Solusi Al-Qur’an agar Distribusi Daging Kurban Tepat Sasaran

Salah satu masalah krusial dalam pelaksanaan ibadah kurban di Indonesia adalah tidak meratanya distribusi daging kepada kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.
Ilustrasi distribusi daging kurban. Olah Digital oleh IKHBAR

Ikhbar.com: Distribusi daging kurban saat Iduladha sering kali dilakukan secara merata tanpa mempertimbangkan siapa yang paling membutuhkan. Padahal, esensi ibadah ini adalah menyampaikan manfaat kepada mereka yang benar-benar berhak. Untuk itu, kurban seharusnya menyentuh dan mengutamakan golongan yang paling membutuhkan.

Dalam mengatur pendistribusian daging kurban ini, Allah Swt berfirman:

وَالْبُدْنَ جَعَلْنٰهَا لَكُمْ مِّنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ لَكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهَا صَوَاۤفَّۚ فَاِذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّۗ كَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

“Unta-unta itu Kami jadikan untukmu sebagai bagian dari syiar agama Allah. Bagimu terdapat kebaikan padanya. Maka, sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya, sedangkan unta itu) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Lalu, apabila telah rebah (mati), makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. Demikianlah Kami telah menundukkannya (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Hajj: 36)

Baca: Tutorial Menyembelih Hewan Kurban sesuai Syariat Islam

Syekh Al-Sa’adi dalam Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan menegaskan bahwa orang yang berhak menerima daging kurban adalah “Al-Qani” alias fakir yang tidak mau meminta-minta, dan “Al-Mu’tar” atau yang meminta sedekah.

Perintah pendistribusian daging kurban dengan mengutamakan keberadaan kaum fakir juga disebutkan dalam QS. Al-Hajj: 28. Allah Swt berfirman:

لِّيَشْهَدُوْا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْلُوْمٰتٍ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۚ فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْبَاۤىِٕسَ الْفَقِيْرَ

“(Mereka berdatangan) supaya menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah dianugerahkan-Nya kepada mereka berupa binatang ternak. Makanlah sebagian darinya dan (sebagian lainnya) berilah makan orang yang sengsara lagi fakir.”

Imam Al-Qurtubhi dalam Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an menegaskan bahwa ayat ini menjadi dasar penting dalam penyaluran daging kurban, khususnya tentang siapa yang paling berhak menerimanya.

Ia menjelaskan, kata “Al-ba’is al-faqir” merujuk pada dua lapis penderitaan. “Ba’is”, yaitu orang yang dilanda kemiskinan akut, dan “faqir”, yaitu orang yang tidak memiliki kecukupan dasar dalam hidupnya.

Lebih lanjut, Imam Al-Qurtubhi menegaskan bahwa penggabungan dua sifat ini bukan tanpa maksud. Menurutnya, penggunaan dua istilah tersebut merupakan bentuk penekanan terhadap tingkat kebutuhan yang sangat tinggi. Dengan kata lain, ayat ini memberi isyarat tegas bahwa dalam pembagian daging kurban, umat Muslim harus lebih memprioritaskan mereka yang benar-benar dililit kemiskinan dan kesengsaraan hidup.

Baca: Ringkasan Fikih Kurban

Makna lain miskin

Selain fakir, di dalam Al-Qur’an juga banyak menjelaskan kata “miskin”. Golongan ini menjadi kelompok yang utama dalam pendistribusian bantuan, termasuk daging kurban.

Salah satu ayat yang membahas kata tersebut adalah QS. Al-Insan: 8. Allah Swt berfirman:

وَيُطْعِمُوْنَ الطَّعَامَ عَلٰى حُبِّهٖ مِسْكِيْنًا وَّيَتِيْمًا وَّاَسِيْرًا

“Mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan.”

Dalam Tafsir Al-Kasyaf, Imam Az-Zamakhsyari menjelaskan bahwa penggunaan kata “miskin” dalam ayat tersebut mengandung pesan moral yang mendalam. Ia menyoroti bahwa penyebutan “miskin” bersanding dengan “yatim” dan “asir” alias tawanan menggambarkan satu kelompok rentan yang sering luput dari perhatian, padahal mereka sangat membutuhkan uluran tangan.

