Biang Kerok Terbit dan Tenggelamnya Tradisi Riset Islam di Masa Ottoman

Namun, keberhasilan itu tidak bertahan lama. Pada 1580, observatorium dihancurkan.
Ilustrasi riset astronomi dan terobosan pengobatan medis berbasis terapi musik di masa Kesultanan Ottoman. Olah Digital oleh IKHBAR

Ikhbar.com: Pada abad ke-16, seorang astronom Kesultanan Ottoman bernama Takiyeddin al-Rasid membuat jam mekanik yang mampu membagi waktu hingga hitungan detik. Dengan alat itu, ia menghitung gerakan matahari dan menemukan hasil yang lebih presisi dibandingkan astronom Eropa ternama, Tycho Brahe.

“Observasi Takiyeddin jauh lebih presisi daripada pengamatan Tycho Brahe, bahkan beberapa instrumen yang digunakan di Istanbul lebih maju dari perangkat yang dimiliki ilmuwan Denmark itu,” tulis peneliti sekaligus Direktur Departemen Warisan di The British Muslim Heritage Centre (BMHC) Manchester, Inggris, Salim Ayduz dalam Science and Related Institutions within the Ottoman Administration during the Classical Period (2004), dikutip Senin, 15 September 2025.

Namun, pada 1580, observatorium megah yang ia pimpin di Istanbul dihancurkan atas perintah Sultan Murad III, setelah keluarnya fatwa keagamaan. Tradisi riset dan ilmu pengetahuan yang sempat menjulang itu runtuh seketika oleh intrik politik dan tafsir agama.

Baca: Teladan Pendidikan Era Ottoman

Jejak keilmuan medis

Ottoman mendirikan lembaga kesehatan yang terstruktur, mulai dari Hekimbaşı (Kantor Kepala Dokter), Şifâhâneler (rumah sakit wakaf), hingga Madrasah atau Universitas Kedokteran Süleymâniye.

Menurut catatan arsip Topkapi (TSMA No. E.668), Kantor Kepala Dokter pertama kali muncul pada masa Sultan Bayezid II. Kepala dokter pertama yang tercatat adalah Izmitli Mehmed Muhyiddin Efendi (w. 1504). Tugas mereka tidak hanya melayani istana, tetapi juga mengawasi seluruh tenaga medis di kesultanan.

Hekimbaşı bertugas memilih, mengawasi, serta memberi izin praktik bagi semua dokter dan ahli bedah, Muslim maupun non-Muslim, di wilayah Ottoman,” tulis Ayduz.

Beberapa kepala dokter bahkan menulis karya ilmiah penting. Misalnya, Sâlih bin Nasrullah (w. 1671) yang menerjemahkan karya Paracelsus ke dalam bahasa Turki dan memperkenalkan konsep tibb-i cedid atau kedokteran baru. Ada pula Hayâtizâde Mustafa Feyzi Efendi (w. 1692) yang menulis risalah medis dalam bahasa Turki yang berpengaruh pada zamannya.

Baca: Alkimia, bukan Kimia, Cara Barat Singkirkan Peran Ilmuwan Islam

Rumah sakit dan terapi musik di Edirne

Şifâhâneler, rumah sakit wakaf di bawah pengawasan kepala dokter, berfungsi tidak hanya untuk pengobatan fisik, tetapi juga mental. Salah satu yang paling termasyhur adalah Darüşşifa Bayezid II di Edirne, didirikan tahun 1488.

Evliya Çelebi dalam Seyahatnâme mencatat, pasien gangguan jiwa di sana dirawat dengan terapi musik. Arsitekturnya yang megah juga mengilhami pembangunan rumah sakit di Eropa.

“Rumah sakit ini menunjukkan betapa serius perhatian Ottoman pada kesehatan jiwa, jauh sebelum Eropa mengenal konsep psikiatri modern,” tulis Ayduz.

Tradisi ini melanjutkan warisan Seljuk dan Abbasiyah yang membangun bimaristan sebagai pusat layanan kesehatan sekaligus pendidikan kedokteran. Di Ottoman, pola tersebut bertahan hingga abad ke-19 sebelum digantikan sistem rumah sakit modern bergaya Barat.

