Ikhbar.com: KH Abdul Hamid bin Abdullah Umar atau Mbah Hamid Pasuruan dikenal sebagai ulama kharismatik.
Bahkan, tak sedikit yang menganggap bahwa Mbah Hamid Pasuruan merupakan seorang waliyullah.
Mbah Hamid Pasuruan yang lahir pada 1333 H, di Desa Sumber Girang, Lasem, Rembang, Jawa Tengah, itu menjadi panutan tersendiri bagi masyarakat sekitar.
Haul ke-41 Mbah Hamid Pasuruan juga dijadwalkan bakal berlangsung hari Rabu, (5/10/2022).
Layaknya seorang waliyullah, Mbah Hamid Pasuruan juga dikenal memiliki sejumlah karomah. Berbagai karomahnya itu telah banyak diceritakan oleh sejumlah kalangan.
Kisah karomah Mbah Hamid Pasuruan yang tak kalah mengagumkan yakni pada kisah berikut ini. Dikisahkan, salah satu kampung di Klaten Jawa Tengah pernah mengalami kejadian aneh yang sempat membuat geger semua warganya.
Sudah selayaknya, di suatu daerah memang biasanya terdapat tokoh masyarakat yang terpandang akan ilmu agamanya.
Baca juga: Perbedaan Najis dan Hadas
Suatu ketika, tokoh masyarakat di daerah Klaten yang bernama Fulan (bukan nama asli) tersebut kedatangan tamu dari luar kota. Tamu tersebut tak lain adalah waliyullah Mbah Hamid Pasuruan.
Setelah berbincang-bincang dan mengutarakan maksud kedatangan si tamu ke daerah tersebut, Mbah Hamid Pasuruan langsung menjalankan misinya sebagai seorang pendakwah.
Bisa dibilang, Mbah Hamid Pasuruan dalam menjalankan misi dakwahnya di daerah tersebut berjalan dengan lancar.
Dakwah Mbah Hamid Pasuruan tak jauh beda dengan pendakwah lainnya, termasuk menggelar pengajian rutinan bersama warga di masjid sekitar.
Jamaah yang mengikuti pengajian Mbah Hamid Pasuruan ini makin hari makin bertambah. Bahkan jumlahnya itu terus melonjak tiap minggunya. Alhasil, masjid yang digunakannya itu melebihi kapasitas yang ada.
Hingga beberapa bulan kemudian, jumlah yang mengikuti pengajian Mbah Hamid Pasuruan meluber sampai ke pelataran masjid.
Dari sekian banyaknya jamaah yang hadir di pengajiannya, Mbah Hamid Pasuruan terpikirkan untuk membangun pesantren di desa itu.
Karena Mbah Hamid Pasuruan berpikir bahwa mungkin sebagian warga suatu saat akan mengirim anak-anak mereka untuk mengaji dan menimba ilmu di pesantren orang yang belum lama mereka kenal dan menetap di sana.
Singkat cerita, pesantren yang diimpikan oleh Mbah Hamid Pasuruan di desa itu pun selesai dibangun, santri dari luar pun berdatangan.
Baca juga: PWNU Jabar: Haram Pilih Eks Koruptor dan Eks Anggota Ormas Terlarang dalam Pemilu
Pembangunan pesantren yang juga terbuka bagi anak warga sekitar itu tak lepas dari salah satu tokoh yang menemani Mbah Hamid Pasuruan.
Sesuai dengan amanat yang diberikan Mbah Hamid Pasuruan kepadanya, sang tokoh masyarakat yang membantunya itu kemudian mengelola pesantren tersebut dengan baik.
Melihat keadaan pesantren yang semakin hari semakin membaik, pesantren pun pada akhirnya dipasrahkan kepada tokoh masyarakat tersebut.
Selain itu, Mbah Hamid Pasuruan juga berpesan agar selalu menjaga dan merawat pesantren yang didirikannya itu dengan baik.
Pesantren itu berjalan begitu pesat. Saat itulah, Mbah Hamid pergi begitu saja tanpa ada pesan apa pun.
