Jangan Percaya Mitos-mitos Muharam, Kata MUI

Ilustrasi pawai obor sambut tahun baru Islam 1 Muharam. Foto: Ikhbar/FSJ

Ikhbar.com: Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau umat Islam untuk tidak terpengaruh pada mitos-mitos yang berkembang di bulan Muharam, seperti larangan bepergian, menggelar hajatan, atau menganggapnya sebagai bulan sial. Menurut MUI, keyakinan semacam ini tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam dan bertentangan dengan prinsip tauhid.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda menegaskan bahwa dalam Islam tidak dikenal istilah hari atau bulan sial. Semua waktu yang diciptakan Allah Swt memiliki nilai yang sama, kecuali yang dikhususkan syariat.

“Sebagai Muslim, kita harus yakin bahwa tidak ada hari sial. Hari Senin sampai Ahad itu sama mulianya, bahkan dalam Islam, hari Jumat justru disebut sayyidul ayyam atau penghulu segala hari,” jelasnya dikutip dari laman MUI pada Senin, 30 Juni 2025.

Ia menambahkan, meskipun dalam budaya Jawa ada keyakinan seperti Jumat Kliwon sebagai hari penuh kesialan, tetapi hal itu tidak sejalan dengan akidah Islam. Dalam pandangan syariat, hari Jumat justru dimuliakan dan menjadi momentum ibadah seperti membaca Al-Qur’an, berzikir, dan qiyamul lail.

Baca: Menag: Peringatan 1 Muharam bukan Bid’ah

Lebih jauh, Kiai Miftah menjelaskan bahwa mitos-mitos di bulan Muharam, seperti larangan melangsungkan pernikahan atau bepergian jauh, berakar dari tradisi pra-Islam yang masih melekat dalam masyarakat. Ia mengajak umat Islam untuk meninggalkan keyakinan yang tidak berdasar pada ajaran agama.

“Sebagai Muslim yang baik, kita harus memilah mana yang budaya, mana yang akidah. Dan soal mitos ini, jelas tidak dibenarkan dalam Islam,” tegasnya.

Senada dengan itu, Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Ahmad Zubaidi menekankan pentingnya memuliakan bulan Muharam dengan memperbanyak amal saleh, bukan justru menjauhinya karena takut mitos.

“Bulan ini disebut Muharam karena dimuliakan Allah Swt Maka, umat Islam dianjurkan untuk meningkatkan ibadah dan menjauhkan diri dari kemaksiatan,” ujarnya.

Kiai Zubaidi menjelaskan, larangan berbuat zalim berlaku sepanjang waktu. Namun pada bulan-bulan haram seperti Muharam, peringatan itu diperkuat sebagaimana ditegaskan dalam QS. At-Taubah: 36.

Ia juga mengingatkan bahwa kezaliman kepada diri sendiri bisa meluas pada kezaliman terhadap sesama. Oleh karena itu, bulan Muharam harus menjadi momen refleksi dan muhasabah, bukan justru diisi dengan rasa takut akibat mitos yang tak berdasar.

“Karena Muharam adalah bulan mulia, maka tugas kita adalah memuliakannya dengan amal kebaikan, bukan dengan menebar ketakutan atau menjauhi keberkahan,” pungkasnya.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.