Ikhbar.com: Tahapan Pemilu 2024 sudah memasuki masa kampanye. Para kontestan baik calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) serta calon anggota legislatif diberi kesempatan untuk menyosialisasikan visi-misinya hingga 10 Februari 2024 mendatang.
Untuk mengatur ketertiban masa kampanye, pemerintah melalui Undang-undang Pemilu tahun 2017 telah mengatur hal-hal yang tidak boleh dilakukan para kontestan. Tata tertib tersebut tertuang dalam Pasal 280.
Baca: Cocokologi Ayat Al-Qur’an dalam Politik Berpotensi Perkeruh Suasana
Dilarang merusak persatuan
Beberapa poin larangan saat berkampanye sejatinya telah tertuang di dalam Al-Qur’an. Misalnya, larangan melakukan kegiatan kampanye yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam QS. Ali Imran: 105, Allah Swt berfirman:
وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ تَفَرَّقُوْا وَاخْتَلَفُوْا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْبَيِّنٰتُ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ ۙ
“Janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang sangat berat.”
Di dalam Tafsir Al-Mishbah, Prof. KH Muhammad Quraish Shihab menegaskan, orang beriman yang menjaga kesatuan maka ia akan mendapat kenikmatan dunia akhirat.
“Orang beriman yang selalu menghindari perpecahan merupakan orang beruntung. Sedangkan orang-orang yang tidak beriman dan berselisih akan celaka dan mendapatkan malapetaka di dunia dan akhirat,” tegas Prof. Quraish.
Tidak boleh rasis dan menyinggung SARA
Berikutnya, aturan kampanyen Pemilu juga melarang menghina seseorang, baik menyangkut suku, agama, ras, antar-golongan (SARA), yang bersinggungan dengan calon dan/atau peserta pemilu yang lain. Hal tersebut telah disinggung dalam QS. Al-Hujurat: 11. Allah Swt berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim.”
Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Azim menjelaskan, melalui ayat tersebut Allah melarang seseorang untuk mengolok-olok orang lain, yakni mencela dan menghinakan mereka.
“Orang-orang yang mengolok dan mencela orang lain, baik laki-laki dan perempuan, maka mereka itu sangat tercela dan terlaknat,” tegas Imam Ibnu Katsir.
Ia menegaskan, mengolok-olok orang lain merupakan tindakan yang dihukumi haram. Sebab bisa jadi orang yang direndahkan justru lebih terhormat dan dicintai Allah.
“Siapa pun yang melakukan hal itu, maka harus bertobat agar tidak tergolong sebagai orang zalim,” tegasnya.
Baca: Kampanye Pilpres Berbalut Kebaikan ala Al-Qur’an
Jangan adu domba
Dalam UU Pemilu juga disebutkan bahwa kontestan dilarang untuk menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat. Larangan tersebut telah lama diatur dalam QS. Al-Qalam: 10-11. Allah Swt berfirman:
وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَّهِيْنٍۙ هَمَّازٍ مَّشَّاۤءٍۢ بِنَمِيْمٍۙ
“Janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah lagi berkepribadian hina, suka mencela, (berjalan) kian kemari menyebarkan fitnah (berita bohong),”
Imam Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Ali Al-Wahidi An-Naisaburi dalam Tafsir al-Basith menyebutkan, ayat tersebut menjelaskan bahwa orang yang menyebarkan fitnah atau adu domba akan mendapatkan dosa dan hukuman di akhirat. Kelak mereka akan dimasukkan ke dalam neraka Jahanam.
“Orang seperti ini akan menyebarkan berita bohong atau fitnah tentang seseorang kepada orang lain, dengan tujuan untuk memecah belah di antara sesama anak manusia,” jelas Imam Al-Wahidi.
Menurutnya, adu domba dengan menyebarkan kabar bohong merupakan perbuatan yang dapat menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat, seperti perpecahan, kebencian, dan permusuhan.
Saat melangsungkan kampanye politik, para kontestan juga dilarang untuk mengganggu ketertiban umum. Anjuran tersebut seperti yang tercantum dalam QS. Ali Imran: 104. Allah Swt berfirman:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar.) Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Imam Al-Qurthubi dalam Tafsir al-Jami li Bayan al-Qur’an menjelaskan, ayat amar ma’ruf dan nahi munkar pada dasarnya tidak terkhususkan kepada umat Islam saja.
Menurutnya, pada ayat lain dijelaskan bahwa perintah untuk mengajak kepada kebaikan dan menolak kerusakan dialami juga umat sebelumnya.
“Meski demikian memang tidak disebutkan secara spesifik siapa umat terdahulu ini,” jelasnya.
Sementara itu, Syekh Nawawi Banten dalam Tafsir al-Munir fi Ma’alim al-Tanzil mengatakan, orang yang mengajak untuk melakukan perkara yang batil atau merugikan maka ia termasuk orang yang bodoh.
“Sesungguhnya orang yang bodoh terkadang malah mengajak kepada perkara yang batil,” jelas Syekh Nawawi.
Hindari kekerasan
Selanjutnya, larangan selama melakukan kampanye Pemilu ialah mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat.
Dalam Islam, istilah mengancam disebut dengan tahdid. Larangan tersebut tetuang dalam Shahih Sunan Abu Dawud berikut:
لا يحل لمسلم أن يروع مسلما
“Tidak halal bagi seorang muslim untuk menakut-nakuti Muslim yang lain.”
Selain itu, terdapat juga dalam Shahih Bukhari berikut:
لاَ يُشِيْرُ أَحَدُكُمْ إِلَى أَخِيْهِ بِالسِّلاَحِ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى أَحَدُكُمْ لَعَلَّ الشَّيْطَانَ يَنْزِعُ فِي يَدِهِ فَيَقَعُ فِي حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ
“Janganlah seseorang diantara kalian mengacungkan senjata kepada saudaranya karena sesungguhnya kalian tidak tahu bisa jadi setan merenggut (nyawanya) melalui tangannya sehingga mengakibatkannya masuk ke lubang api neraka.”
Sebaliknya, Al-Qur’an menganjurkan seseorang untuk menyelesaikan setiap masalah dengan kepala dingin demi tercapainya solusinya bersama. Hal itu tercantum dalam QS. Al-Isra: 53. Allah Swt berfirman:
وَقُلْ لِّعِبَادِيْ يَقُوْلُوا الَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ كَانَ لِلْاِنْسَانِ عَدُوًّا مُّبِيْنًا
“Katakan kepada hamba-hamba-Ku supaya mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (dan benar). Sesungguhnya setan itu selalu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.”
Dalam Tafsir Kementerian Agama (Kemenag) disebutkan, ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah memberikan perintah kepada Rasulullah Saw agar mengatakan kepada semua hamba-Nya untuk mengucapkan perkataan yang lebih baik pada saat berbicara atau berdebat dengan orang musyrik ataupun yang lainnya.
“Hal itu dilakukan agar mereka tidak menggunakan kata-kata yang kasar dan caci-maki yang akan menimbulkan kebencian, tetapi hendaklah menggunakan kata-kata yang benar dan mengandung pelajaran yang baik,” tulis Tafsir Kemenag.