Sepinya Teladan di Tengah Kemacetan Jalan

Ilustrasi kemacetan jalan. Dok wahanahonda

Ikhbar.com: Pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur, Kiai M. Faizi menegaskan, bangsa Indonesia saat ini mengalami krisis keteladanan. Problem itu kian tampak jelas ketika melihat karakter para pengguna jalan.

Menurutnya, banyak pengendara yang tidak sungkan dan malu melakukan pelanggaran lalu lintas. Padahal, mentaati aturan dan rambu-rambu merupakan bagian dari ajaran Islam.

Pemerhati fikih safar yang kerap disapa Kiai Faizi itu menjelaskan, ketaatan terhadap rambu-rambu lalu lintas itu sesuai dengan amanat QS. An-Nisa: 59 untuk mentaati ulil amri (pemerintah/otoritas terkait). Allah Swt berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunah), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

“Tapi, bagaimana, tingkat kepercayaan masyarakat ke pihak kepolisian sebagai ulil amri-nya juga terus merosot karena banyaknya oknum yang tidak bisa dijadikan teladan,” katanya, dalam Hiwar Ikhbar bertema “Fikih Lalu Lintas: Tertib dan Aman di Perjalanan,” pada Sabtu, 6 Mei 2023.

Kesemrawutan pengguna di jalanan Indonesia itu, bahkan tidak terpengaruh atas level pendidikan maupun tingkat kesalehan seseorang. Ketika di jalanan, sebagian orang lebih gampang memunculkan wajah aslinya sebagai seseorang yang egois dan individualistis.

“Oleh karena itu, kemarin saya menulis, rapor Ramadan seseorang itu jangan diukur dari ibadah personalnya saja, tapi coba kita introspeksi ketika berada di jalanan? Tadarus, tarawih, oke tidak pernah ditinggal, tetapi ketika soal lalu lintas, kita ngawur juga,” katanya.

Menurut penulis Safari: Buku Saku Perjalanan (2020) tersebut, tidak sedikit pengendara di Indonesia yang menganggap bahwa ketaatan terhadap rambu lalu lintas tidak bernilai ibadah.

“Kita sering menganggap menyerobot itu tak apa-apa. Padahal, bisa jadi, itu melanggar al-huquq al-murur (hak-hak perlintasan orang lain) yang dilarang dalam Islam,” kata Kiai Faizi, sapaan akrabnya.

Begitu pula dengan problem kemacetan yang biasa ditemukan di kota-kota besar. Menurut Kiai Faizi, hal itu bersumber dari keumuman mindset (pola pikir) pengendara yang keliru, terutama terhadap kesan penggunaan fasilitas angkutan umum.

Mindset kita, harus punya mobil pribadi. Ditambah karena memang faktanya sarana transportasi publik tidak memadai. Berebeda dengan di Singapura, misalnya, banyak orang kaya tidak punya mobil, karena biaya parkir mahal, dan sarana transportasi umum sangat memadai,” ungkapnya.

Keteladanan di jalanan itu kian langka seiring menjamurnya kasus arogansi pengendara di jalanan. Belakangan, banyak orang terlibat cekcok, pengancaman, bahkan aksi koboi dengan menodongkan senjata.

“Padahal, prinsip penting yang harus diterapkan di jalanan itu satu, mengalah,” pungkasnya.

Baca artikel kami lainnya di Google News.