Oleh: KH Sobih Adnan (CEO PT. Ikhbar Metamesta Indonesia/Ikhbar.com)
DARI 2023 menjadi 2024. Satu persatu angka paling akhir berubah, terus begitu, hingga lama-kelamaan mengungkit nomor-nomor di depannya.
Angka bukan sekadar angka. Pythagoras bilang, justru angka adalah hakikat dari jagat raya. Prinsip alam yang sejatinya berupa harmoni, dipastikannya tak akan bisa lepas dari bilangan-bilangan.
Cuma di dunia inilah, guru Plato dan Aristoteles itu menegaskan, ada perlawanan semacam sakit dan sehat, bodoh dan pintar, miskin dan kaya. Pythagoras dan murid-muridnya percaya bahwa segala sesuatu di dunia ini berhubungan dengan matematika yang bisa diprediksi dan diukur dalam siklus beritme.
Yang paling mencolok dari keangkaan alam itu adalah waktu. Waktu yang terus menggulung dirinya dari detik, menit, jam, hari, pekan, bulan, hingga tahun perlu diikat dengan angka-angka agar bisa dikendalikan dan menghasilkan makna. Tanpa itu, waktu akan melenggang dengan cueknya dan tak peduli sedikit pun terhadap nasib manusia sudah sampai di mana, atau telah bisa melakukan apa.
Baca: Buya KH Said Aqil Siroj: Tiga Langkah Penting Sambut Tahun Baru
Pun sebaliknya, manusia tidak akan mampu meraih makna jika begitu acuh dengan waktu yang menghampirinya. Itu sebabnya, untuk menghindari banalitas waktu, setiap manusia patut terus dihinggapi kecemasan.
Hanya dengan kecemasanlah, manusia tak akan melewati waktunya sebelum mengupayakan sesuatu yang dianggap autentik dan bermakna. Mereka akan menghabiskan waktu sebagaimana seorang anak di dalam ambulans ketika mengantar sang ibu yang sedang sekarat menuju rumah sakit. Setiap detik menjadi sangat penting dan berarti.
Lalu, dari pemahaman inilah, Imam Syafi’i rahimahullah pun mewariskan ungkapan, Al waqtu ka al sayf. Fain lam taqta’hu, qata’ak. Waktu ibarat pedang, jika kamu tak menebasnya, maka ia akan memenggalmu.
Dari sekian banyak definisi tentang waktu, ungkapan dari pemikir Aljazair, Malek Bennabi, ialah yang paling indah, bermakna, juga gampang dicerna. Waktu, katanya, mirip sungai. Ia mengalir ke seluruh penjuru sejak dulu kala. Dia melintasi pulau, desa, dan kota. Ia bisa membangkitkan semangat, juga meninabobokan manusia.
Waktu akan terus bergerak. Tetapi, lanjut Bennabi, dengan cara diam seribu bahasa hingga membuat manusia kerap terlupa dan sering tidak menyadari keberadaannya. Oleh karena itu, selain Tuhan, tidak ada yang bisa terbebas dari jerat waktu.
Manusia pun dilahirkan dan dibinasakan waktu. Mitologi Yunani mengisahkan itu melalui penokohan Kronos, putra bungsu Dewa Gaia dan Uranus. Kronos sang perlambang waktu melalap semua saudaranya di tengah perang antartitan, olimpus, dan dewa-dewa. Terkecuali terhadap Zeus, yang justru berhasil membuatnya muntah-muntah dan menyerah.
Tidak pula semua manusia bisa ditaklukkan waktu. Di dunia tasawuf, ada jawaban istimewa tentang itu yang terekam dari dialog dua tokoh besar, Al-Junaid Al-Baghdadi dan As-Sari As-Saqathi. Ketika Imam Junaid menanyakan kabar paman sekaligus gurunya itu, Imam As-Sari menjawab, “Tidak ada kabar kebahagiaan baik di pagi atau pun di malam hari. Saya tidak memedulikan lama mau pun sebentarnya sebuah malam. Jika engkau sudah merasa bersama Tuhanmu, maka tidak akan merasakan adanya siang, malam, juga waktu.”
Baca: Apa Itu Tafakur? Ini Jenis-jenisnya menurut Syekh Nawawi
Ada dua jenis orang yang lebih sering muncul ketika diminta berkomentar soal waktu. Ada yang melulu gemar meromantismekan masa lalu, ada pula yang begitu lempang menyorot masa depan. Dua-duanya, bisa baik, tetapi lebih mungkin buruk. Pasalnya, gerak waktu yang kerap diibaratkan berputar, tentu lebih serupa lingkaran. Tak ada garis putus, saling menyambung-berhubungan.
Masa depan dan masa lalu sama-sama nutrisi penting dalam menjalani hidup. Masa lalu sebagai pengalaman, masa depan menjelma tantangan. Sementara waktu yang dipijak saat ini adalah tali kesinambungan antara cerita masa lalu, dan yang paling mempengaruhi pencapaian di masa yang akan datang.
Teruslah berterima kasih kepada waktu, baik yang lalu atau pun terhadap yang sedang dituju. Syukran 2023, bismillah 2024. Mari kembali berikhtiar menjinakkan waktu demi menjelmakan diri sebagai manusia yang lebih bermutu.[]