Ikhbar.com: Iduladha merupakan hari besar umat Islam yang disyariatkan untuk melaksanakan penyembelihan hewan kurban. Ibadah ini menjadi salah satu bentuk pengabdian kepada Allah Swt sekaligus wujud kepedulian sosial. Agar nilai ibadahnya sah dan sempurna, proses penyembelihan harus dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat.
Menyembelih hewan kurban tidak hanya membutuhkan niat ikhlas, tetapi juga ilmu, ketelitian, dan pelaksanaan sesuai anjuran Islam. Sebab, kesalahan teknis dalam proses penyembelihan dapat berujung pada tidak sahnya ibadah kurban itu sendiri.
Di berbagai daerah, tantangan menyembelih kurban semakin kompleks. Mulai dari keterbatasan penyembelih yang terlatih, kurban massal dalam waktu singkat, hingga kurangnya pengawasan standar pelaksanaan syariat. Dalam situasi demikian, pemahaman menyeluruh mengenai syarat, teknik, hingga perangkat hukum kurban menjadi krusial.
Baca: Ringkasan Fikih Kurban
Rukun, syarat, dan sunah
Syekh Abu Bakar Syatha Ad-Dimyati dalam I‘anah at-Thalibin menjelaskan, syariat Islam menjadikan empat hal sebagai rukun penyembelihan hewan kurban. Pertama, adanya dzabhu (pekerjaan menyembelih). Kedua, dzabih (pelaku penyembelihan). Ketiga, hewan yang disembelih harus memenuhi syarat sah kurban. Keempat, alat penyembelihan harus tajam dan mampu memotong.
Penyembelih harus beragama Islam atau tergolong ahli kitab yang halal dinikahi oleh Muslim. Dalam konteks ibadah kurban, disyaratkan penyembelih adalah Muslim. Bila hewan yang disembelih tergolong ghair maqdur (tidak bisa dikendalikan), penyembelih disyaratkan mampu melihat. Penyembelihan yang dilakukan oleh orang buta, anak-anak yang belum tamyiz, atau orang mabuk dihukumi makruh.
Lebih lanjut, bagian tubuh yang wajib dipotong adalah hulqum (saluran napas) dan mari’ (saluran makan). Penyembelihan dilakukan dengan hewan dan penyembelih menghadap kiblat.
Sebelum memulai, penyembelih dianjurkan membaca basmalah:
بِسْمِ اللهِ
Bismillâh
“Dengan nama Allah.”
Atau lebih sempurna:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Bismillâhir rahmânir rahîm
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang.”
Kemudian membaca selawat:
اللهُمَ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Allâhumma shalli ‘alâ sayyidinâ Muhammad, wa ‘alâ âli sayyidinâ Muhammad.
“Tuhanku, limpahkan rahmat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya.”
Kemudian membaca takbir tiga kali dan satu kali tahmid:
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Allâhu akbar, Allâhu akbar, Allâhu akbar, walillâhil hamd.*
“Allah Maha Besar, segala puji bagi Allah.”
Dilanjutkan doa menyembelih:
اللهُمَ هَذِهِ مِنْكَ وَإِلَيْكَ فَتَقَبَّلْ مِنِّي يَا كَرِيمُ
Allâhumma hâdzihî minka wa ilaika, fataqabbal minnî yâ karîm.
“Ya Allah, hewan ini dari-Mu dan untuk-Mu. Maka terimalah kurban ini dariku, wahai Tuhan Yang Maha Pemurah.”
Bila doa dibacakan oleh penyembelih untuk orang lain, bagian “minnî” diganti menjadi “min” ditambah nama pekurban. Contoh, “min Ahmad.”
Di antara kesunnahan lainnya adalah memotong wadajain (dua urat samping leher), menggunakan pisau tajam, serta berzikir dan berselawat.
Baca: Begini Rupa Kambing Pengganti Nabi Ismail dalam Sejarah Kurban
Teknik dan problematika
Proses teknis penyembelihan menjadi kunci. Pisau yang digunakan harus tajam, setidaknya mampu memotong dalam sekali gores. Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ menjelaskan, ketajaman pisau menjadi bentuk kasih sayang terhadap hewan.
