Oleh: Ustaz Sofhal Adnan (Pemimpin Redaksi Ikhbar.com)
DITEMANI keringat yang bercucuran deras, penduduk pribumi terus berusaha memecahkan bebatuan di tengah jalan. Dengan kondisi perut yang kosong, mereka dipaksa membuat jalan raya sepanjang 1.000 km yang membentang dari Anyer hingga Panarukan.
Kejadian itu bermula saat Raja Belanda, Louis Napoleon begitu gelisah. Ia mendengar kabar bahwa pulau Jawa, jajahannya, sedang berada dalam ancaman Inggris. Hingga akhirnya, ia mengutus Gubernur Jenderal Herman Williem Daendels untuk datang ke Indonesia, yang dulu masih bersebut Hindia Belanda.
Pada 1 Januari 1808, Daendels tiba di Indonesia. Demi menjawab kekhawatiran sang raja, ia kemudian membuat sejumlah upaya untuk mempertahankan Jawa, yakni dengan cara membangun pabrik senjata di Semarang dan Surabaya, mendirikan benteng, dan menghubungkan akses jalan raya.
Rakyat Indonesia dipaksa mengerjakan megaproyek itu secara kerja rodi. Tidak cuma berbuah kesengsaraan, setidaknya ada 12 ribu nyawa melayang seiring pembangunan jalan dari Banten hingga Jawa Timur itu.
Konon, sebagian rakyat sebenarnya dijatah upah oleh Belanda meski dengan jumlah tidak seberapa. Namun, watak korup pejabat lokal merampas hak mereka yang seakan melengkapi nasib nahas pribumi yang kian sengsara.
Kepedihan warga pribumi terus berlanjut dengan adanya pemaksaan kerja serupa, Romusha, di masa pendudukan Jepang. Mereka ditekan untuk melakukan kerja serbaberat dari kurun 1942 hingga 1945.
Baca: Kesederhanaan Malam Ramadan sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Dikumandangkan
Kini, tanpa terasa, Indonesia telah menginjak usia 78 tahun kemerdekaan. Momentum ini benar-benar wajib disyukuri karena sebuah kenikmatan tiada tara. Allah Swt, pada akhirnya membebaskan rakyat Indonesia dari penjajahan dan penindasan.
Isyarat untuk menysukuri nikmat kemerdekaan tertera QS. Ibrahim: 6. Ayat ini mengkisahkan penindasan Fir’aun kepada Nabi Musa As yang nyaris mirip dilakukan para penjajah. Allah Swt berfirman:
وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِقَوْمِهِ اذْكُرُوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ اَنْجٰىكُمْ مِّنْ اٰلِ فِرْعَوْنَ يَسُوْمُوْنَكُمْ سُوْۤءَ الْعَذَابِ وَيُذَبِّحُوْنَ اَبْنَاۤءَكُمْ وَيَسْتَحْيُوْنَ نِسَاۤءَكُمْ ۗوَفِيْ ذٰلِكُمْ بَلَاۤءٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ عَظِيْمٌ ࣖ
“(Ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, ‘Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia menyelamatkan kamu dari pengikut-pengikut Fir‘aun. Mereka menyiksa kamu dengan siksa yang pedih, menyembelih anak-anakmu yang laki-laki, dan membiarkan hidup (anak-anak) perempuanmu (untuk disiksa dan dilecehkan). Pada yang demikian itu terdapat suatu cobaan yang besar dari Tuhanmu.”
Dikutip dari Tafsir Kementerian Agama (Kemenag), ayat itu mengisahkan tentang Nabi Musa yang mengajak umatnya untuk mengenang nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka.
“Yakni ketika Allah menyelamatkan mereka dari kekejaman Firaun beserta para pengikutnya, yang telah menyiksa mereka dengan siksaan yang berat, menyembelih anak laki-laki mereka, dan membiarkan anak-anak perempuan mereka hidup,” tulis Tafsir Kemenag.
Sementara Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir menegaskan kembali bahwa kala itu Fir’aun dan para pengikutnya telah menyiksa Bani Israil berupa penindasan dan penghinaan. “Fir’aun juga saat itu menerapkan kerja paksa untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak sanggup dilakukan. Mereka juga membantai anak lelaki yang baru lahir dan masih kecil karena khawatir munculnya seorang anak yang akan menjadi sebab kehancuran kerajaan Fir’aun sebagaimana tafsir mimpi yang dialami Fir’aun. Sedangkan anak-anak perempuan dibiarkan tetap hidup sebagai perempuan-perempuan hina dan tertindas,” tulis Syekh Az-Zuhaili.
Baca: Tafsir Pancasila ala Ki Bagus Muhammadiyah
Pada ayat berikutnya, Allah Swt kembali mengingatkan manusia untuk bersyukur. Peringatan itu diselipkan sebuah harapan agar generasi bangsa di masa depan mampu menumbuhkan kebaikan. Allah Swt berfirman:
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.” (QS. Ibrahim: 7)
Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Azim menjelaskan bahwa pada kedua ayat tersebut Allah menjanjikan dua konsekuensi kepada manusia. Pertama, ketika mereka bersyukur atas nikmat kemerdekaan, maka Allah akan menambah nikmat yang diterima. Tetapi apabila kufur, maka nikmat tersebut akan dicabut bahkan mereka akan disiksa.
Pakar tafsir Al-Qur’an, Prof. KH Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan secara spesifik bahwa ayat tersebut ditujukan kepada Bani Israil. Menurutnya, ayat itu merupakan perintah untuk mensyukuri nikmat penyelamatan yang pernah Allah berikan kepada mereka.
“Allah akan menambah nikmat-nikmat itu jika mereka bersyukur,” tulis Quraish Shihab.
Perintah Allah Swt untuk terus mensyukuri nikmat kemerdekaan sudah selayaknya dipenuhi tiap warga Indonesia. Bentuk syukur tersebut dapat ditunjukkan dengan amal kebaikan yang berdasarkan pada keikhlasan hati.
Hal ihwal paling sederhana, wujud syukur kemerdekaan di setiap tanggal 17 Agustus ini juga bisa diimplementasikan sesuai kapasitas masing-masing. Seorang pelajar merayakannya dengan antusias mengikuti upacara bendera di sekolah, masyarakat umum bisa berpartisipasi dengan kerja bakti, atau para ulama yang menyelenggarakan doa bersama untuk para pejuang.
Selebihnya, nikmat kemerdekaan ini harus terus disyukuri di sepanjang usia. Selalu bertekad memberikan yang terbaik bagi bangsa, negara, dan agama.[]