Ikhbar.com: Belakangan ini jagat media sosial Twitter diramaikan dengan kisah pasangan yang melangsungkan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA).
Pasangan yang menikah pada 2021 tersebut beralasan bahwa nikah di KUA tidak banyak menyita waktu dan terbilang minim pengeluaran.
Mereka memutuskan nikah di KUA lantaran bercermin pada kakaknya saat menikah. Mereka menilai saat itu pernikahan kakaknya begitu menyita waktu, tenaga, dan biaya.
Nikah di KUA memang dinilai dapat meminimalisir pengeluaran. Bahkan dalam administrasinya gratis. Hal itu tentu berbeda jika melangsungkan pernikahan di luar KUA, setidaknya bakal mengeluarkan biaya Rp600.000.
Lantas bagaimana pandangan Islam soal pengiritan biaya pernikahan?
Menanggapi hal itu, guru besar Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir Dr M Sayyid Ahmad Al-Musayyar mengatakan, sudah sepatutnya pemimpin suatu negara untuk mempermudah sebuah pernikahan.
Tujuannya, kata Sayyid Ahmad, agar kehormatan para pemuda pemudi itu dapat terjaga. Karena dengan menikah, mereka dapat terhindar dari perangkap setan.
Soal pesta pernikahan, dalam sebuah hadis yang tercantum dalam kitab Fathul Bari Rasulullah Saw menyebutkan bahwa, seburuk-buruk pesta atau walimah adalah yang hanya mengundang orang-orang kaya, sedangkan orang-orang fakir dan miskin tidak diundang.
Terkait mahar, Sayyid Ahmad menjelaskan bahwa, mahar yang paling murah adalah mahar yang paling banyak berkahnya bagi seorang wanita.
Rasulullah Saw juga pernah menegaskan bahwasannya perempuan yang paling besar mendatangkan berkah yakni ia yang meringankan nilai maharnya.
Pada hadis lain, Rasulullah Saw mengatakan bahwa, sesungguhnya pernikahan yang paling berkah ialah yang sederhana belanjanya.
Islam memang memudahkan jalan bagi mereka yang memiliki niat baik untuk menikah. Maka dari itu, meski wajib, namun Islam tidak mematok pasti nilai mahar sebagai syarat untuk menikah.
Bahkan, Nabi menganjurkan memberi mahar walaupun berbentuk cincin besi. Sebab, mahar bukanlah simbol nilai perempuan dalam perkawinan, tetapi simbol kewajiban suami akan memberi nafkah kepada istrinya.
Dahulu, Islam mengoreksi adat jahiliyah yang mematok nilai mahar yang tinggi. Alhasil, ada beberapa pemuda yang tidak dapat melangsungkan pernikahan.