Ikhbar.com: Masyarakat modern telah menjadikan investasi sebagai bagian tak terpisahkan dalam kehidupan mereka. Salah satu bentuk investasi yang paling banyak diminati adalah saham, baik konvensional maupun syariah.
Saham syariah merupakan jenis efek saham yang sesuai prinsip-prinsip Islam dalam dunia pasar modal. Meski begitu, pengertian saham syariah tetap mengacu pada definisi saham secara umum yang telah diatur dalam Undang-Undang (UU) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Lantas apa perbedaan antara saham konvensional dan syariah? Secara sederhana perbedaan keduanya terletak pada prinsip, landasan hukum, pengawasan, dan indeks harga saham yang digunakan.
Berikut sejumlah perbedaan antara saham konvensional dan syariah yang dikutip dari laman OJK dan Bursa Efek Indonesia (BEI):
Baca: Abu Yusuf, Ekonom Muslim Perumus Pajak Berkeadilan
- Asas operasional
Saham konvensional tidak memiliki aturan spesifik terkait kegiatan operasional perusahaan di pasar modal konvensional. Sedangkan saham Syariah harus memperdagangkan saham yang berasal dari perusahaan yang menjalankan kegiatan operasional sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, yang melibatkan pembatasan terhadap aktivitas seperti riba, perjudian, dan spekulasi.
- Landasan Hukum
Saham konvensional mengacu pada UU Pasar Modal, khususnya UU Nomor 8 tahun 1995.
Berbeda dengan pendahulunya, saham syariah berlandaskan pada prinsip-prinsip Al-Qur’an dan hadis, yang kemudian ditegaskan oleh Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN).
- Pengawasan
Saham konvensional tidak memiliki pengawasan khusus dari lembaga syariah, melainkan melalui lembaga regulasi pasar modal.
Berbeda dengan saham syariah yang mendapatkan pengawasan dari DSN untuk memastikan ketaatan terhadap prinsip-prinsip syariah.
- Indeks harga saham
Saham konvensional menggunakan indeks seperti IHSG, LQ45, Kompas 100, dan lainnya. Sementara saham syariah diperdagangkan dengan mengacu pada indeks khusus, seperti Jakarta Islamic Index (JII) dan Daftar Efek Syariah (DES).
- Jenis bisnis perusahaan
Perbedaan yang paling mendasar antara saham syariah dan konvensional terletak pada jenis bisnis perusahaan yang menerbitkannya. Saham syariah hanya berasal dari perusahaan yang menjalankan bisnis sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam.
Sebaliknya, saham konvensional dapat diterbitkan oleh perusahaan di berbagai sektor industri tanpa memperhatikan aspek halal atau haram.
Contoh bisnis yang tidak sejalan dengan prinsip syariah dan oleh karena itu tidak dapat menerbitkan saham syariah ialah meliputi jual beli produk yang dilarang, transaksi dengan risiko ketidakpastian, jual beli barang atau jasa yang diharamkan, dan bisnis yang terkait dengan perjudian.
Baca: ‘Frugal Living’ Mendadak Tren, Bagaimana Menurut Islam?
- Aset milik perusahaan
Aset perusahaan yang menerbitkan saham syariah juga harus memenuhi kriteria tertentu. Sebagai contoh, perusahaan saham syariah harus memiliki aset yang lebih besar daripada utang berbasis bunga.
Terdapat batasan rasio utang berbasis bunga, yang maksimalnya adalah 45% dari total aset perusahaan. Selain itu, ada juga batasan maksimal pendapatan non-halal, yaitu pendapatan yang berasal dari sumber-sumber yang bertentangan dengan prinsip syariah, yang tidak boleh melebihi 10% dari total pendapatan perusahaan.
Perusahaan yang menerbitkan saham konvensional tidak terikat oleh batasan-batasan ini, sehingga mereka memiliki fleksibilitas yang lebih besar dalam struktur keuangan mereka.
- Orientasi keuntungan
Saham syariah memiliki orientasi keuntungan yang mencakup aspek dunia dan akhirat. Pendapatan non-halal, seperti bunga atau sumber pendapatan lain yang bertentangan dengan prinsip syariah, pada perusahaan saham syariah tidak boleh melebihi 10% dari total pendapatan. Sementara itu, saham konvensional tidak memiliki pembatasan semacam itu, dan pendapatan non-halal dapat melebihi pendapatan hasil usaha tanpa pembatasan tertentu.
- Relasi nasabah
Hubungan antara nasabah dan perusahaan saham syariah berada di bawah pengawasan DSN, sementara hubungan antara pemegang saham konvensional dan perusahaan saham tidak melibatkan pihak ketiga untuk pengawasan.