Ikhbar.com: Aksi premanisme yang dilakukan oknum organisasi masyarakat (ormas) kini tengah menjadi sorotan pemerintah. Pasalnya, tindakan mereka kerap kali dinilai menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat.
Aksi premanisme tersebut tentunya bertentangan dengan ajaran Islam yang menjunjung tinggi kedamaian dan keadilan. Tindakan semena-mena ini sudah selayaknya dilawan dengan hukum dan pembinaan, agar ormas yang dinilai menyimpang benar-benar menjadi pelayan umat dan bukan sumber keresahan masyarakat.
Baca: Negara Jangan Kalah dari Preman, Inspirasi Penegakan Hukum dalam Sejarah Islam
Larangan aksi kekerasan
Al-Qur’an dengan tegas mengecam segala bentuk kekerasan, pemaksaan, dan tindakan penguasaan yang bersifat zalim terhadap sesama manusia. Dalam banyak ayat, Allah Swt melarang perbuatan aniaya dan menegaskan bahwa kezaliman adalah kegelapan yang akan dibalas setimpal.
Salah satu ayat yang membahas ini adalah QS. Al-Maidah: 32. Allah Swt berfirman:
مِنْ اَجْلِ ذٰلِكَ ۛ كَتَبْنَا عَلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اَنَّهٗ مَنْ قَتَلَ نَفْسًاۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًا ۗوَلَقَدْ جَاۤءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنٰتِ ثُمَّ اِنَّ كَثِيْرًا مِّنْهُمْ بَعْدَ ذٰلِكَ فِى الْاَرْضِ لَمُسْرِفُوْنَ
“Oleh karena itu, Kami menetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa siapa yang membunuh seseorang bukan karena (orang yang dibunuh itu) telah membunuh orang lain atau karena telah berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia). Sebaliknya, siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, dia seakan-akan telah memelihara kehidupan semua manusia. Sungguh, rasul-rasul Kami benar-benar telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Kemudian, sesungguhnya banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.”
KH Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menekankan bahwa meski ayat ini secara eksplisit ditujukan kepada Bani Israil, perintah untuk tidak membunuh atau melakukan kekerasan sesama manusia tersebut berlaku lebih luas, yaitu untuk semua umat manusia.
Ia menyoroti bahwa kisah Qabil dan Habil yang menjadi latar belakang ayat ini menunjukkan betapa satu tindakan kekerasan bisa menjadi awal kerusakan besar bagi umat manusia. Karena itu, Allah Swt menetapkan prinsip bahwa membunuh satu jiwa tanpa alasan yang benar, seakan membunuh seluruh manusia, dan menyelamatkan satu jiwa, seakan menyelamatkan seluruh umat manusia.
Baca: 5 Doa Terbebas dari Ancaman Preman
Jangan mengambil hak orang lain
Islam dengan tegas melarang pengambilan hak orang lain secara batil, termasuk dalam bentuk pemalakan dan pemerasan, yang kerap dilakukan dengan intimidasi, kekerasan, atau ancaman. Tindakan semacam ini bukan hanya melanggar hukum negara, tetapi juga merupakan dosa besar dalam pandangan syariat.
Larangan ini secara gamblang dituangkan dalam QS. An-Nisa: 29. Allah Swt berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Syekh Sulaiman bin Umar Al-Jamal dalam Futuhatul Ilahiyah bi Taudhihi Tafsiril Jalalain menjelaskan bahwa maksud haram memakan harta orang lain adalah mengambil, merampas, menguasai, dan merusak harta orang lain dengan cara apapun yang dilarang oleh syariat.
Menurutnya, aksi pemalakan juga masuk dalam kategori yang dilarang. Lebih lanjut, ia menyebut bahwa tindak korupsi juga masuk dalam petunjuk ayat ini.
Baca: Musuh Islam Adalah Kezaliman
Perintah menegakkan keadilan
Islam menempatkan amar ma’ruf nahi mungkar sebagai fondasi penting dalam menjaga tatanan sosial dan moral umat. Untuk itu, kemungkaran, termasuk aksi premanisme harus dicegah secara kolektif. Hal ini perlu diterapkan agar tidak ada lagi rasa takut di tengah masyarakat. Perintah untuk menegakkan keadilan ini telah disinggung dalam QS. Ali Imran: 104.
Allah Swt berfirman:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Imam Al-Qurthubi dalam Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an menjelaskan bahwa amar ma’ruf nahi munkar, termasuk memberantas aksi premanisme pada dasarnya tidak terkhususkan kepada umat Islam saja, melainkan semua agama. Pendapat ini sejalan dengan beberapa ayat lain yang menyebutkan bahwa perintah untuk mengajak kepada kebaikan dan menolak kerusakan, juga dialami umat terdahulu.
Meski demikian, Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin memberikan rambu kepada umat Muslim untuk tidak memberantas kemungkaran dengan kemungkaran. Artinya, dalam memerangi aksi premanisme perlu adanya pelibatan pihak berwajib, dalam hal ini elemen pemerintah.
Untuk itu, supremasi hukum, tata tertib sosial, dan peran aktif negara maupun masyarakat memegang peranan penting dalam mencegah dan memberantas praktik premanisme yang meresahkan.
Supremasi hukum memastikan bahwa setiap tindakan yang melanggar keadilan, seperti pemerasan, kekerasan, dan intimidasi oleh oknum tertentu dapat ditindak secara adil dan tegas tanpa pandang bulu.
Sementara tata tertib sosial berfungsi sebagai benteng moral yang menjaga masyarakat dari tindakan main hakim sendiri atau perilaku menyimpang. Dalam konteks ini, negara wajib hadir sebagai pelindung rakyat dengan menegakkan hukum secara konsisten dan melindungi masyarakat dari berbagai bentuk kezaliman.
Di sisi lain, masyarakat juga memiliki tanggung jawab kolektif untuk saling mengingatkan, melaporkan tindakan menyimpang, dan memperkuat nilai-nilai keadaban. Sinergi antara negara dan masyarakat inilah yang menjadi kunci terwujudnya lingkungan sosial yang aman, tertib, dan berkeadilan.