Ikhbar.com: Hari Raya Idulfitri selalu menghadirkan kegembiraan di benak umat Islam. Bahkan, sebagian besar Muslim menyebutnya sebagai hari kemenangan setelah berpuasa sebulan penuh selama Ramadan.
Lantas, bagaimana pesan Idulfitri bisa dimaknai sebagai pendorong dalam meningkatkan ibadah sosial? Berikut adalah sekelumit hasil wawancara tim redaksi Ikhbar.com dengan Pengasuh Asrama Al-Nashr Al-Manshur, Pondok Pesantren KHAS Putri Kempek, Cirebon, Jawa Barat, Ny. Hj. Tho’atillah Ja’far.
Menurut Nyai Tho’ah, Idulfitri merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari keagungan bulan suci Ramadan. Sejak awalnya, meskipun dalam hadis qudsi disebutkan bahwa Allah Swt menjadikan ibadah puasa Ramadan sebagai bentuk persembahan khusus hanya untuk-Nya, akan tetapi puasa Ramadan merupakan ibadah yang secara gamblang mengekspresikan umat Islam atas kepedulian terhadap sesama.
“Melalui puasa, sedikit banyaknya kita turut merasakan menjadi orang-orang yang lapar, yang kekurangan. Setelah itu, disambung dengan adanya perintah kewajiban berzakat, tepatnya zakat fitrah. Ini juga sebagai bentuk lanjutan kepedulian kita terhadap nasib sesama,” kata Nyai Tho’ah, Senin, 8 April 2024.
Baca: [Indana] Makna Fitri Bukan Suci, Apalagi Kosong
“Jadi, jelas, Idulfitri semestinya mampu meningkatkan kepedulian sosial kita. Tidak hanya dengan menyalurkan zakat, tetapi juga berbagi kegembiraan dan terus bertekad menebar kedamaian,” sambung istri KH Ahmad Zaini Dahlan tersebut.
Baca: Nyai Tho’ah Kempek: Kebersihan Lingkungan Sumbang Kekhusyukan Ramadan
Kepedulian sosial adalah tanda kelulusan
Di sisi lain, Nyai Tho’ah menyebut, banyak ulama bersepakat bahwa Ramadan adalah madrasah yang mampu mendidik manusia tentang segala hal. Di antaranya adalah tentang kesabaran, kejujuran, dan kepedulian terhadap sesama.
“Jika Ramadan diartikan sebagai madrasah, berarti ada siswa yang lulus dan tidak lulus setelah dihadapkan dengan berbagai soal ujian. Yang lulus itulah yang akan mampu menjadikan Idulfitri sebagai pengokoh fondasi kepedulian sosial yang dimilikinya hingga tak pernah goyah, bergeser, apalagi runtuh di hari-hari setelah Ramadan,” ungkapnya.
Penulis “Dakwah Ekologi: Buku Panduan Penceramah Agama tentang Akhlak pada Lingkungan (2022) itu juga mengingatkan bahwa yang digaungkan dalam perayaan Iduladha adalah takbir. Menurutnya, kalimat suci “Allahu Akbar” (Allah Maha Besar) adalah sebentuk ikrar keimanan umat Islam bahwa tidak ada yang lebih agung, lebih penting, lebih berkuasa, dan lebih segala-galanya ketimbang Allah Swt.
“Dengan meyakini dan memahami secara benar filosofi tersebut, niscaya kita akan menjadi orang-orang yang rendah hati, saling membutuhkan, dan terus saling menasihati di jalan kesabaran dan kebenaran,” katanya.
“Jadi, ‘takbiran’ merupakan sirene yang mengingatkan kita tentang pentingnya kepedulian sosial,” sambung Nyai Tho’ah.
Baca: 30 Ucapan Selamat Idulfitri dalam Bahasa Arab dan Artinya, Cocok untuk WA dan Medsos (1)
Tulus dan tanpa pamrih
Menurut Nyai Tho’ah, bulan Ramadan bisa menumbuhkan kesemangatan ibadah seseorang, bisa jadi karena adanya janji bahwa setiap amal baik yang dilakukan akan mendapat ganjaran atau pahala yang berlipat ganda dari Allah Swt.
“Setelah Idulfitri dan mendalami betapa agungnya kalimat ‘Allahu Akbar,’ semestinya kita bisa menyadari bahwa pahala atau imbalan dalam bentuk apapun bukanlah segala-galanya. Yang jauh lebih penting dari itu adalah keridaan Allah Swt. Jadi, tunaikanlah peran dan tugas penghambaan kita kepada Allah Swt, baik melalui ibadah personal maupun sosial, dengan tulus ikhlas dan tanpa pamrih,” katanya.
Jika seorang Muslim meyakini bahwa Islam akan selalu “shalih likulli zaman wa al-makan” (Relevan di setiap waktu dan tempat), lanjut Nyai Tho’ah, maka seseorang juga harus meyakini bahwa apa-apa yang dikandung di dalamnya bermakna serupa.
Menurutnya, ibadah yang dilakukan selama Ramadan sama baiknya untuk terus dikerjakan di bulan-bulan berikutnya. Amal kebaikan yang kita lakukan selama bulan puasa, tentu sama baiknya dengan apa yang akan kita lakukan setelah Lebaran.
“Teruslah berbuat baik, kepada Allah Swt, kepada sesama manusia, serta kepada lingkungan dan dan alam, karena sejatinya itulah yang menjadi pesan dasar ajaran Islam,” katanya.
Nyai Tho’ah mengungkapkan, salah satu bentuk kebaikan non-materi yang sering dilupakan seorang Muslim adalah saling menasihati di jalan kesabaran dan kebaikan.
“Prinsip yang diambil dari penggalan akhir QS. Al-Asr itu sebenarnya merupakan salah satu petunjuk bagi kita agar menjadi baik dalam pandangan Allah Swt, maupun sesama manusia. Saling menasihati di dua hal itu adalah bentuk dasar dari segala prinsip kepedulian sosial dalam Islam,” pungkas Nyai Tho’ah.