Dua tahun silam telah berlalu, kepergian Mbah Hamid Pasuruan dari daerah tersebut menimbulkan tanda tanya dan mendorong rasa penasaran tokoh masyarakat untuk mengetahui keberadaan orang yang telah banyak berjasa di daerahnya tersebut.
Sang tokoh masyarakat itu pun teringat sesuatu bahwa sebelum pergi meninggalkan kampungnya dua tahun lalu, Mbah Hamid Pasuruan pernah menuliskan sebuah alamat kepadanya. Ia pun bergegas mencari kertas yang berisikan alamat yang dituliskannya itu.
Setelah ditemukan, tokoh masyarakat itu kemudian membaca dan menganalisis di daerah mana alamat tersebut berada. Tertulis di dalamnya adalah alamat Pondok Pesantren Salafiyah Pasuruan.
Tanpa pikir panjang, ia bergegas untuk merencanakan datang ke pondok pesantren tersebut demi mengobati rasa penasarannya.
Esok pun tiba, ia pun lantas berangkat ke Pasuruan. Setelah sampai di Pasuruan, ia pun kesana-kemari mencari alamat yang ada di kertas itu.
Usahanya pun membuahkan hasil. Ia akhirnya menemukan alamat yang dicari. Sesampainya di dalam pondok, dia menanyakan ke salah satu santri tentang Mbah Hamid Pasuruan.
Santri yang ia tanya pun sempat kaget dan heran. Namun karena santri itu tahu bahwa Mbah Hamid Pasuruan adalah seorang waliyullah, sehingga tidak membuatnya terlalu kaget.
Sehingga, tatkala ada orang yang mencari Mbah Hamid Pasuruan, mungkin orang tersebut pernah bertemu di daerah lain.
Karena si Fulan, tokoh masyarakat itu bertanya rumah Mbah Hamid Pasuruan, lantas santri itu menyarankan untuk sowan ke Kiai Idris, yang saat itu menjadi pimpinan pondok.
Sesampainya di rumah Kiai Idris, tokoh masyarakat yang sedari tadi penuh rasa penasaran itu langsung bercerita panjang lebar tentang semua yang terjadi dua tahun silam di desanya.
Kiai Idris yang dari tadi hanya menjadi pendengar tidak percaya dan juga heran.
Baca juga: Zahran Auzan, Juara 2 MHQ Internasional Asal Indonesia yang Baru Berusia 13 Tahun
“Hah? . . . , apa benar yang diceritakan bapak itu?” kata Kiai Idris kepada tokoh masyarakat itu.
“Iya betul, sungguh saya bertemu dengan Mbah Hamid Pasuruan. Lha wong saya juga sering salaman dengan beliau. Beliau juga sempat mendirikan sebuah pesantren di sana, tapi ditinggal begitu saja selama dua tahun. Makanya itu saya kemari untuk menanyakan kepada Mbah Hamid Pasuruan, mengapa pondoknya di sana kok ditinggal begitu saha?” jelas tokoh masyarakat itu.
“Saya tadi kaget dan tidak percaya dengan cerita sampean, karena Mbah Hamid Pasuruan sudah lama meninggal,” ungkap Kiai Idris.
“Memang anda ini siapa? Kok berani bilang kalau Mbah Hamid Pasuruan sudah wafat?” tanya tokoh masyarakat yang rindu akan Mbah Hamid Pasuruan itu sambil menunjukkan rasa tidak terima terhadap apa yang telah dikatakan Kiai Idris kepadanya.
“Saya putra dari Mbah Hamid Pasuruan” jawab Kiai Idris santai.
Mendengar jawaban itu, kini giliran tokoh masyarakat itu yang tidak percaya dan heran.
“Kalau Anda masih tidak percaya Mbah Hamid Pasuruan itu sudah meninggal, mari ikut saya, saya akan tunjukkan makam beliau kepada sampean,” kata Kiai Idris yang berusaha meyakinkan tokoh masyarakat tersebut.
Tanpa berpikir panjang, sang tokoh masyarakat itu pun langsung mengiyakan ajakan Kiai Idris.
