Menggali Pemikiran dan Warisan Intelektual Musa Bigiev untuk Rusia dan Dunia Modern

Gagasan Bigiev tentang inklusivitas dan dialog antaragama menjadi model bagi kebijakan luar negeri Rusia kontemporer. Saat Rusia memposisikan diri sebagai mediator dalam berbagai konflik di dunia Muslim, pendekatan Bigiev yang menghargai perbedaan pandangan menawarkan kerangka etis dan intelektual yang kredibel.
Booklet X International Theological Scientific and Education Conference Bigiev Reading: "Musa Bigiev: Life, Legacy, Researcher". Foto: Amy

Oleh: Amy Maulana (Ketua Tanfidziyah PCINU Rusia)

Pemikiran segar dan visioner dari cendekiawan Muslim Rusia, Musa Bigiev, kembali menggema dalam sebuah forum internasional. Pada 21–24 September 2025, Moskow menjadi tuan rumah X International Theological Scientific and Education Conference Bigiev Reading: “Musa Bigiev: Life, Legacy, Researcher”.

Acara ini menghimpun para sarjana, ilmuwan, dan teolog terkemuka dari berbagai negara, seperti Palestina, Uni Emirat Arab, Vatikan, Belarusia, Kirgizstan, Iran, Indonesia, dan Turki, yang turut menyumbangkan gagasan mereka.

Menelusuri jejak sang pembaharu
Musa Jarullah Bigiev lahir pada 1875 di Rostov-on-Don dalam keluarga Tatar yang taat. Sejak belia, ia telah menunjukkan ketajaman intelektual yang istimewa. Pendidikan agamanya dimulai di madrasah tradisional Rusia, tetapi kehausannya akan ilmu membawanya berkelana ke berbagai pusat pengetahuan Islam. Ia menimba ilmu di Universitas Al-Azhar, Kairo, yang memberinya fondasi keilmuan Islam yang kukuh.

Namun, yang membuatnya unik adalah perjalanannya yang tak pernah henti. Bigiev tidak hanya puas dengan pengetahuan tradisional; ia aktif mempelajari pemikiran Barat, filsafat modern, dan ekonomi selama lawatannya ke berbagai negara.

Baca: Merayakan Keberagaman dalam Bukber Muslim Dagestan

Perpaduan antara pendidikan Islam tradisional dan wawasan modern inilah yang membentuk kerangka pemikirannya yang cemerlang. Bigiev adalah seorang pionir dalam gerakan Jadidisme, yaitu gerakan pembaruan yang menekankan modernisasi pendidikan dan pemikiran Islam.

Dalam pandangannya, kemunduran umat Islam disebabkan oleh kebekuan pemikiran dan penolakan terhadap ijtihad. Karyanya yang monumental, Al-Mar’ah fi al-Islam (Perempuan dalam Islam), menjadi pembelaan yang kuat dan berlandaskan dalil mengenai hak-hak perempuan dalam Islam.

Ia menolak keras praktik budaya menindas yang sering kali diklaim sebagai bagian dari agama. Ia menyerukan kembali pada interpretasi Al-Qur’an dan Sunnah yang autentik serta egaliter.

Gagasannya yang cemerlang juga tertuang dalam buku Al-Asrar al-Ilahiyyah bi al-Bara’ah al-Insaniyyah (Rahasia Ilahi tentang Pembebasan Manusia), di mana ia berargumen bahwa rahmat Allah Swt. jauh lebih luas daripada azab-Nya. Pandangan teologisnya yang inklusif ini menuai perdebatan, tetapi sekaligus menunjukkan kedalaman dan keberanian intelektualnya.

Para sarjana, ilmuwan, dan teolog terkemuka dari berbagai negara, seperti Palestina, Uni Emirat Arab, Vatikan, Belarusia, Kirgizstan, Iran, Indonesia, dan Turki dalam forum X International Theological Scientific and Education Conference Bigiev Reading: “Musa Bigiev: Life, Legacy, Researcher”. Foto: Amy

Warisan intelektual Musa Bigiev
Warisan intelektual Musa Bigiev menyediakan fondasi strategis bagi Muslim Rusia untuk memperkuat posisi negaranya di dunia Islam kontemporer. Dalam konteks geopolitik saat ini, saat Rusia berupaya membangun hubungan yang lebih erat dengan negara-negara Muslim, pemikiran Bigiev menjadi jembatan intelektual yang sangat berharga.

Bigiev mewakili tradisi intelektual Islam yang khas dari Rusia—sebuah sintesis unik antara warisan Islam Tatar yang berusia lebih dari seribu tahun dengan realitas modern. Karya-karyanya membuktikan bahwa Rusia bukanlah pendatang baru dalam peradaban Islam, melainkan memiliki akar sejarah dan intelektual yang dalam. Hal ini memberikan legitimasi bagi Rusia dalam berbagai forum Islam internasional.

Gagasan Bigiev tentang inklusivitas dan dialog antaragama menjadi model bagi kebijakan luar negeri Rusia kontemporer. Saat Rusia memposisikan diri sebagai mediator dalam berbagai konflik di dunia Muslim, pendekatan Bigiev yang menghargai perbedaan pandangan menawarkan kerangka etis dan intelektual yang kredibel.

Baca: Hari Pembela Tanah Air: Simbol Kebanggaan dan Persatuan Rusia

Warisan Bigiev menawarkan sebuah alternatif terhadap polarisasi yang kerap terjadi di dunia Islam, yaitu antara fundamentalisme dan sekularisme ekstrem. Islam ‘ala Bigiev—yang rasional, kontekstual, dan terbuka—menjadi contoh bagaimana Muslim dapat tetap teguh pada ajaran agama sambil berperan aktif dalam masyarakat modern. Posisi tengah ini membuat Rusia dapat berperan sebagai penyeimbang dalam percaturan politik Islam global.

Dengan menghidupkan kembali warisan Bigiev, Rusia membangun soft power yang autentik di dunia Islam. Berbeda dengan pendekatan Barat yang sering dicurigai, pemikiran Bigiev datang dari dalam tradisi Islam sendiri sehingga lebih mudah diterima. Berbagai konferensi seperti Bigiev Reading menjadi platform untuk menunjukkan kontribusi intelektual Rusia bagi peradaban Islam.

Dengan demikian, warisan Bigiev tidak hanya relevan bagi Muslim Rusia secara internal, tetapi juga menjadi aset strategis bagi Rusia dalam memperkuat pengaruhnya di dunia Islam kontemporer. Melalui Bigiev, Rusia dapat menunjukkan bahwa negaranya bukan sekadar pemain politik, melainkan juga kontributor signifikan dalam diskursus intelektual Islam modern.

Kami mengundang para pembaca yang budiman untuk menyumbangkan buah pikirannya melalui kanal ‘Risalah dan Opini.’ Kirimkan tulisan terbaik Anda melalui email redaksi@ikhbar.com

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.