Ikhbar.com: Bulan Syawal identik dengan agenda pernikahan. Namun, sebelum ke jenjang walimah alias resepsi, seseorang pria terlebih dahulu harus meminang atau melamar calon pasangannya guna meraih restu orang tua/wali.
Saat melamar, seseorang disunahkan memulainya dengan bacaan hamdalah, disambung dengan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw.
Imam Abi Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi dalam Al-Adzkar al-Muntakhabatu min Kalaami Sayyidi al-Abraar menjelaskan:
يُسْتَحَبُّ أَنْ يَبْدَأَ الْخَاطِبُ بِالْحَمْدِ لِلهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ وَالصَّلَاةُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) وَيَقُوْلُ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، جِئْتُكُمْ رَاغِبًا فِيْ فَتَاتِكُمْ فُلَانَة، أَوْ فِيْ كَرِيْمَتِكُمْ فُلَانَةُ بِنْتُ فُلَانٍ أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ.
“Disunnahkan seseorang yang melamar/meminang memuji kepada Allah, bersyukur kepada-Nya, membaca shalawat kepada Rasulullah Saw, dan membaca, ‘Asyhadu an laa ilaaha illallaah wahdahu laa syariikalah wa ayhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuuluh.’ Lalu ucapan, ‘Kami datang kepada keluarga bapak untuk melamar putri bapak; yang bernama Fulanah (sebutkan nama putri yang dilamar/dipinang), Fulanah binti Fulan atau semisalnya.”
Dalam menjelaskan amalan tersebut, Imam Nawawi mengutip hadis yang menggambarkan pentingnya membaca hamdalah (pujian) kepada Allah Swt ketika hendak mengucapkan sesuatu.
Rasulullah Muhammad Saw bersabda:
كل كلام وفي بعض الروايات كُلُّ أَمْرٍ لَا يُبْدَ فِيهِ بِالْحَمدُ لِلَّهِ فَهُوَ اجْدَمُ وَرُوِيَ أَقْطَعُ.
“Setiap ucapan (dalam sebagian riwayat setiap perkara) yang tidak dimulai dengan memuji kepada Allah, maka akan terputus (berkahnya).” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan lainnya).
Imam Nawawi juga menyarankan sebuah doa agar dibaca sebelum melamar. Doa tersebut diharapkan dibaca setelah melakukan salat hajat dan istikharah.
Berikut adalah bacaan doa saat melamar:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ تَقْدِرُ وَلآ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلآ أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ فَإِنْ رَأَيْتَ لِيْ فِيْ (…….) خَيْرًا فِى دِيْنِيْ وَآخِرَتِيْ فَاقْدِرْهَا لِيْ
Allahumma innaka taqdiru wa lâ aqdiru wa lâ a’lamu wa anta ‘allâmul ghuyûbi. Fa in ra`aita lî fî (…..) khairan fî dînî wa âkhiratî faqdirhâ lî.
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Menakdirkan, dan bukanlah aku yang menakdirkan. Dan (Engkau) Maha Mengetahui apa yang tidak aku ketahui. Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib. Maka jika Engkau melihat kebaikan antara diriku dan (….. [sebutkan nama calon pasangan bin/binti ayahnya]) untuk agama dan akhiratku, maka takdirkanlah aku bersamanya.”