Ikhbar.com: Kepemimpinan menjadi salah satu pilar utama dalam menjaga kesejahteraan dan stabilitas sebuah negara. Dalam pandangan Islam, peran seorang pemimpin bukan hanya penting, tetapi juga wajib demi menciptakan tatanan sosial yang harmonis dan seimbang. Tanpa kepemimpinan yang efektif, sebuah masyarakat akan rentan dilanda kekacauan dan ketidakstabilan.
Islam telah memberikan perhatian besar pada konsep kepemimpinan. Nabi Muhammad Saw menegaskan tentang pentingnya keberadaan dan peran seorang pemimpin dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam ibadah seperti salat berjemaah, maupun dalam urusan sosial.
Nabi Saw bersabda:
إِذَا كَانَ ثَلاَثَةٌ فِي سَفَرٍ، فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ
“Jika tiga orang bepergian, hendaklah mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpin” (HR. Abu Daud).
Hadis tersebut dengan tegas menunjukkan bahwa Islam menekankan tentang pentingnya kepemimpinan dalam segala skala, mulai dari kelompok kecil hingga negara.
Namun, seperti apakah tanda seseorang patut diamanati sebagai pemimpin? Imam Al-Ghazali, seorang ulama besar dalam sejarah Islam, memberikan panduan yang sangat jelas mengenai ciri dan kualitas yang harus dimiliki seorang pemimpin. Dalam Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali menjelaskan bahwa seorang pemimpin ideal bisa dilihat dari kadar dan kualitasnya terhadal tiga tanda utama, yakni kecerdasan, religiositas, dan moralitas.
Baca: Teman Red Flag yang Wajib Dijauhi menurut Imam Al-Ghazali
Kecerdasan
Menurut Al-Ghazali, kecerdasan adalah salah satu sifat terpenting yang harus dimiliki seorang pemimpin. Namun, kecerdasan yang dimaksud Al-Ghazali tidak hanya terbatas pada pengetahuan duniawi.
Bagi Al-Ghazali intelektual atau kecerdasan yang perlu dimiliki pemimpin ideal adalah makrifat, yakni perpaduan antara ilmu pengetahuan dengan agama yang berujung pada amal dan akhlak.
Dalam Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali menegaskan bahwa sosok pemimpin ideal adalah orang yang cerdas atau yang memiliki pengetahuan dalam berbagai aspek, baik duniawi ataupun ukhrawi. Kecerdasan inilah yang menjadi modal utama kepemimpinan.
Al-Ghazali mengelompokkan kecerdasan akal ke dalam empat kategori:
- Akal sebagai kecerdasan umum yang digunakan manusia sehari-hari
- Akal sebagai pengertian yang berfungsi sebagai pembeda antara yang benar dan yang salah
- Akal yang lahir dari pengalaman dan pengamatan
- Akal sebagai makrifat, atau pengetahuan luar biasa yang membawa seseorang menuju pengenalan akan Tuhan.
Imam Al-Ghazali menekankan bahwa pemimpin harus memiliki akal pada level makrifat, yaitu perpaduan antara ilmu pengetahuan dengan pemahaman spiritual. Kecerdasan ini menjadi landasan dalam membuat keputusan yang bijaksana dan adil, serta memastikan bahwa pemimpin tidak hanya berpikir secara duniawi, tetapi juga mempertimbangkan aspek-aspek ukhrawi dalam kepemimpinannya.
Baca: Tafsir QS. Al-Baqarah Ayat 247: Kriteria Pemimpin Baru
Religiositas
Religiusitas atau keimanan yang mendalam juga menjadi syarat mutlak bagi seorang pemimpin. Dalam pandangan Al-Ghazali, keimanan ini harus tercermin dalam dua aspek, yakni hubungan pribadi dengan Allah Swt melalui ibadah, dan interaksi sosial yang dilandasi oleh nilai-nilai kebaikan.
Keimanan yang kuat memastikan bahwa pemimpin akan selalu bertindak sesuai dengan ajaran Islam, menjunjung tinggi keadilan, dan menghindari tindakan zalim. Religiusitas ini juga memberikan landasan moral yang kokoh, memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil selalu berada dalam kerangka ajaran Islam.
Baca: 5 Doa yang Penting Diamalkan jelang Pilkada 2024
Moralitas
Pilar ketiga yang dijelaskan oleh Al-Ghazali adalah moralitas atau akhlak yang baik.
Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاق
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak (keluhuran budi pekerti).” (HR. Baihaqi).
Menurut Al-Ghazali, seorang pemimpin yang ideal harus memiliki akhlak yang baik, yang tercermin dalam kemampuan untuk mengendalikan diri dari perbuatan tercela dan selalu bersikap adil serta bijaksana.
Rasulullah Saw bersabda:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: … إِمَامٌ عَادِلٌ
“Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari tidak ada naungan selain naungan-Nya, … pemimpin yang adil.” (HR. Bukhari).
Al-Ghazali menguraikan bahwa moralitas seorang pemimpin harus didasarkan pada empat sifat utama:
- Keimanan yang kuat, yang dicapai melalui ilmu dan amal
- Keberanian dalam mempertahankan kebenaran dan kebaikan
- Kedermawanan, yang ditunjukkan dengan mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi
- Keadilan, yang tercermin dalam sikap proporsional terhadap setiap orang
Al-Ghazali menegaskan bahwa moralitas yang baik tidak hanya penting dalam konteks hubungan sosial, tetapi juga merupakan inti dari agama Islam itu sendiri. Tanpa akhlak yang baik, seorang pemimpin akan mudah tergoda untuk menyalahgunakan kekuasaan dan bertindak sewenang-wenang.
Imam Al-Ghazali melalui karya-karyanya telah memberikan gambaran yang sangat jelas mengenai kualitas yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin ideal. Kecerdasan, religiusitas, dan moralitas adalah tiga pilar utama yang harus ada dalam diri seorang pemimpin.
Ketiga pilar tersebut saling melengkapi dan menjadi fondasi yang kokoh bagi kepemimpinan yang adil, bijaksana, dan efektif. Dengan kualitas-kualitas ini, seorang pemimpin tidak hanya akan sukses dalam memimpin di dunia, tetapi juga akan mendapatkan ganjaran yang baik di akhirat.