Ikhbar.com: Pendidikan ekologi penting diterapkan sejak dini. Dengan harapan, para generasi penerus mampu menjaga lingkungan dengan baik.
Bukan tanpa alasan, menurut data Word Widelife Fund (WWF) 2020, sebesar 75% kebakaran hutan dan bencana alam disebabkan langsung oleh manusia.
Merusak alam merupakan salah satu bentuk kufur nikmat kepada Allah Swt. Karena sejatinya, bumi dan alam semesta diberikan Allah kepada manusia untuk dikelola dengan baik.
Pentingnya mengenalkan pendidikan ekologi sejak dini telah disinggung dalam QS. Al-A’raf: 56, Allah Swt berfirman:
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.”
Dalam Jami’ul Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an, Imam At-Thabari menegaskan bahwa jika manusia tidak menaati Allah Swt dan menyekutukan-Nya, maka itu merupakan bagian dari al-fasad (kerusakan).
Sementara, dalam menafsirkan potongan ayat ba’da ishlahiha, Imam At-Thabari menjabarkannya dengan kalimat, “Setelah bumi ini diciptakan dengan baik.”
Menurutnya, kata ihslah bermakna bahwa Allah Swt telah mengutus sejumlah Rasul untuk mengajak manusia kepada kebenaran dan menyampaikan dakwahnya kepada mereka.
Adapun redaksi wad’uhu khaufan wa thama’an, At-Thabari menafsirkannya dengan ikhlashu lahu al-du’a wa al-‘amal wa la tusyriku fi amalikum syai-an (berdoa dan beramallah kalian dengan penuh keikhlasan dan jangan menyekutkan-Nya dengan sesuatu apapun).
Syekh Al-Zamakhsyari dalam Tafsir Al-Kasyaf menjelaskan kata qarib dengan “Sesungguhnya rahmat Allah berbentuk kasih sayang atau ampunan.”
Dengan demikian, Syekh Al-Zamakhsyari menyimpulkan bahwa rahmat Allah swt teramat dekat kepada manusia yang berbuat kebaikan, salah satunya dengan tidak merusak alam.
Di samping itu, Imam Ar-Razi dalam Tafsir al-Kabir merinci makna wa la tufsidu sebagai berikut:
ولا تفسدوا شيئاً في الأرض، فيدخل فيه المنع من إفساد النفوس بالقتل وبقطع الأعضاء، وإفساد الأموال بالغصب والسرقة ووجوه الحيل، وإفساد الأديان بالكفر والبدعة، وإفساد الأنساب بسبب الإقدام على الزنا واللواطة وسبب القذف، وإفساد العقول بسبب شرب المسكرات، وذلك لأن المصالح المعتبرة في الدنيا هي هذه الخمسة: النفوس والأموال والأنساب والأديان والعقول
Janganlah kalian berbuat kerusakan di muka bumi. Termasuk bagian dari merusaknya ialah merusak jiwa dengan membunuh, dan merusak sendi-sendi bumi. Selain itu, merusak harta dengan mencuri, merampok dan tipu daya muslihat. Merusak agama dengan saling mengafirkan dan berbuat bidah. Merusak nasab dengan rutin berbuat zina, liwath serta qadzaf (menuduh zina padahal tidak). Merusak akal dengan minum-minuman yang memabukkan. Semua hal itu merupakan bagian daripada menjaga lima hal pokok, yaitu menjaga jiwa, harta, nasab, agama dan akal.
Sementara dalam menjelaskan kata ba’da ishlahiha, Al-Zamakhsyari menafsirkannya bahwa Allah Swt yang telah membuat bumi ini baik dengan mengutus nabi, menurunkan kitab, dan menurunkan syariat sebagai pedoman hidup umat manusia. Maka, tegas dia, manusia dilarang untuk merusaknya.
Dalam keterangan lain, Imam Al-Syaukani dalam Fathul Qadir menyebutkan bahwa bumi dan seisinya merupakan bagian dari perwujudan Tuhan. Maka, dengan merusak bumi sama saja merusak Tuhan.
Penafsiran yang lain datang dari Syekh Ibnu Athiyyah dalam Al-Muharrar al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-‘Aziz. Dalam keterangannya itu, ia mengecam seseorang yang berbuat kerusakan di muka bumi baik sedikit maupun banyak, disengaja atau tidak. Sebab, kata dia, hal itu sama halnya merusak kehidupan seluruh umat manusia, bumi dan alam semesta isinya, serta membuat Allah Swt murka.