Ikhbar.com: Sejumlah masyarakat menanyakan kembali batasan usia anak di mata hukum. Pasalnya, dari beberapa kasus yang terjadi belakangan hari, status di bawah umur yang disandang pelaku yang mestinya sudah bisa dianggap remaja dikhawatirkan akan menurunkan konsekuensi hukuman sehingga menghilangkan efek jera.
Soal ini, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi. menyebut bahwa ketetapan batasan usia anak di mata hukum hingga usia 18 tahun bukanlah tanpa alasan dan pertimbangan kuat.
Menurut Kak Seto, sapaan akrabnya, Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang berlaku di Indonesia dengan batasan usia anak hingga 18 tahun merujuk pada hasil Konvensi Hak Anak Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada 1989.
“Sementara Konvensi Hak Anak tersebut merupakan satu-satunya kesepakatan yang diratifikasi (disahkan dan berlaku) oleh hampir seluruh negara di dunia,” kata Kak Seto kepada Ikhbar.com, Senin, 23 Maret 2023.
Hanya ada dua negara yang tidak ikut meratifikasi konvensi tersebut. Yakni, kata Kak Seto, Somalia dan Amerika Serikat (AS).
“Amerika tidak ikut meratifikasi karena UU yang diterapkan di negara tersebut sudah lebih lengkap. Misalnya, ada anak mengalami kekerasan oleh orang tuanya, si anak bisa langsung menelepon 911 dan langsung ditangani pihak kepolisian secara cepat,” katanya.
Kak Seto juga menjelaskan, pertimbangan lain batasan anak itu ialah demi memberikan kesempatan bagi anak yang tersandung masalah hukum agar kembali menjadi baik. Anak-anak harus mendapatkan hak untuk melangsungkan masa depannya dengan lebih baik.
“Jadi, dalam memproses hukum kasus anak, tidak boleh diterapkan atas dasar dendam. Semuanya harus ditangani dengan tetap menjaga hak-hak anak,” kata Kak Seto.
Kesadaran terhadap wawasan hukum ini harus dimulai bersama demi masa depan generasi yang lebih cemerlang. “Kita juga harus mulai membiasakan diri mengubah sebutan pelaku kejahatan usia anak dengan istilah anak yang berkonflik dengan hukum, bukan terdakwa,” katanya.
Baca: Kak Seto: Ramadan Adalah Madrasah Keluarga
Di sisi lain, menurut Kak Seto, pembenahan karakter dan mental anak bukan hanya menjadi tanggung jawab negara. Akan tetapi menjadi kewajiban semua pihak mulai dari orang tua, keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan, dan banyak pihak lainnya.
“Terutama dari lingkup keluarga, para orang tua harus mencurahkan perhatiannya secara penuh demi pembentukan karakter dan akhlak mulia anak-anak,” katanya.