Ikhbar.com: Sebuah kabar menyentak Kota Mekkah. Pemuka Quraisy yang teramat masyhur, Abdul Muthalib, tiba-tiba mengungkapkan ingin menikahkan putranya yang berwajah tampan, Abdullah, dengan Aminah, putri saudaranya, Wahab bin Abd Manaf.
Syekh Muhammad Yusuf As-Shalihi dalam Subulul Huda wa Ar Rsyad menceritakan, berita itu membuat gusar hati kalangan gadis seantero jazirah Arab. Pasalnya, keluhuran derajat keluarga dan kegagahan Abdullah sudah lama menjadi barometer dan idola kaum remaja.
Hari yang ditentukan untuk melamar Aminah pun tiba. Abdullah bersama sang ayah keluar rumah menuju kediaman calon mertuanya. Masyarakat Quraisy pun berdiri di depan pintu tempat tinggalnya masing-masing. Mereka menyambut sekaligus penasaran tentang kebenaran kabar perjodohan tersebut.
Namun, ketika sudah sampai di sebuah jalan dekat ka’bah, keduanya dicegat Laila Al- Adawiyyah, saudara perempuan Waraqah bin Naufal.
Waraqah yang merupakan pendeta Nasrani di masa itu pernah bercerita kepada Laila bahwa kelak akan lahir seorang Nabi dari suku Quraisy. Ramalan itu pun kuat menyasar pada keluarga Abdul Muthalib.
“Abdullah, engkau bendak pergi kemana?” tanya Laila.
“Aku hendak pergi bersama ayah,” jawab Abdullah.
Mendengar balasan dari Abdullah, Laila pun nekat secara terang-terangan mengungkapkan perasaannya.
“Abdullah, jika engkau bersedia menerimaku sebagai istrimu, maka aku akan memberimu seratus ekor unta,” katanya.
Laila seakan tidak tahu atau pun lupa, bahwa Abdullah adalah anak yang sangat penurut.
Abdullah pun menjawab tak kalah lugas, “Aku selalu mengikuti kehendak ayahku dan aku tidak akan pernah meninggalkannya.”
Abdullah lantas melanjutkan perjalananya kembali bersama Abdul Muthalib. Namun, setelah beberapa langkah kemudian, keduanya kembali diadanh perempuan Yahudi bernama Fatimah binti Murr Al-Kha’tsamiyah. Melampaui Laila, perempuan tersebut malah bersikap dan berkata lebih vulgar.
“Wahai pemuda, maukah kau bersetubuh denganku? Aku akan memberimu seratus unta jika kau bersedia melakukannya,” ujar dia.
Sudah barang tentu, ucapan itu membuat darah Abdullah mendidih. Dengan ketus dia menjawab, “Segala sesuatu yang diharamkan, aku bersedia mati untuk menjauhinya. Sedangkan yang halal, aku harus mengetahui lebih jelas tentangnya. Bagaimana aku memenuhi permintaanmu yang tercela itu, padahal orang yang mulia akan menjaga diri dan agamanya!”
Abdullah pun akhirnya lolos dari segala godaan di hari sucinya itu. Di saat memasuki usia 18 tahun itulah, ia pun mengucapkan ijab kabul pertanda secara sah menikahi Aminah binti Wahab. Kelak, dari pasangan suci dan mulia inilah, lahir pemimpin sejagat, Rasulullah Muhammad Saw.