Ikhbar.com: Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq rupanya telah jauh-jauh hari merenungkan perihal pengganti dirinya sebagai pemimpin umat. Terlebih ketika Khalifah pertama itu terasa kian menua serta merasakan sakit dan demam yang tak kunjung reda hingga dua pekan lamanya.
Khalifah Abu Bakar telah mempertimbangkan dengan matang sehingga begitu yakin tampuk kepemimpinan itu secara estafet harus diamanarkan kepada sahabatnya, Umar bin Khattab.
Baca: Risalah al-Qadha, Kode Etik Hakim era Khalifah Umar bin Khattab
Namun, Ibn Al-Atsir, dalam Al-Kamil fi at-Tarikh menceritakan, Khalifah Abu Bakar tetap meminta masukan dari para sahabat yang lain tentang sosok pilihannya itu.
Kepada Abdurrahman bin Auf, ayahanda istri Rasulullah Saw, Siti Aisyah itu, bertanya, “Bagaimana pendapatmu tentang Umar bin Khattab?”
Meski dengan sedikit kaget dengan pertanyaan yang muncul secara tiba-tiba tersebut, tetapi Abdurrahman bin Auf tetap berusaha menjawab dengan jujur.
“Umar adalah sosok yang lebih utama daripada yang engkau bayangkan. Meskipun Umar memiliki sikap keras,” jawabnya.
Menimpali jawaban Abdurrahman, Abu Bakar menanggapi bahwa sikap keras Umar hanyalah pada persoalan-persoalan tertentu.
“Apabila urusan pemerintahan dipegangnya, maka Umar akan mengurangi sikap kerasnya. Ia keras, lantaran demi mengimbangiku yang dianggap lembut,” jelas Abu Bakar.
“Umar selalu memintaku bersikap tegas, ketika ia melihatku terkesan terlalu lembut terhadap orang yang salah. Sebaliknya, dia selalu mendorongku agar memaafkan orang yang memancing kemarahanku,” sambung Abu Bakar.
Pertimbangan berikutnya, tampaknya Abu Bakar ingin dengar dari karibnya, Utsman bin Affan. Ketika ditanyakan perihal Umar, suami dari dua putri Rasulullah Saw itu menjawab, “Batin Umar jauh lebih baik dari tampang lahiriahnya. Umar lebih mulia di antara kita.”
Baca: Sikap Khalifah Utsman saat Dikritik Gubernur
Setelah puas dengan jawaban Utsman, Sang Khalifah juga menanyakan hal serupa kepada Thalhah bin Ubaidillah. Thalhah menjawab dengan menanyakan balik apakah hal itu mengindikasikan bahwa Umar akan dipilih sebagai pemimpin berikutnya?
Setelah melihat Abu Bakar sedikit mengangguk, Thalhah berkata, “Sungguh Engkau telah melihat apa yang dialami masyarakat darinya saat Engkau bersamanya. Lantas, bagaimana jika ia sendiri yang memimpin mereka, sementara Engkau telah bertemu Tuhanmu, lalu ditanya tentang rakyatmu?”
Lalu, Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, apakah kalian mengkhawatirkan aku? Ketika aku bertemu Tuhanku dan Dia menanyaiku, maka akan kujawab, ‘Aku telah menunjuk orang terbaik untuk umat-Mu.”
Kebulatan tekad Abu Bakar terhadap Umar pun akhirnya membuat para sahabat turut semakin mantap untuk terus melanjutkan syiar keagamaan Islam. Meskipun ada juga sejumlah sahabat yang mengira bahwa, kelak, Abu Bakar akan menyerahkan kursi kepemimpinannya itu kepada putranya, Abdurrahman bin Abu Bakar.
Hingga akhirnya, di hari pembaiatan, seluruh kaum Muslim mendengarkan wasiat bahwa secara tegas dan sadar Abu Bakar tidak akan menerapkan kepemimpinan awal Islam itu dengan sistem dinasti. Padahal, kala itu, sistem tersebut sangat lazim diterapkan di banyak negeri di berbagai belahan bumi.
Di hadapan para jemaah, Abu Bakar berpesan, “Apakah kalian rela dengan orang yang telah aku tunjuk sebagai penggantiku untuk memimpin kalian? Karena sungguh aku tidak menunjuk orang yang punya hubungan kekerabatan denganku. Sungguh aku telah menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantiku memimpin kalian, maka dengarkan dan taatilah dia. Sungguh demi Allah aku tidak membiarkan semampu pikiranku.”
Pengangkatan Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua itu pun sah terlaksana sesaat sebelum Khalifah Abu Bakar wafat pada 21 Jumadil Akhir 13 H. Abu Bakar berpulang dengan tenang setelah dua tahun memimpin umat Islam.