Ikhbar.com: Para nabi dan rasul merupakan suri teladan dalam berbagai aspek kehidupan, tak terkecuali, di bidang pendidikan. Berkat jasanya, umat manusia pun terbebas dari kegelapan.
Sudah sepatutnya para rasul menjadi kiblat pendidikan Islam. Hal itu dapat dikaji melalui ayat yang berbicara tentang metode pendidikan para utusan Allah Swt dalam menyampaikan ajaran tauhid kepada tiap-tiap umatnya.
Salah satu ayat yang menjelaskan peran dan langkah para rasulullah dalam mendidik umat tertera pada QS. Al-Baqarah: 129.
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”
Profesor Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menegaskan bahwa doa Nabi Ibrahim dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa seorang rasul adalah kunci penting dalam dunia pendidikan.
Menurutnya, metode yang dipakai para rasul dalam mengajarkan umatnya adalah dengan membacakan ayat Al-Qur’an sebagai petunjuk, serta menerangkan makna dan pesan-pesannya. Setelah itu, pengetahuan dan kandungan Al-Qur’an yang diterima itu akan menghasilkan kesucian dalam diri umat manusia.
Dengan demikian, ulama ahli tafsir itu menyimpulkan bahwa metode pengajaran yang dibawakan rasul adalah dengan cara tilawah (membacakan), taklim (mengajarkan), dan tazkiyyah (menyucikan).
Artinya, lanjut Prof. Quraish, tiga metode tersebut merupakan satu paket yang selalu dilakukan para rasul dalam mendidik umatnya. Mulai dari rasul pertama hingga nabi terakhir dan termulia, Rasulullah Muhammad Saw.
Metode pendidikan yang serupa tidak hanya tercantum dalam QS. Al-Baqarah: 129. Prof. Quraish mengemukakan, setidaknya tiga ayat yang serupa, tetapi dengan urutan yang berbeda.
Tiga ayat yang lainnya menyebutkan tazkiyyah lebih dulu ketimbang taklim. Sehingga urutannya menjadi tilawah, tazkiyyah, dan taklim.
Ayat-ayat tersebut adalah:
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
“Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (Q.S Al-Baqarah: 151)
قَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S Ali Imran: 164)
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S Al-Jum’ah: 2)
Dalam Tafsir Asy-Sya’rawi, Syekh Asy-Sya’rawi menyebutkan bahwa kata “ayat” dalam tiga ayat tersebut adalah Al-Qur’an. Sementara tazkiyyah bermakna penyucian diri.
Menurutnya, para rasul menyucikan jiwa umat dengan menghilangkan akhlak tercela dan mengajarkan tauhid. Kemudian para rasul mengajarkan kebijaksanaan, menempatkan sesuatu pada tempatnya, dan Al-Kitab atau pedoman apa yang harus dilakukan dan dijauhi.
Sementara Makarim Asy-Syirazi dalam Tafsir Al-Amtsal menjelaskan bahwa didahulukannya tazkiyyah atas taklim menunjukkan pentingnya kesucian diri sebelum belajar. Sehingga, seorang rasul akan memberikan tambahan kesempurnaan, baik materi maupun immateri. Kemudian para Rasul ini mendidik roh umatnya dengan kesucian dan menyingkirkan akhlak tercela di masyarakat jahiliyah.
Imam As-Suyuthi dalam Al-Itqan fii Ulum Al-Qur’an menyebutkan, didahulukannya tazkiyyah atas taklim boleh jadi mengindikasikan kesiapan pelajar sebelum menerima pengajaran dari seorang guru. Karena pada dasarnya, kesucian hati dan jiwa merupakan faktor penentu seberapa dalam dan besar ilmu yang didapat.