Ikhbar.com: Pendakwah yang terlalu mengandalkan humor berlebihan atau bahkan mencaci maki dalam menyampaikan pesan agama dinilai bisa kehilangan efektivitas dakwah. Hal tersebut disampaikan KH Ahmad Zuhri Adnan, penceramah populer asal Cirebon, Jawa Barat, dalam program Sinikhbar | Siniar Ikhbar, bertajuk “Metodologi Dakwah Kiai Zuhri” di Ikhbar TV.
Menurut Kiai Zuhri, sapaan akrabnya, pendekatan adalah kunci utama dalam berdakwah. Ia menegaskan bahwa seni dakwah bukan hanya soal materi, tetapi juga cara menyampaikannya.
Humor memang bisa digunakan sebagai instrumen dakwah, tetapi tetap harus proporsional dan dibingkai dalam nilai-nilai keislaman yang santun dan mendidik.
“Bercanda dalam dakwah itu boleh, tapi harus ada batasannya. Jangan sampai ifrath (berlebihan), jangan mudawamah (terus-menerus), jangan vulgar, dan yang paling penting, jangan menyerang secara personal,” ujar Kiai Zuhri dalam tayangan tersebut, dikutip Senin, 2 Juni 2025.

Baca: 3 Trik agar Konten Ceramah Disukai Jemaah
Pengasuh Pondok Pesantren Ketitang Cirebon itu juga tak memungkiri adanya sejumlah dai yang menempuh jalur qaulan adzima, yakni gaya retorika yang mengandung unsur makian. Kiai Zuhri memastikan, pola ini cepat atau lambat pola seperti ini bisa mengakibatkan seorang penceramah ditinggalkan oleh jemaah yang sehat akalnya.
“Kalaupun tetap dikerumuni, biasanya jemaahnya memiliki karakter dan niat yang serupa,” katanya.
Kiai Zuhri mengingatkan bahwa Rasulullah Muhammad Saw dikenal dengan cara bicara yang jawami’ al-kalim, yakni jelas, padat, berbobot, dan menyejukkan. Bahkan dalam bercanda pun, Nabi Saw selalu membingkainya dengan dalil, hikmah, dan argumen ketakwaan.
Dewan Pakar Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon itu mencontohkan kisah ketika Nabi Saw bercanda dengan seorang nenek yang bertanya apakah orang tua bisa masuk surga. Nabi menjawab bahwa di surga tidak ada orang tua, kemudian menjelaskan maksudnya dengan ayat Al-Qur’an yang menyebut semua penghuni surga akan dikembalikan ke usia muda.
Allah Swt berfirman:
اِنَّآ اَنْشَأْنٰهُنَّ اِنْشَاۤءًۙ. فَجَعَلْنٰهُنَّ اَبْكَارًاۙ
“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari itu) secara langsung, lalu Kami jadikan mereka perawan-perawan.” (QS. Al-Waqi’ah: 35-36)
Dalam pengalaman berdakwah lebih dari 15 tahun di berbagai daerah, Kiai Zuhri juga menekankan pentingnya membaca konteks audiens, baik dari sisi geografis, sosial-budaya, hingga psikologis. Baginya, pendekatan kepada masyarakat kota tentu berbeda dengan masyarakat desa, sebagaimana pendekatan terhadap komunitas Jawa berbeda dengan komunitas Sunda.
“Inti dakwah itu pendekatan. Kalau sudah dekat, jangankan disuruh benar, disuruh salah pun mau,” kata dia.
Baca: Pendekatan Adalah Kunci, Strategi Dai ala Kiai Zuhri
Sebagai penutup, Kiai Zuhri menyampaikan bahwa kekuatan dakwah tidak semata-mata ada pada kelucuan atau kejenakaan dai, melainkan pada tiga hal, kedalaman materi, konteks yang tepat, dan penyampaian yang menyegarkan tetap tidak melanggar etika.
“Jangan mengandung bullying (perundungan) dan menyerang (menghina) personal,” pungkasnya.