Ikhbar.com: Pemakaian hijab atau jilbab kian menjadi tren di kalangan perempuan Indonesia. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut, setidaknya ada 20 juta muslimah Indonesia yang berhijab pada 2021.
Peningkatan tren berhijab yang cenderung terjadi di setiap tahunnya itu pun berdampak kuat dalam dunia bisnis. Indonesia kini menjelma pasar terbesar fesyen muslimah di dunia.
Berabad-abad lalu
Gerakan Paderi di Minangkabau pada awal abad ke-19 disebut-sebut sebagai cikal bakal masifnya penggunaan hijab di Indonesia. Meskipun jauh sebelum itu, sejumlah perempuan Nusantara yang sudah terkoneksi dengan ajaran Islam dan berhaji sudah mengenal serta mengenakannya sebagai bentuk ketaatan terhadap ajaran agama.
Muhamad Radjab dalam Perang Paderi di Sumatra Barat 1803-1838 (1964) menuliskan, gerakan Paderi memulai kampanye penggunaan hijab sejak 1803. Kala itu, mayoritas masyarakat Minangkabau tidak begitu menghiraukan syariat Islam, sehingga banyak sekali terjadi kemaksiatan.
“Mereka memutuskan untuk menerapkan syariat Islam di Minangkabau, termasuk aturan pemakaian jilbab. Bukan hanya jilbab, aturan ini bahkan mewajibkan wanita untuk memakai cadar,” tulis Radjab, dikutip pada Rabu, 1 Februari 2023.
Menjelang abad 20, kenaikan pamor teknologi cetak turut membantu kampanye berjilbab bagi perempuan di Indonesia. Menurut Ali Tantowi, dalam The Quest of Indonesian Muslim Identity Debates on Veiling from the 1920s to 1940s, yang dimuat dalam Journal of Indonesian Islam, The Circle of Islamic and Cultural Studies (2010) menyebut seorang ulama bernama Sayyid Uthman menuliskan buku pertama yang secara khusus membahas hal ihwal persoalan hijab.
“Bukunya (berjudul) ‘Lima Su’al Didalam Perihal Memakai Kerudung’ yang terbit pada Oktober 1899,” tulis dia.
Di Jawa, gerakan dakwah pemakaian hijab didominasi dan secara agresif dilakukan kelompok muslim reformis. Pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan aktif menyiarkan kewajiban pemakaian jilbab bagi perempuan Indonesia sejak 1910.
Selain Muhammadiyah, organisasi Al Irsyad dan Persatuan Islam (Persis) juga turut menyuarakan kewajiban jilbab bagi para perempuan.
“Tokoh Persis, Ahmad Hassan menulis syiar pertamanya tentang kewajiban jilbab bagi wanita muslim pada tahun 1932,” tulis Tantowi.
Dominasi organisasi Islam modern itu bukan berarti menafikan gerakan serupa yang dilakukan kelompok muslim tradisional. Nahdlatul Ulama (NU) melalui Kongres NU ke-XIII pada 1938, di Banten, menganjurkan kaum ibu dan murid di Madrasah Banaat NO (Nahdlatoel Oelama) memakai kudung model Rangkajo Rasuna Said. Alasannya agar kaum ibu menutup auratnya sesuai syariat Islam.
Jadi tamu di negeri sendiri
World Economic Forum (WEF) mencatat total konsumsi hijab berada di angka 1,02 miliar jilbab per tahun dengan nilai transaksi mencapai 6,09 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp91,135 triliun. Sayangnya, produk yang disasar masih didominasi hijab impor dan hanya sebesar 25% produk lokal Indonesia yang terbeli dari total angka transaksi tersebut.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Republik Indonesia, Sandiaga Salahuddin Uno menyebut sub-sektor fesyen, khususnya produksi hijab harus terus dioptimalkan. Tujuannya agar Indonesia menjadi juara di negeri sendiri.
“Kita harus merebut pasar dan jadi juara di negeri sendiri. Ini peluang usaha yang potensial dan mampu membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi masyarakat, jadi harus kita optimalkan,” ungkap Sandiaga.
Menurutnya, Kemenparekraf sedang menggenjot sektor ekonomi kreatif dengan meluncurkan berbagai program serta memberikan sejumlah kemudahan bagi para pelaku usaha ekonomi kreatif.
Di antaranya lewat program Apresiasi Kreasi Indonesia, fasilitasi pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) serta program stimulus Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI).
“Bukan hanya Bangga Buatan Indonesia, tapi juga bangga beli produk kreatif lokal. Local pride! Itu yang harus ditanamkan, sehingga potensi luar biasa ini bisa berdampak langsung kepada masyarakat,” ujar dia.
Hijab yang merupakan salah satu produk halal, lanjut Sandi, telah memiliki pasar lokal yang menjanjikan dan dapat menjadi komoditas unggulan.
Mengingat Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia dengan jumlah 236,53 juta jiwa atau 86,88 persen dari total 272,23 juta jiwa pada Juni 2021.
Apalagi, merujuk data WEF, belanja hijab secara global meningkat sebesar 5,7% pada 2021, naik dari semula senilai 279 miliar menjadi 295 miliar dolar AS.
Sektor ini diperkirakan akan tumbuh 6% atau senilai 313 miliar dolar AS pada 2022.
“Proyeksi ini membuktikan besarnya pasar hijab dunia. Oleh karena itu, peluang usaha ini harus dioptimalkan untuk membuka lapangan kerja dan peluang usaha,” katanya.