Ikhbar.com: Islam mengatur segala lini kehidupan manusia. Tidak cuma hal ihwal tentang ibadah, akan tetapi juga mencakup pada persoalan muamalah dan kepentingan publik lainnya.
Bahkan, pemerhati fikih safar, Kiai M. Faizi menyebut, Islam akan tampak begitu detail saat menguraikan aturan-aturan dalam perjalanan. Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur itu, berbagai anjuran kian jelas ketika dibaca dari berbagai literatur fikih baik karya para ulama klasik maupun kontemporer.
“Salah satu referensi yang saya pakai, ini, Uddat al-Musafir karya Imam Abdullah bin Ahmad Basaudan. Sebenarnya kitab ini menjelaskan tentang ziarah dan haji, tapi begitu lengkap menjelaskan tentang aturan-aturan di perjalanan,” kata dia, dalam Hiwar Ikhbar bertema “Fikih Lalu Lintas: Tertib dan Aman di Perjalanan,” pada Sabtu, 6 Mei 2023.
Menurut Kiai Faizi, sapaan akrabnya, pemicu begitu perincinya Islam dalam mengatur norma-norma di perjalanan karena sejak di masa itu para ulama menganggap bepergian sebagai bagian dari kepayahan, bahkan siksaan.
Oleh karena itu, kata dia, dalam hal ibadah, Islam menghadirkan opsi rukhsah (kemurahan) baik saat salat dengan sistem jamak (mengumpulkan) maupun qashar (meringkas), maupun boleh membatalkan puasa Ramadan dan menggantinya di bulan yang lain. Dengan syarat perjalanan itu harus melebihi jarak tempuh 2 marhalah atau sekira 80,64 kilometer.
“Namun, pertimbangan rukhsah itu bukan semata-mata soal jarak, tetapi juga tentang risiko,” katanya.
Kiai Faizi mencontohkan, perjalanan Surabaya-Jakarta di era modern bisa ditempuh hanya dalam waktu satu jam penerbangan. Meskipun jarak dan waktu seakan-akan bisa diperpendek ketimbang zaman dahulu, akan tetapi tidak dengan risikonya.
“Bepergian itu tetap menanggung banyak risiko. Dari mulai risiko kecelakaan, risiko meninggalkan keluarga, dan lainnya. Dan itu harus dipertimbangkan,” kata dia.
Khazanah keislaman lain yang cukup memuat tentang norma-norma di perjalanan adalah kitab Al-Adzkar al-Muntakhabatu min Kalaami Sayyidi al-Abraar karangan Imam Abi Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi atau lebih masyhur dengan nama Imam Nawawi.
“Di dalamnya ada banyak zikir dan doa tentang perjalanan. Doa berangkat, doa untuk orang yang ditinggalkan, doa untuk orang yang hendak meninggalkan, doa ketika berhenti selama perjalanan, hingga doa ketika telah sampai di kota tujuan,” kata Kiai Faizi.
Penulis Safari: Buku Saku Perjalanan (2020) itu mengatakan, bahkan dalam kitab-kitab karya ulama kontemporer banyak doa yang dikontekstualisasikan dengan kemajuan teknologi modern.
“Ada doa ketika ban tergelincir karena air atau aquaplaning, ada juga doa naik pesawat, yang dalam kitab-kitab sebelumnya tidak ada. Itu ada di Khulasat al-Madad an-Nabawiy karya Syekh Umar bin Hafidz,” katanya.