran yang inti, Gus Dur sangat care, fokus, dan menekankan agar jangan sampai diingkari atas alasan apapun. Tidak ada satu pun faktor pembenaran yang dibolehkan menyimpang dafi inti ajaran agama itu sendiri,” sambung dia.
Selain itu, jelas Kiai Lukman, Gus Dur memahami bahwa beragama itu terdiri dari wilayah imani dan amali.
“Gus Dur punya pemahaman bahwa beragama itu terdiri dari forum internum (pengakuan batin personal) dan eksternum (berhubungan dengan orang lain),” katanya.
Di wilayah internum, Gus Dur sangat menghargai bahwa memiliki kewenangan penuh untuk beriman atau tidak, taat maupun tidak. Sementara di wilayah eksternum, manusia harus menghormati keberadaan identitas dan latar belakang manusia yang beragam.
“Maka, ketika Gus Dur bersinggungan dengan di wilayah imani, beliau tidak terlalu mengurusi. Gus Dur meyakini di wilayah ini manusia akan langsung berurusan dengan Tuhannya,” kata Kiai Lukman.
Baca: Pernyataan Sikap Gusdurian atas Kekerasan di Pulau Rempang
Gus Dur Memorial Lecture merupakan kegiatan tahunan yang digelar Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan Gusdurian. Untuk kali ini, kegiatan yang mengulas gagasan dan inspirasi dari kehidupan dan pemikiran Gus Dur ini digelar di empat titik.
“Yakni di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang, UIN Sayyid Ali Rahmatullah, Tulungagung, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, dan ISIF Cirebon,” kata Koordinator Seknas Jaringan Gusdurian, Jay Ahmad.
Menurut Jay, acara tersebut bukan dalam rangka membesar-besarkan nama Gus Dur atau memakai nama besarnya untuk kepentingan tertentu.
“Tetapi untuk terus menggali dan meneladani gagasan dan gerakan Gus Dur yang telah mampu memberikan kemaslahatan bagi bangsa Indonesia,” katanya.