Ikhbar.com: Penghapusan elemen-elemen terkait Bashar al-Assad dari kurikulum pendidikan nasional, menjadi langkah awal yang diambil rezim baru Suriah dalam reformasi sistem pendidikan.
Perubahan ini, yang juga diiringi peningkatan muatan keagamaan, memicu kritik tajam tentang “Islamisasi” yang dianggap mengancam keberagaman sejarah dan budaya negara tersebut.
Baca: Usai Dilengserkan dari Jabatan Presiden Suriah, Bashar Al Assad kini Digugat Cerai Istri
Kurikulum baru menghapus materi yang dianggap mengagungkan rezim Assad, termasuk mengganti frasa seperti “membela bangsa” menjadi “membela Allah,” serta meniadakan referensi terhadap dewa-dewa pra-Islam.
Tidak hanya itu, teori big bang dan evolusi dihapus dari buku sains, sementara topik-topik seperti pemikiran filosofis Cina dan pemerintahan Ottoman, yang kini disebut “brutal” dalam konteks sejarah Suriah, dikeluarkan dari mata pelajaran sejarah dan filsafat.
Langkah lain yang menuai perdebatan adalah penghapusan mata pelajaran pendidikan nasional, yang dulunya mempromosikan ideologi Partai Baath di bawah Assad, dan menggantinya dengan pendidikan agama Islam atau Kristen.
Mengutip dari The Independent, Menteri Pendidikan Nazir al-Qadri mencoba meredam kekhawatiran, dengan mengatakan bahwa sebagian besar kurikulum akan tetap sama sampai komite ahli dibentuk untuk meninjau konten secara lebih mendalam.
Ia menyebut revisi ini sebagai upaya untuk memperbaiki “ketidakakuratan” dalam interpretasi ayat-ayat Al-Qur’an pada kurikulum sebelumnya.
Namun, aktivis yang baru kembali ke Suriah setelah bertahun-tahun di pengasingan mengkritik kurangnya keterlibatan publik dalam proses ini. Klaim inklusivitas pemerintah transisi dianggap lemah, karena keputusan yang dianggap sepihak.
Baca: Suriah Angkat Perempuan Pertama sebagai Gubernur Bank Sentral
Rezim baru Suriah, yang kini dipimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS), berupaya mempertegas jarak dari masa lalu ekstremisnya dengan menjanjikan toleransi dan koeksistensi. Namun, langkah ini justru menghidupkan kembali kekhawatiran bahwa HTS mendorong agenda “Islamis” yang meminggirkan sejarah sekuler pluralistik negara.
Rencana perubahan kurikulum ini juga memicu seruan protes menjelang tahun ajaran baru, dengan aktivis dan warga bersiap menggelar demonstrasi menolak kebijakan pendidikan yang diambil tanpa konsultasi publik menyeluruh.
Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.