Ikhbar.com: Dosen tetap pada program studi Magister Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Ella Syafputri Prihatini menyebut bahwa keterwakilan perempuan di kancah perpolitikan Indonesia masih rendah.
Pandangan tersebut ia sampaikan dalam diskusi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), di Jakarta pada Selasa, 15 Oktober 2024.
“Keterwakilan perempuan di politik di Indonesia saat ini masih jauh dari kata ideal, baik itu di legislatif ataupun eksekutif,” ujar Ella dikutip dari Antara pada Rabu, 16 Oktober 2024.
Jika dipersentasikan, lanjut dia, keterwakilan perempuan di dunia politik dalam negeri hanya berkisar 30%. Ia menilai, agka tersebut ditakutkan bisa mempengaruhi kebijakan terkait dengan isu-isu perempuan dan anak.
“Keterwakilan perempuan di parlemen periode 2024 – 2029 baru mencapai 21 persen,” katanya.
Baca: Hati-hati! FOMO Bisa Seret Pengguna Internet Perempuan ke dalam Bahaya
Sementara, dalam satu dekade trakhir, keterwakilan perempuan di kabinet pemerintahan hanya mencapai 10%.
“Keterwakilan perempuan di parlemen setidaknya dipengaruhi tiga faktor, yakni kemauan perempuan itu sendiri untuk berkompetisi, keberpihakan partai politik untuk memberikan posisi nomor-nomor urut awal untuk caleg perempuan, serta keberpihakan masyarakat pemilih pada caleg perempuan,” jelas dia.
Ia mendorong sejumlah pihak untuk mendorong perempuan terlibat dalam perpolitikan di Indonesia. Hal itu agar suara kaum hawa bisa diperhitungkan.
“Selain perempuanbya itu sendiri, parta pengusung dan pemilihnya juga harus didorong terlibat, itu yang harus dilakukan. Tiga tahap itu tiga-tiganya harus diperkuat supaya lebih banyak lagi perempuan bisa masuk parlemen,” kata dia.
Ella juga menyoroti kaderisasi perempuan di tubuh partai politik (parpol). Pasalnya, ia menilai saat ini masih banyak parpol yang belum serius mengurus kaderisasi perempuan.
“Banyak partai yang belum benar-benar serius melakukan kaderisasi orang-orang yang dipilih untuk jadi caleg, akhirnya terputus. Hanya mendadak saja (kader dadakan), yang penting asal ada kuota 30 persen,” katanya.
Di sisi lain, ia juga mendesak keterlibatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mendiskualifikasi parpol yang gagal memenuhi 30% caleg perempuan.
“Kalau pada 2019 itu bisa didiskualifikasi, partai tidak bisa bertanding di dapil di mana calon perempuannya kurang dari 30 persen. Jadi secara institusi, KPU kuat pada 2019, sekarang (Pileg 2024) justru melemah,” tandasnya.