Jangan Diagnosis Penyakit Lupus secara Mandiri

Ilustrasi pasien terbaring di ranjang rumah sakit. Foto: PEXELS

Ikhbar.com: Penyakit lupus dikenal juga dengan julukan “si seribu wajah” karena kemiripannya dengan berbagai penyakit lain. Oleh sebab itu, agar tidak terjadi kesalahan diagnosis, penting untuk menghindari pendekatan self-diagnosis atau diagnosis mandiri.

Self-diagnosis seringkali menyesatkan, membuat orang salah mengartikan gejala lupus sebagai rheumatoid arthritis atau radang sendi autoimun, karena kedua kondisi ini memiliki gejala yang serupa.

Baca: Jemaah Haji Diminta Waspada dari Ancaman Virus MERS

Lupus, atau Systemic Lupus Erythematosus, adalah penyakit reumatik autoimun yang dapat mengenai berbagai organ dan menimbulkan beragam gejala. Tanpa pengawasan medis yang tepat, lupus dapat menyebabkan kerusakan organ yang lebih serius, bahkan kematian.

Pada tahap awal, lupus mungkin tidak menunjukkan gejala yang signifikan, membuat seseorang tampak sehat-sehat saja. Namun, pemeriksaan medis yang lebih mendalam dapat mengungkapkan keberadaan penyakit ini, memungkinkan pencegahan dini terhadap komplikasi yang lebih parah.

Menurut data Google Trends Indonesia, kueri terkait lupus digunakan oleh 80 persen pengguna internet, lebih sedikit dibandingkan dengan rheumatoid arthritis yang mencapai 120 persen. Kesalahan dalam pencarian informasi mungkin membuat lupus keliru dianggap sebagai rheumatoid arthritis.

Nyeri sendi merupakan salah satu dari banyak gejala lupus, seringkali lebih intens dirasakan saat bangun tidur. Namun, nyeri sendi bukan satu-satunya gejala lupus.

Baca: Manfaat Konsumsi Minyak Zaitun saat Diet

Gejala kulit, seperti ruam atau memar dengan pola khas kupu-kupu di pipi atau hidung, adalah salah satu manifestasi paling jelas.

Gejala lain termasuk gangguan ginjal, seperti tekanan darah tinggi, pembengkakan kaki, dan urine keruh atau berbusa; anemia atau trombositopenia; gejala neurologis seperti pusing, sakit kepala, atau kejang; hipersensitivitas terhadap sinar matahari; dan penumpukan cairan di rongga tubuh.

Perempuan dengan gejala-gejala di atas dan riwayat keluarga lupus perlu lebih waspada, dan rutin memeriksakan diri ke dokter.

Spesialis penyakit dalam-konsultan reumatologi di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr RM Suryo Anggoro KW, SpPD-KR, menyarankan agar penderita gejala ini segera berkonsultasi dengan dokter.

“Kalau ada keluhan, datanglah ke dokter umum dulu. Mereka yang akan menentukan langkah selanjutnya, apakah perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan lain atau tidak,” ujar dia, dikutip dari ANTARA, pada Selasa, 14 Mei 2024.

Pengobatan lupus bertujuan untuk mengendalikan peradangan, meredakan gejala, dan mencegah kerusakan organ dengan menggunakan obat-obatan yang menekan sistem imun.

Di samping itu, penting untuk menghindari suplemen yang diklaim meningkatkan kekebalan tubuh karena dapat meningkatkan risiko infeksi.

Dokter akan menyesuaikan terapi berdasarkan kondisi pasien guna mencapai remisi, yang ditandai dengan minimalisasi gejala lupus.

Target biasanya adalah mencapai remisi dalam enam bulan pengobatan, terutama bagi pasien dengan gejala ginjal. Tes anti-double-stranded DNA (anti-dsDNA) dan antinuclear antibodies (ANA) digunakan untuk diagnosis dan pemantauan aktivitas penyakit.

“Untuk memantau aktivitas penyakit, selain dari keluhan, selain dari pemeriksaan laboratorium sederhana, anti-dsDNA inilah yang digunakan. Dan kalau penyakitnya terkendali, bisa terlihat normal hasilnya,” kata Suryo.

Gaya hidup sehat, termasuk istirahat yang cukup, berhenti merokok, mengelola stres, diet khusus, dan olahraga ringan, juga berperan penting dalam mengurangi gejala lupus dan mempertahankan kesehatan umum.

Menghindari pemicu gejala lupus seperti paparan sinar matahari berlebih, infeksi, dan obat-obatan tertentu juga krusial dalam manajemen penyakit.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.