Baca: 5 Dokter Perempuan Berpengaruh di Masa Nabi

Universitas Kedokteran Süleymâniye

Pada 1555, Sultan Süleyman al-Qanuni mendirikan Madrasah Kedokteran Süleymâniye sebagai sekolah kedokteran pertama Ottoman. Pendidikan medis di sini disusun sistematis: teori diajarkan di madrasah, sementara praktik dilakukan di rumah sakit dalam kompleks yang sama.

Menurut Süleymaniye Vakfiyesi (1562), kampus ini memiliki delapan mahasiswa (dânişmend) dan seorang guru utama. Kitab Al-Qanun fi al-Tibb karya Ibnu Sina diyakini menjadi teks utama, ditambah anatomi dan praktik klinis.

Lulusan Süleymâniye tidak hanya menjadi dokter, tetapi juga bisa naik menjadi qadi (hakim) atau pejabat tinggi. Beberapa bahkan diangkat sebagai Hekimbaşı istana.

“Dengan berdirinya madrasah ini, kedokteran Ottoman memasuki tahap pendidikan terlembaga yang memisahkan teori dari praktik,” catat Ayduz.

Kampus dan Masjid Suleymaniye. Dok LETSGOISTANBUL

Baca: Nama-nama Bintang Sumbangan Astronomi Islam

Menatap langit astronomi

Selain kedokteran, Ottoman juga membangun tradisi kuat di bidang astronomi. Munajjimbashi (Kantor Kepala Astronom) bertugas menyusun kalender resmi, menentukan waktu ibadah, hingga membuat ramalan politik. Dari lembaga ini pula lahir jaringan Muvakkithane atau rumah penentu waktu yang tersebar di masjid-masjid besar.

Evliya Çelebi menyebut Muvakkithane Bayezid di Istanbul sebagai yang paling presisi dalam pengukuran waktu. Di sinilah astronom mengajar dasar-dasar ilmu falak sekaligus melatih generasi baru pengamat langit.

Puncak pencapaian astronomi Ottoman terjadi saat Sultan Murad III mendukung pembangunan Observatorium Istanbul pada 1577.

Politik, agama, dan runtuhnya ilmu pengetahuan

Takiyeddin al-Rasid, lahir di Damaskus tahun 1526, adalah tokoh kunci. Ia meyakinkan Sultan Murad III bahwa tabel astronomi Ulugh Beg mengandung kesalahan dan perlu diperbaiki melalui observasi baru. Sultan kemudian mendanai pembangunan observatorium di Tophane, Istanbul.

Dengan staf 16 orang dan instrumen canggih, termasuk jam mekanik karyanya sendiri, Takiyeddin melakukan pengamatan Matahari, Bulan, dan komet 1578. Hasilnya mencengangkan. Ia menghitung kemiringan ekliptika 23°28’40”, hampir sama dengan nilai modern 23°27′. Ia juga mencatat pergerakan apogee Matahari dengan presisi 63 detik per tahun, lebih akurat daripada Copernicus (24 detik) maupun Tycho Brahe (45 detik).

Namun, keberhasilan itu tidak bertahan lama. Pada 1580, observatorium dihancurkan.

Menurut sejarawan Aydin Sayili dalam The Observatory in Islam (1960), alasan resminya adalah fatwa Syekh al-Islam yang menyebut pengamatan bintang membawa bencana. Meski demikian, faktor politik dan intrik istana diyakini lebih berpengaruh.

Kisah penutupan observatorium Istanbul memperlihatkan dilema abadi ketika ilmu berhadapan dengan kekuasaan dan tafsir agama. Padahal, catatan Takiyeddin membuktikan bahwa dunia Islam pernah berada di garis depan astronomi global.

“Kelembagaan ilmu di Ottoman sering lahir dari kebutuhan praktis: kesehatan masyarakat, kalender ibadah, legitimasi politik, tetapi bisa lenyap ketika kebutuhan itu dianggap selesai atau mengganggu stabilitas,” pungkas Ayduz.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.