Akhirnya, keduanya menuju makam Mbah Hamid Pasuruan yang bertempat di kompleks pemakaman di belakang Masjid Jami’ Al Anwar Pasuruan.
“Itu makam Abah saya,” kata Kiai Idris sambil menunjukkan makam Mbah Hamid Pasuruan.
Melihat kenyataan itu, sang tokoh masyarakat yang merasa membangun pesantren dengan Mbah Hamid Pasuruan itu pun tidak percaya dan heran.
Baru setelah menghampiri makam yang di maksud dan membaca sebuah nama yang tertera di batu nisan makam Mbah Hamid Pasuruan, seketika ia pun percaya.
Tak lama kemudian dia menangis sejadi-jadinya. Mulai jam 8 pagi hingga jam 5 sore di depan makam Mbah Hamid Pasuruan.
Setelah puas menangis di depan makam Mbah Hamid Pasuruan, ia pun pulang dengan kabar yang sulit untuk dipercaya orang-orang di kampungnya.
Sesampainya di kampung halamannya, keesokan harinya dia mengumpulkan warga yang dulu sering mengikuti pengajian Mbah Hamid Pasuruan untuk menyampaikan kabar yang dia bawa dari Pasuruan.
Warga pun datang berbondong-bondong datang ke masjid untuk mendengarkan kabar keberadaan Mbah Hamid Pasuruan yang telah menjadi teladan.
Setelah semuanya berkumpul, ia pun menjelaskan kenyataan yang dialaminya di Pasuruan.
“Anda semua boleh percaya, boleh tidak. Yang penting berita yang saya bawa ini benar adanya.” sang tokoh masyarakat mengawali pembicaraan kepada para warga.
“Sesungguhnya Kiai yang selama ini menjadi imam pengajian kita, yang sempat Anda semua dan saya salami dan mencium tangannya, yang telah mendirikan pesantren di desa ini telah lama meninggal. Artinya, selama berada di sini, Mbah Hamid Pasuruan tersebut sebenarnya sudah lama wafat,” katanya.
Mendengarkan berita darinya, warga pun langsung geger, dan banyak yang tidak percaya. Lalu untuk menjawab teka-teki yang sedang berkecamuk di tengah warga tesebut, dia menawarkan diri untuk mengantarkan mereka semua ke makam Mbah Hamid Pasuruan.
“Baiklah! kalau anda semua masih tidak percaya, silakan kalian menyewa Bus untuk pergi berombongan ke makam Mbah Hamid di Pasuruan, dan saya yang akan menjadi pemimpin rombongan sekaligus penunjuk arah, bagaimana?” tawarnya.
Karena penasaran dan ingin membuktikan, semua warganya pun langsung menyetujui tawaran tersebut. Jadilah rencana mereka untuk pergi ke Pasuruan.
Setelah melewati perjalanan yang begitu panjang, akhirnya rombongan yang ingin mencari tahu kebenaran berita yang di sampaikan tokoh masyarakat mereka itu, sampailah di depan alun-alun Pasuruan.
Tak lama kemudian mereka langsung digiring oleh ketua rombongan untuk menuju makam Mbah Hamid Pasuruan.
Baca juga: Visa Umrah Jemaah Indonesia Tetap Gunakan Skema B to B
Setelah sampai di kompleks pemakaman tersebut, sang tokoh masyarakat itu langsung berjalanan menuju areal pemakaman yang berada di dalam, dan langsung menunjukkan makam Mbah Hamid Pasuruan.
“Itulah makam Mbah Hamid Pasuruan” katanya sambil menyuruh warganya melihat lebih dekat lagi dan membaca nama yang tertera pada batu nisan tersebut.
Seketika itu semua rombongan yang diikuti seluruh warga kampung di Klaten itu menangis sejadi-jadinya.
Tangis mereka menandakan rasa sedih yang begitu mendalam. Sekaligus merasa heran karena sang Kiai yang selama ini memimpin pengajian mereka, yang sering mereka cium tangannya, ternyata sudah wafat beberapa tahun lalu.