Kelahiran dan Tanda-tanda Kenabian Muhammad Saw

Suasana Kota Makkah tempo dulu. GETTY IMAGES/Clu

Ikhbar.com: Setelah mengalami masa fatrah atau kekosongan kenabian selama kurang lebih 600 tahun, bumi kembali mendapatkan kabar gembiranya. Pada Senin malam, tanggal 12 Rabiul Awal atau 20 April 570 M, gunung dan bukit tiba-tiba merendah, tanah tandus dipenuhi tetumbuhan hijau, hewan-hewan ternak yang kurus pun mendadak gemuk menyambut kelahiran Muhammad, manusia istimewa.

Begitulah Abu Muhammad Abdul-Malik bin Hisyam atau Imam Ibnu Hisyam mengisahkan peristiwa kelahiran Nabi Muhammad Saw dalam karyanya, As-Sirah An-Nabawiyah li Ibni Hisyam. Dia menegaskan, keistimewaan-keistimewaan semacam itu sebenarnya sudah tampak sejak Nabi Muhammad Saw masih berada di dalam kandungan. Sang Ibunda, Aminah binti Wahab pernah mengisahkan ketika melewati masa-masa hamil tua, ia telah didatangi seseorang yang tak dikenal dan berkata;

“Engkau sedang mengandung pemimpin umat. Jika ia sudah lahir ke bumi, ucapkanlah, ‘Aku memohonkan perlindungan untuknya dengan Dzat Yang Maha Esa dari kejahatan setiap pendengki,’ lalu berilah nama Muhammad.”

Tahun gajah

Kebanyakan ulama dan sejarawan Islam menyebut masa kelahiran Nabi Muhammad dengan istilah Tahun Gajah. Penamaan itu merujuk pada peristiwa penyerbuan Abrahah dari Habasyah yang ingin sekali merobohkan ka’bah yang berada di jantung Kota Makkah.

Kala itu, Abrahah dan 60 ribu pasukannnya, datang dengan mengendarai gajah.

Penyerangan Abrahah ke Makkah bukan tanpa sebab. Keinginannya menghancurkan bangunan suci itu dilandasi oleh perasaan iri sekaligus hal-ihwal dalam perhitungan ekonomi.

Sebagai seorang raja, Abrahah menjadi tokoh penting dalam penyebaran agama Kristen di wilayah Arab Selatan. Selain menekan keberadaan para pengikut Yahudi, sebuah katedral bernama Al-Qulays pun ia bangun di atas reruntuhan kota Ma’arib. Bangunan itu ia daku sebagai gereja terbesar di masanya.

Baca: Kisah Pesaing Ka’bah

Al Qulays, memiliki pintu yang terbuat dari tembaga murni setinggi 10 hasta dan lebar 4 hasta. Lorong masuk dari pintu ke bagian dalam berukuran 8×40 hasta, dengan tiang-tiang yang digantungi pagar berukir dan berpaku dari emas dan perak.

Dengan keindahan Al-Qulays, Abrahah betul-betul percaya diri bahwa simbol yang dibangunnya bakal mengundang decak kagum banyak pihak dan membuat tertarik orang-orang untuk mengunjunginya.

Sialnya, tidak. Di seberang negeri yang Abrahah banggakan, ka’bah masih menjadi bangunan yang paling diminati masyarakat Arab untuk diziarahi. Sudah sejak lama, Kota Makkah menjadi penting secara sosial, ekonomi, politik, dan keagamaan akibat keberadaan bangunan yang dipugar di masa Nabi Ibrahim dan putranya itu.

Beruntung, kebencian Abrahah terhadap ka’bah dibalas Allah Swt dengan menurunkan rombongan burung Ababil yang membawa batu-batu dari neraka. Mereka hancur lebur sebelum masuk Kota Makkah. Peristiwa itu, dipercaya terjadi tepat di hari kelahiran Nabi Muhammad Saw.

Masa kecil dan tanda kenabian

Sebelum diberi amanat sebagai nabi dan rasul, Muhammad Saw sudah menjadi manusia yang terjaga. Masa kecilnya, diuji dengan serangkaian cobaan berat mulai dari kehilangan ayahnya, Abdullah, ketika masih dalam kandungan. Pun pada usia enam tahun, Rasulullah berpisah dengan sang ibunda.

Di masa keyatiman Nabi Muhammad, ia kemudian diasuh sang kakek, Abdul Muthalib. Hingga memasuki usia ke delapan, Nabi pun harus kembali mengalami duka lantaran kakeknya itu meninggal dunia.

Tanda-tanda kenabian Muhammad Saw kian tampak ketika berada di bawah asuhan pamannya, Abu Thalib.

Suatu ketika, para petinggi Quraisy berkumpul sembari membawa anak-anaknya. Salah satu toko masyhur kala itu, Abu Lahab, terkejut melihat Abu Thalib yang membawa Nabi Muhammad. Abu Lahab berkata, “Bawa kemari anak itu! Celaka! Dia akan memiliki kedudukan begitu tinggi ketika dewasa.”

Mendengar ucapan Abu Lahab, Abu Thalib pun segera menghindar dan menyembunyikan kemenakannya.

Tanda kenabian Muhammad juga terungkap ketika Rasulullah giat membantu bisnis Abu Thalib di Syam. Pernah sekali waktu dalam perjalanan, ia dan rombongan dihentikan seorang pendeta untuk sekadar berteduh, menikmati hidangan, dan berkenan ditanya-tanya.

Pendeta bernama Bahira itu sebenarnya lebih suka menyendiri. Setiap ada rombongan yang singgah, ia enggan menyapa dan masuk ke dalam biara.

Akan tetapi, ketika Abu Thalib dan rombongan, termasuk Nabi Muhammad melintas, tiba-tiba ia mempersilakan. Sembari menyilakan khafilah menikmati hidangan, ia memperhatikan serius sosok Muhammad yang enggan turut masuk.

Baca: Mengenal Ar-Rahiq al-Makhtum, Rujukan Kisah Perjalanan Hidup Nabi Agung

“Anak siapa ini?” seru Pendeta Bahira.

“Itu keponakanku, Muhammad,” jawab Abu Thalib.

Setelah itu, dengan penuh getar Bahira berkata, “Bawalah anak ini pulang ke negerimu. Dan berhati-hatilah. Aku menemukan tanda kenabian di tubuhnya. Hindari orang-orang Yahudi, ketika mereka melihat anak ini dan mengetahui apa yang ada sesusngguhnya, mereka akan melakukan sesuatu yang buruk kepadanya. Keponakanmu, adalah seseorang yang akan memiliki kedudukan begitu agung.”

Beranjak dewasa, Muhammad menikah dengan Khadijah. Di masa-masa itulah, tepatnya pada 17 Ramadan atau 6 Agustus 611, Muhammad diangkat Allah Swt sebagai rasul.

Nabi Muhammad didatangi Malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu pertama berupa QS. Al-Alaq di Gua Hira. Setelahnya, perjuangan berat sebagai utusan Allah Swt untuk menebarkan rahmat ke seluruh alam, dimulai.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.