Ikhbar.com: Israel memperketat blokade di Tepi Barat sejak tiga hari terakhir, menutup pintu masuk dan keluar kota serta desa dengan gerbang besi dan beton, bersamaan dengan serangan udaranya ke Iran.
Langkah ini memperparah penderitaan warga Palestina. Sejak perang di Gaza pecah pada 7 Oktober 2023, lebih dari 943 warga Palestina, termasuk 200 lebih anak-anak, tewas di wilayah ini menurut PBB.
Tahun 2025 saja, sudah 137 warga Palestina di Tepi Barat terbunuh, termasuk 27 anak-anak.
Militer Israel juga meningkatkan penjagaan di kota-kota seperti Ramallah dan el-Bireh.
Baca: Warga Israel Serang Masjid di Tepi Barat
Pos pemeriksaan ketat membuat mobilitas warga terhambat, termasuk di Nablus, Hebron, Qalqilya, dan Lembah Yordan.
Para petani kesulitan menjual hasil panen, dan ambulans tidak bisa menjangkau korban luka tepat waktu.
“Bahkan ketika kami mendapat izin militer Israel, kami tetap ditahan tiga sampai empat jam di pos pemeriksaan,” ujar sopir ambulans, Fayez Abdel Jabbar, dikutip dari Al Jazeera, pada Senin, 16 Juni 2025.
“Satu-satunya cara kami bisa bekerja adalah memindahkan pasien dari satu ambulans ke ambulans lain di pos pemeriksaan,” tambahnya.
Di beberapa lokasi, warga yang mencoba mendekati pos pemeriksaan ditembak, dilempari granat kejut, atau gas air mata.
Seorang remaja 16 tahun di kamp pengungsi Tulkarem dilaporkan tertembak di kaki. Militer Israel juga menggelar razia malam dan menangkap sedikitnya 15 warga Palestina.
Sejumlah keluarga Palestina bahkan diusir dari rumah mereka, yang lalu digunakan tentara Israel sebagai pos militer.
Situasi ini terjadi di tengah saling serang antara Iran dan Israel. Beberapa serpihan misil Israel yang mencegat rudal Iran jatuh di wilayah Tepi Barat.
Warga Palestina tak punya akses ke bunker seperti di Israel, sehingga beberapa terluka akibat pecahan rudal.
Menurut Qassim Awwad dari Otoritas Palestina, sejak Oktober 2023 jumlah pos pemeriksaan di Tepi Barat meningkat dari 600 menjadi 900.
“Mereka memanfaatkan perang ini untuk mengurung warga Palestina dalam wilayah terpisah,” katanya.
Baca: Meta Dituding Iklankan Pemukiman Ilegal di Tepi Barat
Sementara itu, kekerasan oleh pemukim Israel terus terjadi. Mereka menyerang rumah-rumah dan properti warga Palestina, bahkan mendirikan pos-pos permukiman baru di bawah perlindungan militer.
Pada sebuah konferensi di Sderot pekan lalu, sejumlah menteri Israel menyerukan aneksasi resmi atas Tepi Barat dan Gaza. Menteri Warisan Israel, Amichai Eliyahu, bahkan menyerukan hal serupa untuk Suriah dan Lebanon.
PBB menegaskan bahwa Tepi Barat bukan zona perang, melainkan wilayah yang seharusnya tunduk pada hukum dan standar penegakan hukum internasional.
“Penegakan hukum seharusnya melindungi hak asasi manusia, bukan justru melanggarnya,” ujar Direktur Lembaga Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA), Roland Friedrich.