Tempat penyembelihan sebaiknya bersih, tidak membuat hewan panik, dan tidak terlihat oleh hewan lainnya. Hewan direbahkan ke sisi kiri agar memudahkan proses penyembelihan. Kepala menghadap kiblat, dan penyembelih berdiri di samping leher.
Penyembelihan harus dilakukan secara cepat, memotong hulqum dan mari’ dalam satu gerakan. Setelah hewan benar-benar mati, baru dilakukan pengulitan dan pemotongan bagian tubuh.
Namun, banyak pelaksana kurban menghadapi masalah teknis. Salah satunya adalah kurangnya tenaga penyembelih yang terlatih. Keberadaan Juru Sembelih Halal (Juleha) menjadi solusi penting. Pelatihan Juleha dilakukan oleh berbagai lembaga untuk memastikan penyembelih paham syariat dan etika penyembelihan.
Masalah lain adalah penggunaan pisau tumpul. Ini tidak hanya menyiksa hewan, tetapi bisa menyebabkan hewan mati sebelum disembelih sah.
Selain itu, penyembelih yang belum berpengalaman kerap bingung menentukan letak urat yang harus dipotong. Hal ini bisa membuat penyembelihan tidak sah secara syariat.
Pengawasan dari panitia, pemerintah daerah, dan lembaga keagamaan menjadi penting. Standar operasional prosedur (SOP) penyembelihan harus disosialisasikan dan diawasi dengan ketat.
Baca: Kebanyakan Orang Indonesia Kurban Apa? Ini Datanya
Hukum menyembelih dengan mesin
Kemajuan teknologi modern turut memengaruhi cara penyembelihan hewan, termasuk hewan kurban. Salah satu inovasi yang kini mulai digunakan di rumah potong hewan adalah slaughtering machine atau mesin jagal. Alat ini memungkinkan proses penyembelihan dilakukan secara otomatis, efisien, dan dalam jumlah besar. Namun, muncul pertanyaan penting, “Apakah penyembelihan hewan kurban dengan mesin sah menurut syariat Islam dan halal dagingnya?”
Sejumlah ulama kontemporer, seperti Prof. KH Musthafa Yaqub dalam disertasi berjudul Ma‘ayir al-Halal wa al-Haram fi al-Ath‘imah wa al-Asyribah wa al-Adwiyah wa al-Mustahdharat at-Tajmiliyyah fi Dhau’ al-Qur’an wa as-Sunnah menyatakan bahwa menyembelih hewan menggunakan mesin diperbolehkan dalam Islam. Dengan syarat, alat yang digunakan memenuhi standar syariat dan operator mesin adalah seorang muslim.
Menurutnya, hakikat penyembelih tetaplah manusia, sementara mesin hanya berfungsi sebagai alat bantu. Selama niat, cara kerja, dan syarat-syarat syar’i terpenuhi, maka sembelihan dengan mesin itu sah dan dagingnya halal.
Ulama lainnya, seperti Dr. Abdullah at-Thayar dalam Fiqh Muyassar, juga menyatakan bolehnya menyembelih dengan mesin, asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain:
1. Jika hewan disetrum sebelum disembelih, ia harus masih hidup saat disembelih.
2. Tidak boleh menyembelih hewan yang telah mati sebelum proses penyembelihan, karena tergolong bangkai (QS. Al-Māidah: 3).
3. Untuk unggas, tidak boleh disetrum terlalu kuat karena dikhawatirkan mati sebelum disembelih.
Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan Fatwa Nomor 35 Tahun 2021 tentang hukum dan standar sertifikasi halal penyembelihan hewan dengan mesin. Dalam fatwa tersebut, penyembelihan dengan mesin dinyatakan boleh dan halal, dengan ketentuan:
1. Penyembelih adalah muslim, baligh, dan ahli dalam penyembelihan.
2. Pisau mesin harus tajam, dan tidak terbuat dari tulang, gigi, atau kuku.
3. Penyembelih wajib membaca basmalah sebelum atau saat mulai mengoperasikan mesin.
4. Jika mesin dimatikan dan dinyalakan kembali, basmalah harus diulang.
5. Harus dipastikan terputusnya empat saluran utama, yakni hulqum, mari’, serta wadajain.