Ikhbar.com: Halalbihalal bukan hanya momentum saling memaafkan. Di tangan orang-orang kreatif, peristiwa ini bisa menjadi ruang menyambung bukan sekadar hati, tetapi juga gagasan. Inilah semangat yang diangkat dalam Halalbihalal Keluarga Besar Ikhbar Group yang digelar di Kantor Redaksi Ikhbar.com, Cirebon, Sabtu, 12 April 2025.
CEO PT. Ikhbar Metamesta Indonesia (Ikhbar Group), KH Sobih Adnan menyampaikan bahwa silaturahmi seharusnya dimaknai lebih luas ketimbang sekadar seremonial. Ia menyebut silaturahmi sebagai jembatan pikiran yang menghubungkan akal, logika, imajinasi, dan seterusnya.
“Bukan sekadar maaf-maafan, halalbihalal adalah peristiwa jiwa. Ia mengingatkan kita bahwa yang paling mahal dalam hidup ini bukan ide, bukan karya, bukan pencapaian. Tapi, hubungan. Silaturahmi,” ungkapnya.
“Silaturahmi itu bukan hanya soal hati ke hati, tapi juga ide ke ide. Bukan hanya menyambung hubungan manusia, tapi menghubungkan logika dengan imajinasi,” lanjut Kiai Sobih.

Baca: Halalbihalal Ikhbar Group, Kiai Zuhri Adnan: Akhlak Bukan hanya Urusan Pribadi
Sesekali berpikir menyamping
Lateral thinking alias berpikir lateral menjadi pusat pembahasan Kiai Sobih. Dia menyebutkan, berpikir semacam ini bukan sekadar kreatif, tetapi juga strategis. Metode ini tidak mendaki atau menurun seperti logika konvensional, tapi justru menyamping, melompat dari satu ide ke ide lain yang tidak saling berkaitan secara langsung.
“Dalam logika biasa, pertanyaan dicari jawabannya. Dalam logika lateral, jawaban bisa mendahului pertanyaannya,” katanya.
Kiai Sobih menyebut Edward de Bono sebagai sosok penting di balik konsep berpikir tersebut. De Bono, seorang psikolog dan penulis asal Malta, menghabiskan hidupnya menjelajah dunia, memperkenalkan metode berpikir menyamping kepada para pemimpin negara, pebisnis, dan pendidik.
Dia juga mencontohkan kisah Ali bin Abi Thalib, yang berani belajar dari siapa pun, termasuk dari musuh debat. Menurutnya, keberanian membuka cakrawala belajar tanpa melihat identitas adalah ciri utama dari lateral thinking dalam tradisi keilmuan Islam.
“Tradisi ini terus berlanjut di kalangan ulama fikih. Salah satu contohnya adalah pembahasan wudu bagi orang yang tidak memiliki lengan atau tangan. Bukan karena kasusnya nyata, tetapi karena daya imajinasi dan logika hukum yang dikombinasikan secara radikal dan kreatif,” katanya.
“Fikih, misalnya, itu bukan hanya reaksi atas realitas. Namun, juga antisipasi atas kemungkinan. Dan kemungkinan lahir dari imajinasi,” jelasnya.
Kiai Sobih menyebut ini sebagai “logika tak langsung.” Yakni, ketika hukum bisa dirumuskan berdasarkan bayangan yang belum pernah ada. Inilah bentuk paling tajam dari kreativitas dalam kerangka syariat.
Dalam forum tersebut, Kiai Sobih mendorong agar halalbihalal tidak hanya berisi maaf, tapi juga berisi rencana-rencana liar untuk pemecahan masalah dan menaikkan nilai.
“Kalau ide Anda terasa aman, bisa jadi itu bukan ide. Bisa jadi itu hanya adaptasi,” ujarnya.
Kiai Sobih mengajak keluarga Ikhbar Group untuk meningkatkan kreativitas melalui tiga kebiasaan utama para pemikir lateral, yakni random entry (menghubungkan problem/target dengan kata acak), provokasi, serta challenge assumption (menggugat asumsi).
“Yang challenge assumption, misalnya, asusmsi umumnya kan bahwa dakwah atau ceramah itu harus dilakukan oleh ustaz, dai, atau orang-orang yang dianggap mumpuni di bidang agama. Bisa saja kita sesekali uji dengan konten berisikan ceramah/nasihat dari tukang parkir, pedagang, sopir, dan lainnya. Jangan remehkan mereka, inspirasi, hidayah, dan segala sesuatu yang menggugah itu kita tidak bisa terka dari mana datangnya,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa Ikhbar Group harus menjadi rumah bagi ide-ide gila yang tetap berpijak pada nilai.
“Karena nilai tanpa imajinasi akan kaku, dan imajinasi tanpa nilai akan liar,” simpulnya.

Baca: Sahabat Nabi Paling Pemberani, Abu Bakar atau Ali?
Menghubungkan yang tidak terpikir
Menurut Kiai Sobih, ada tiga modal utama dalam membangun kreativitas. Yaitu logika, pengalaman, dan keberanian menyamping. Ketiganya harus menyatu dalam ruang silaturahmi agar menjadi gerakan bersama.
“Berpikir berbeda itu seperti menyambung kabel ke colokan yang tidak cocok. Kadang meletup, kadang menyala. Tapi setidaknya, kita tahu energi itu masih hidup,” ucapnya.
Silaturahmi yang sejati, katanya, tidak hanya membuat orang damai, tetapi juga membuat orang berani. Karena damai itu istirahat, sementara berani itu bertindak.
Di hadapan seluruh elemen unit Ikhbar Group, termasuk Ikhbar.com, Ikhbar TV, Ikhbar Academy, hingga Sewa Podcast Cirebon, Kiai Sobih mengajak seluruh tim untuk membayangkan ulang semua rutinitas dengan kacamata kreatif. Dari menulis berita, memproduksi podcast, hingga menyusun program.
“Kita sudah cukup lama berjalan lurus. Mungkin sekarang saatnya kita melompat ke samping,” tutupnya.