Ikhbar.com: Fenomena ayah yang memilih untuk menjadi bapak rumah tangga atau mengabdikan waktu untuk keluarga semakin meluas di China. Hal ini muncul di tengah norma sosial yang masih menganggap pria sebagai pencari nafkah utama, sementara wanita diharapkan mengurus rumah tangga dan anak-anak.
Salah satu contoh adalah Chen, yang resign alias meninggalkan dari pekerjaannya sebagai manajer proyek untuk fokus pada keluarganya. Menurutnya, keputusan ini diambil untuk lebih dekat dengan anak-anaknya, mengingat pengalaman masa kecilnya di mana ayahnya hanya berperan sebagai penyedia keuangan.
“Ketika Anda bekerja, Anda memimpikan karir yang hebat, tetapi tidak ada yang pasti. Gaji tidak selalu yang paling dibutuhkan keluarga Anda,” ucap Chen, dikutip dari AFP, pada Rabu, 25 September 2024.
Ia berusaha menjadi teman bagi anak-anaknya, agar mereka dapat berbagi lebih banyak hal.
Baca: Angka Kelahiran Merosot, China Rancang UU Permudah Menikah tapi Persulit Cerai
Dalam survei 2019, sekitar setengah pria di China menyatakan setuju untuk menjadi ayah rumah tangga, meningkat dari hanya 17% pada tahun 2007. Fenomena ini sejalan dengan meningkatnya status perempuan, dan akses mereka terhadap pendidikan tinggi.
Seorang ayah paruh waktu lainnya dan kreator konten pendidikan, Chang Wenhao, menyesuaikan jam kerjanya agar bisa lebih banyak menghabiskan waktu dengan anak-anaknya.
Ia berfokus pada pengembangan keterampilan dan kepercayaan diri anak-anaknya melalui berbagai aktivitas seperti berkemah dan bersepeda.
Ia menyatakan secara terbuka di Xiahongshu, platform digital asal China yang serupa Instagram, tentang pilihannya untuk menjadi ayah yang tinggal di rumah. Pilihan tersebut diikuti banyak ayah-ayah muda lainnya.
Baca: Ada-ada Saja! China Sediakan Panti Jompo tapi untuk Anak Muda
“Dalam hal metode pendidikan, dorongan, cara membangun rasa percaya diri, mengembangkan keterampilan mereka, kemandirian mereka dalam hidup, saya memberikan mereka hal-hal yang tidak mereka pelajari di sekolah atau dari orang dewasa lainnya,” ungkapnya.
Meski demikian, masih ada penolakan dari generasi yang lebih tua, yang berpegang pada pandangan tradisional bahwa pria harus bekerja untuk menafkahi keluarga.