Ikhbar.com: Pasukan Israel melancarkan serangkaian serangan di berbagai wilayah Gaza, Palestina menjelang dimulainya gencatan senjata dengan Kelompok Militan Hamas. Serangan tersebut menyasar Gaza City di utara, Deir el-Balah dan Nuseirat di tengah, serta Rafah dan Khan Younis di selatan.
Belum ada laporan korban jiwa atas serangan tersebut.
Di sisi lain, militer Israel juga tampak mulai menarik kendaraan tempurnya dari pusat Kota Rafah menuju koridor Philadelphi. Di Gaza City, warga Palestina yang mengungsi menyambut gembira rencana gencatan senjata ini dengan mulai berkemas untuk kembali ke lingkungan tempat tinggal mereka.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga bantuan di Gaza menyatakan siap mengirimkan pasokan makanan, air, dan obat-obatan kepada warga Palestina yang mengalami kelaparan di wilayah tersebut.
Pada saat yang sama, kelompok Houthi di Yaman mengklaim telah menyerang kapal induk Amerika Serikat di Laut Merah. Serangan itu dibalas dengan serangkaian serangan udara oleh pasukan AS di dekat ibu kota Yaman, Sana’a.
Gencatan senjata antara Israel dan Hamas berlaku mulai hari ini, Ahad, 19 Januari 2025, pukul 08.30 waktu setempat (06.30 GMT).
“Berdasarkan kesepakatan kedua pihak, gencatan senjata di Gaza akan dimulai pukul 08.30 pada Minggu. Kami mengimbau semua pihak untuk waspada dan menunggu arahan dari sumber resmi,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed Al-Ansari, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera, Ahad, 19 Januari 2025.
Baca: Gencatan Senjata, Ini Poin-poin yang Disepakati Israel dan Palestina
Sebelumnya. Pemerintah Israel telah meratifikasi kesepakatan ini usai melakukan rapat selama lebih dari enam jam. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa gencatan senjata ini bersifat sementara dan Israel tetap berhak melanjutkan serangan di Gaza jika diperlukan.
“Jika kami harus kembali bertempur, kami akan melakukannya dengan cara baru dan lebih kuat,” tegas Netanyahu dalam pernyataan videonya.
Netanyahu juga mengklaim dukungan dari Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Presiden terpilih Donald Trump.
“Presiden Trump dan Presiden Biden sepenuhnya mendukung hak Israel untuk kembali bertempur jika negosiasi tahap kedua dianggap sia-sia,” katanya.
Netanyahu mengancam bahwa gencatan senjata tidak akan dimulai tanpa daftar 33 tawanan yang akan dibebaskan dalam tahap pertama kesepakatan tersebut.
Kesepakatan ini tercapai setelah lebih dari 460 hari perang. Lebih dari 46.788 warga Palestina tewas dan 110.453 lainnya terluka akibat serangan Israel.
Dalam tahap pertama kesepakatan, 33 tawanan Israel yang terdiri atas perempuan, anak-anak, pria berusia di atas 50 tahun, serta mereka yang sakit dan terluka akan dibebaskan. Sebagai gantinya, Israel akan membebaskan hampir 1.900 tahanan Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak.
Baca: Israel-Palestina Gencatan Senjata, Lalu Apa?
Pada tahap kedua, pembebasan tawanan akan dilanjutkan dan dinegosiasikan lebih lanjut. Hamas menyatakan tidak akan membebaskan tawanan lainnya tanpa adanya gencatan senjata yang permanen dan penarikan penuh pasukan Israel.
Pemimpin Hezbollah, Naim Qassem menyambut baik kesepakatan ini dan menyebutnya sebagai bukti “konsistensi perlawanan” terhadap Israel.
“Kesepakatan ini, yang tidak berubah sejak Mei 2024, membuktikan bahwa kelompok perlawanan berhasil mencapai tujuannya, sementara Israel gagal mendapatkan apa yang diinginkannya,” ujarnya.
Namun, beberapa pejabat Israel menentang kesepakatan ini. Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir mengundurkan diri sebagai bentuk protes, meskipun ia menyatakan tidak akan menggulingkan pemerintahan Netanyahu.
Menteri Keuangan Bezalel Smotrich juga mengancam akan mundur jika perang tidak dilanjutkan setelah fase pertama gencatan senjata.
Di Gaza, serangan terus berlangsung. Serangan udara Israel pada Sabtu pagi di wilayah Al-Mawasi, barat Khan Younis, menewaskan lima orang, termasuk seorang pria bersama istri dan tiga anaknya. Serangan lainnya di lingkungan Tuffah, Gaza City, menewaskan tiga warga sipil Palestina.
Meskipun demikian, warga Palestina yang kehilangan tempat tinggal berharap gencatan senjata akan membawa kedamaian.
“Kami berharap hari ini menjadi hari terakhir perang. Orang-orang sudah lelah. Kami lelah dari pengungsian, penyakit, kelaparan, dan kelelahan,” kata salah satu pengungsi Rafah, Mahmoud Sheikh Abed.
Pegungsi lainnya, Tareq Zumlot mengungkapkan kerinduannya untuk kembali ke rumah.
“Kami akan kembali ke rumah untuk melihat keluarga dan teman-teman. Kami berharap kedamaian dan keamanan akan tercipta,” ujarnya.