Ikhbar.com: Larangan penggunaan hijab bagi atlet Prancis yang berlaga di Olimpiade Paris 2024 mendapat kecaman dari sejumlah pihak. Pemerintah Prancis menyebut bahwa aturan tersebut dilakukan atas dasar penghormatan terhadap prinsip sekularisme.
Larangan hijab bagi atlet Prancis pada Olimpiade Paris 2024 sejatinya telah ditetapkan sejak September 2023 lalu. Akan tetapi isu tersebut kembali mencuat setelah mendapat banyak cibiran.
Menteri Olahraga Prancis, Amelie Oudea-Castera mengatakan, aturan tersebut berlaku lantaran pihak pemerintah menentang simbol-simbol keagamaan selama pesta olahraga. Mereka berdalih atas netralitas mutlak dalam layanan publik.
“Kami setuju dengan keputusan sistem peradilan baru-baru ini yang juga dinyatakan dengan jelas oleh Perdana Menteri, yang mendukung sekularisme ketat dalam olahraga. Ini berarti pelarangan segala bentuk prosetilisme (dakwah), netralitas mutlak dalam sektor publik. Ini berarti bahwa anggota delegasi kami, dalam tim olahraga kami, tidak akan mengenakan jilbab,” kata Amelie dikutip dari Reuters pada Senin, 29 Juli 2024.
Baca: Grand Syekh Al-Azhar Kecam Penghinaan terhadap Yesus di Pembukaan Olimpiade Paris 2024
Kecaman pertama datang dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Melalui Juru Bicara Komisi Hak Asasi Manusia (HAM), Marta Hurtado yang menegaskan bahwa tidak ada pihak mana pun yang melarang bentuk pakaian terhadap perempuan.
“Mengacu pada standar HAM internasional, pembatasan ekspresi beragama atau kepercayaan seperti pilihan busana hanya dapat diterima dalam keadaan yang benar-benar spesifik,” ujarnya.
Kecaman berikutnya datang dari organisasi nonpemerintah, Amnesty Internasional. Mereka bahkan menyalahkan pihak Komite Olimpiade Internasional (IOC).
“Larangan terhadap atlet Perempuan Prancis yang mengenakan jilbab untuk berkompetisi di Olimpiade melanggar hukum hak asasi manusia internasional dan mengungkap kemunafikan diskriminatif otoritas Perancis serta kelemahan IOC,” tegas Amnesty International dalam laporan terbarunya pada Selasa, 16 Juli 2024.
Amnesty International mengklaim bahwa pihaknya telah berulang kali mengirim surat tuntutan kepada IOC untuk meminta pemerintah Prancis membatalkan larangan tersebut di Olimpiade Paris 2024. Sayangnya, upaya tersebut masih belum membuahkan hasil.
“Menanggapi surat dari koalisi organisasi yang mendesaknya untuk mengambil tindakan, IOC mengklaim bahwa larangan Prancis terhadap jilbab olahraga berada di luar kewenangan olimpiade,” kata Amnesty International.
Peneliti Hak-Hak Perempuan Amnesty Internasional di Eropa, Anna Blus, IOC mengklaim bahwa kebebasan beragama ditafsirkan dengan berbagai di beberapa negara. Mereka tidak menyebutkan hak-hak lain yang dilanggar pada aturan larangan tersebut, seperti kebebasan berekspresi dan akses ke kesehatan.
Ia menegaskan bahwa tidak ada pihak mana pun yang membuat aturan terkait pakaian perempuan, termasuk di sebuah pertandingan olahraga.
“Tidak ada satu pun perempuan yang boleh dipaksa untuk memilih antara olahraga dan keyakinan, identitas budaya, atau kepercayaannya,” katanya.
Ia menilai pemerintah Prancis belum terlambat untuk mencabut semua larangan bagi atlet untuk mengenakan hijab di cabang olahraga, baik di Olimpiade maupun ajang lainnya.
Para atlet perempuan di Prancis dilarang mengenakan penutup kepala dalam bentuk apa pun. Aturan ini tak hanya berlaku pada Olimpiade Paris 2024, melainkan beragam jenis olahraga, seperti sepakbola, basket, hingga voli untuk pemain profesional atau pun amatir.
Meski demikian, perempuntah Prancis masih membolehkan atlet perempuan untuk mengenakan hijab di luar lapangan, termasuk saat di wisma atlet.
“Untuk wisma atlet, aturan IOC berlaku. Tidak ada batasan dalam mengenakan jilbab atau pakaian keagamaan atau budaya lainnya,” kata juru bicara IOC.
Sebagian besar dari total 10 ribu atlet yang bertanding di Olimpiade Paris 2024 akan menempati sebuah apartemen di wisma atlet. Mereka akan berbagi ruangan bersama termasuk ruang makan dan area rekreasi.
Meski demikian, kata dia, aturan dalam kompetisi di olimpiade diselenggarakan dan diawasi oleh federasi olahraga internasional masing-masing.
“Dalam hal kompetisi, peraturan yang ditetapkan oleh Federasi Internasional (IF) terkait tetap berlaku,” katanya.
Menurutnya, hal itu karena peraturan yang ada hanya diperuntukkan kepada anggota tim Prancis. Pihaknya mengaku tengah menghubungi CNOSF untuk lebih memahami situasi terkait atlet Prancis.