Menurut Imam Az-Zamakhsyari, orang yang disebut miskin dalam ayat ini bukanlah pengemis yang meminta secara terbuka, melainkan orang yang tersembunyi kemiskinannya dan tetap menjaga kehormatan diri.

Karena itu, memberi makan kepada mereka bukan hanya bentuk sedekah, tetapi bukti kepekaan sosial yang tinggi dan amal yang murni dari dorongan keikhlasan.

Imam Az-Zamakhsyari juga menekankan bahwa keutamaan ayat ini terletak pada sikap memberi tanpa mengharap imbalan atau pujian. Ayat tersebut berbicara tentang orang-orang saleh yang rela memberi makanan yang disukainya kepada yang lebih membutuhkan. Ini menunjukkan keikhlasan yang agung dalam amal saleh.

Baca: Begini Rupa Kambing Pengganti Nabi Ismail dalam Sejarah Kurban

Belum tepat sasaran

Salah satu masalah krusial dalam pelaksanaan ibadah kurban di Indonesia adalah tidak meratanya distribusi daging kepada kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.

Berdasarkan riset yang dilakukan Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) pada 2022, diketahui bahwa sebanyak 74,2 juta jiwa dari golongan mustahik, termasuk 5,2 juta penduduk dalam kategori miskin ekstrem, memiliki tingkat konsumsi daging yang sangat rendah. Mereka adalah kelompok yang seharusnya menjadi prioritas utama dalam penyaluran daging kurban.

Sayangnya, temuan IDEAS menunjukkan bahwa distribusi daging kurban justru lebih banyak terjadi di wilayah-wilayah perkotaan yang konsumsi dagingnya sudah tinggi. Sementara itu, di daerah-daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi dan konsumsi gizi rendah, distribusi daging kurban sangat minim atau bahkan nyaris tidak tersentuh.

Hasil yang nyaris sama juga pernah dilakukan program Tebar Hewan Kurban (THK) pada 2023. Dalam riset tersebut mengungkapkan bahwa beberapa daerah di Indonesia seperti Kabupaten Seram Bagian Barat, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Halmahera Utara, memiliki rata-rata konsumsi daging yang sangat rendah, bahkan mendekati nol. Hal ini menunjukkan bahwa daerah-daerah tersebut jarang menerima distribusi daging kurban.

Realitas ini memperlihatkan adanya ketimpangan dalam praktik distribusi kurban. Kurangnya strategi berbasis data dan minimnya koordinasi antar lembaga filantropi, panitia lokal, serta pemerintah daerah menyebabkan ibadah kurban kehilangan dimensi sosial.

Baca: Kebanyakan Orang Indonesia Kurban Apa? Ini Datanya

Jalan keluar

Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk meratakan pendistribusian daging kurban adalah dengan menerapkan sistem yang terorganisir dan berbasis data penerima manfaat.

Misalnya, beberapa hari sebelum penyembelihan tiba, panitia kurban harus memiliki daftar sasaran yang jelas dan terverifikasi, yakni siapa saja yang berhak menerima, di mana lokasi mereka, serta sejauh mana tingkat kebutuhan mereka terhadap daging.

Pendekatan ini tidak hanya mencegah penumpukan daging di wilayah tertentu, tetapi juga memastikan bahwa kurban benar-benar sampai kepada mereka yang jarang atau bahkan tidak pernah menikmati daging sepanjang tahun.

Dengan data yang valid dan sistem distribusi yang terstruktur, ibadah kurban akan lebih berdampak dan menyentuh tujuan utamanya, yaitu berbagi kepada yang paling membutuhkan.

Solusi lain yang dapat memperluas jangkauan dan efektivitas distribusi daging kurban adalah melalui sinergi panitia kurban dengan lembaga sosial, RT/RW, dan tokoh masyarakat. Kolaborasi ini penting dilakukan karena mereka yang berada di tingkat akar rumput memiliki pemahaman lebih mendalam tentang kondisi sosial di lingkungan masing-masing.

Dengan melibatkan elemen-elemen ini, panitia dapat memperoleh informasi akurat mengenai siapa saja yang layak menerima daging kurban, termasuk mereka yang luput dari pendataan formal.

Selain itu, kerja sama ini mempercepat proses distribusi dan menghindari tumpang tindih pemberian, sehingga semangat keadilan dan pemerataan dalam ibadah kurban benar-benar tercapai.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.